Air Mata Kerinduan Uwais Al-Qarani Kepada Rasul SAW
Di negeri Yaman, hiduplah seorang pemuda bernama Uwais Al-Qarani yang berasal dari kabilah Qaran. Uwais Al-Qarani mempunyai jiwa yang bersih dan mulia. Dia seorang yang pintar dan selalu melakukan pencarian makna hidup. Meskipun saat itu dia masih belum mengenal ajaran Islam yang mulia, dia sangat menghormati nilai-nilai mulia kemanusiaan. Di antara sikap dan perilaku Uwais yang paling menonjol sekali ialah penghormatan yang besar terhadap ibunya. Dia bersikap amat lemah-lembut kepada ibunya yang sudah tua dan dia amat mengerti tanggung jawabnya sebagai anak. Dia dapat merasakan kesulitan seorang ibu dalam mendidik dan membesarkan anaknya. Oleh karena itu, dia melayani ibunya seperti seorang pelayan yang taat dan patuh. Uwais sama sekali tidak melupakan jerih payah ibunya.
Suatu saat, Uwais Al-Qarani mendengar kabar bahwa ada seorang nabi yang berhijrah dari kota Mekah ke Madinah dan sebagian dari masyarakat mengikuti ajaran nabi tersebut. Uwais dengan perenungannya, sampai kepada kesimpulan bahwa Muhammad adalah seorang nabi yang benar-benar diutus oleh Tuhan karena perintah dan ajaran yang disampaikan beliau berlandaskan kepada akal dan sesuai dengan nilai-nilai tinggi insani. Uwais mempercayai kenabian Muhammad SAW dan dia ingin sekali bertemu dengan beliau. Dia ingin melakukan perjalanan ke Madinah dan melihat sendiri keindahan hati Muhammad dari dekat. Tetapi, kondisi ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan membuatnya mengurungkan niatnya itu.
Berbulan-bulan lamanya Uwais memendam harapan dan impiannya tersebut. Sampai suatu hari, dia mengambil keputusan untuk menceritakan keinginannya itu kepada ibunya. Uwais dengan sopan duduk di hadapan ibunya dan berkata, “Wahai ibu, aku tidak dapat menahan hati untuk bertemu dengan seorang lelaki yang telah diutus sebagai nabi. Engkau pun tahu bahwa anakmu ini tidak pernah berfikir tentang hal-hal selain dari kebaikan dan kebenaran. Jika ibu mengizinkan, aku ingin sekali pergi menemui Rasul Tuhan itu dari dekat.” Ibu Uwais yang amat terkesan melihat kesungguhan dan gelora keinginan anaknya untuk bertemu dengan Nabi, berkata, “Wahai anakku, aku izinkan engkau untuk pergi ke Madinah, tetapi aku minta supaya setelah engkau bertemu dengan Nabi segeralah engkau pulang ke Yaman dan janganlah engkau berlama-lama di sana.”
Dengan penuh gembira, Uwais menerima permintaan ibunya itu dan dia pun melakukan perjalanan untuk pergi ke Madinah. Meskipun perjalanan begitu jauh dan menyulitkan, namun semangat dan keinginannya yang besar untuk bertemu Nabi menyebabkan dia merasa begitu gembira hingga tidak merasa lelah dalam perjalanan. Siang dan malam dia tempuh perjalanan tanpa menghiraukan kesulitan dan kelelahan yang menderanya. Akhirnya, sampailah Uwais Al-Qarani ke kota Madinah. Dengan tidak sabar lagi, dia bertanya ke sana kemari untuk mencari Nabi Muhammad. Tetapi, berita yang didapatkannya amat mengecewakan. Orang-orang Madinah memberi tahu Uwais bahwa Nabi sedang keluar dari kota untuk beberapa hari.
Begitu Uwais mendengar berita ini, dia mengeluh panjang dan terduduk di atas tanah. Segala kelelahan terasa menimpa seluruh tubuhnya. Sedemikian besar rasa kecewa yang menyelubunginya sehingga dia menangis sejadi-jadinya. Orang-orang membujuknya dengan mengatakan bahwa dia bisa tetap tinggal di Madinah dan menjadi tamu mereka sampai Rasulullah kembali dari perjalanannya.
Tetapi Uwais berkata bahwa dia mempunyai seorang ibu tua yang sedang menanti kepulangannya. Uwais mengambil keputusan untuk segera pulang ke Yaman meskipun dia belum berhasil menemui Nabi, demi melaksanakan janjinya kepada sang ibu. Dia berkata kepada para sahabat dan keluarga Nabi, “Aku terpaksa pulang ke Yaman. Aku minta pada kalian, jika Rasulullah pulang, sampaikanlah salamku kepadanya.”
Beberapa hari kemudian Rasulullah SAW pulang ke Madinah. Ketika beliau mendengar kisah Uwais, beliau memujinya dan berkata, “Uwais telah pergi, namun cahayanya tetap tinggal di rumah kami. Angin sepoi dan aroma wewangian surga bertiup ke arah Yaman. Wahai Uwais! Aku juga ingin sekali menemuimu. Sahabatku, siapapun di antara kalian yang bertemu dengan Uwais, sampaikanlah salamku kepadanya.”
Dalam sejarah dikatakan bahwa memang Uwais tidak pernah dapat bertemu dengan Rasulullah. Tetapi, karena pengorbanan yang telah dilakukannya buat ibunya, namanya tercatat abadi dalam sejarah.
‘Atha’ bin Abi Rayyah berkata: “Suatu hari aku pergi ke rumah Aisyah, aku bertanya kepadanya tentang perbuatan Nabi yang manakah yang paling menakjubkannya sepanjang hidupnya?” Ia menjawab: “Semua perbuatan Rasulullah sangatlah menakjubkan, namun dari semua perbuatan beliau yang menakjubkan itu adalah suatu malam ketika beliau sedang beristirahat, tiba-tiba beliau bangkit dari tempatnya lalu mengambil air wudhu dan mendirikan shalat. Dalam shalatnya air mata beliau mengalir dengan deras sekali sehingga baju yang beliau kenakan basah karena tetesan air mata beliau, kemudian beliau bersujud dan begitu derasnya tetesan air mata beliau sehingga tanah pun basah karena air mata beliau, hal itu berlangsung hingga tiba waktu subuh.”
Ketika Bilal shalat subuh bersama Nabi dan melihat beliau menangis dalam shalatnya, ia bertanya: “Mengapa anda begitu menangis, bukankah anda telah terliputi oleh kasih sayang Allah?” Beliau menjawab: “Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?”
Ibnu Abbas berkata: Terkadang Sayyidina Ali Kw ketika bertempur melawan musuh melihat ke langit, kemudian melanjutkan peperangannya, dan kembali melihat ke atas langit.
Seseorang bertanya kepada beliau: “Kenapa kamu melihat ke langit?” Beliau menjawab: “Karena saya tidak mau kehilangan shalat awal waktu.”
Ibnu Abbas berkata: “Sekarang ini anda sedang berperang.” Beliau menjawab: “Tidak boleh melalaikan shalat awal waktu.”
Beliau juga seperti ayahanda serta suaminya adalah manusia yang paling taat beribadah, begitu asyiknya dan tak kenal lelahnya beliau beribadah hingga kaki beliau membengkak seperti ayahanda dan sang suami.
“Tiada seorangpun dalam umat ini yang lebih taat beribadah dari pada Fatimah, ia sering beribadah hingga membengkak kedua kakinya.”
Imam Husain berkata: “Suatu malam aku lihat ibuku sibuk beribadah hingga terbit fajar.”
Di negeri Yaman, hiduplah seorang pemuda bernama Uwais Al-Qarani yang berasal dari kabilah Qaran. Uwais Al-Qarani mempunyai jiwa yang bersih dan mulia. Dia seorang yang pintar dan selalu melakukan pencarian makna hidup. Meskipun saat itu dia masih belum mengenal ajaran Islam yang mulia, dia sangat menghormati nilai-nilai mulia kemanusiaan. Di antara sikap dan perilaku Uwais yang paling menonjol sekali ialah penghormatan yang besar terhadap ibunya. Dia bersikap amat lemah-lembut kepada ibunya yang sudah tua dan dia amat mengerti tanggung jawabnya sebagai anak. Dia dapat merasakan kesulitan seorang ibu dalam mendidik dan membesarkan anaknya. Oleh karena itu, dia melayani ibunya seperti seorang pelayan yang taat dan patuh. Uwais sama sekali tidak melupakan jerih payah ibunya.
Suatu saat, Uwais Al-Qarani mendengar kabar bahwa ada seorang nabi yang berhijrah dari kota Mekah ke Madinah dan sebagian dari masyarakat mengikuti ajaran nabi tersebut. Uwais dengan perenungannya, sampai kepada kesimpulan bahwa Muhammad adalah seorang nabi yang benar-benar diutus oleh Tuhan karena perintah dan ajaran yang disampaikan beliau berlandaskan kepada akal dan sesuai dengan nilai-nilai tinggi insani. Uwais mempercayai kenabian Muhammad SAW dan dia ingin sekali bertemu dengan beliau. Dia ingin melakukan perjalanan ke Madinah dan melihat sendiri keindahan hati Muhammad dari dekat. Tetapi, kondisi ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan membuatnya mengurungkan niatnya itu.
Berbulan-bulan lamanya Uwais memendam harapan dan impiannya tersebut. Sampai suatu hari, dia mengambil keputusan untuk menceritakan keinginannya itu kepada ibunya. Uwais dengan sopan duduk di hadapan ibunya dan berkata, “Wahai ibu, aku tidak dapat menahan hati untuk bertemu dengan seorang lelaki yang telah diutus sebagai nabi. Engkau pun tahu bahwa anakmu ini tidak pernah berfikir tentang hal-hal selain dari kebaikan dan kebenaran. Jika ibu mengizinkan, aku ingin sekali pergi menemui Rasul Tuhan itu dari dekat.” Ibu Uwais yang amat terkesan melihat kesungguhan dan gelora keinginan anaknya untuk bertemu dengan Nabi, berkata, “Wahai anakku, aku izinkan engkau untuk pergi ke Madinah, tetapi aku minta supaya setelah engkau bertemu dengan Nabi segeralah engkau pulang ke Yaman dan janganlah engkau berlama-lama di sana.”
Dengan penuh gembira, Uwais menerima permintaan ibunya itu dan dia pun melakukan perjalanan untuk pergi ke Madinah. Meskipun perjalanan begitu jauh dan menyulitkan, namun semangat dan keinginannya yang besar untuk bertemu Nabi menyebabkan dia merasa begitu gembira hingga tidak merasa lelah dalam perjalanan. Siang dan malam dia tempuh perjalanan tanpa menghiraukan kesulitan dan kelelahan yang menderanya. Akhirnya, sampailah Uwais Al-Qarani ke kota Madinah. Dengan tidak sabar lagi, dia bertanya ke sana kemari untuk mencari Nabi Muhammad. Tetapi, berita yang didapatkannya amat mengecewakan. Orang-orang Madinah memberi tahu Uwais bahwa Nabi sedang keluar dari kota untuk beberapa hari.
Begitu Uwais mendengar berita ini, dia mengeluh panjang dan terduduk di atas tanah. Segala kelelahan terasa menimpa seluruh tubuhnya. Sedemikian besar rasa kecewa yang menyelubunginya sehingga dia menangis sejadi-jadinya. Orang-orang membujuknya dengan mengatakan bahwa dia bisa tetap tinggal di Madinah dan menjadi tamu mereka sampai Rasulullah kembali dari perjalanannya.
Tetapi Uwais berkata bahwa dia mempunyai seorang ibu tua yang sedang menanti kepulangannya. Uwais mengambil keputusan untuk segera pulang ke Yaman meskipun dia belum berhasil menemui Nabi, demi melaksanakan janjinya kepada sang ibu. Dia berkata kepada para sahabat dan keluarga Nabi, “Aku terpaksa pulang ke Yaman. Aku minta pada kalian, jika Rasulullah pulang, sampaikanlah salamku kepadanya.”
Beberapa hari kemudian Rasulullah SAW pulang ke Madinah. Ketika beliau mendengar kisah Uwais, beliau memujinya dan berkata, “Uwais telah pergi, namun cahayanya tetap tinggal di rumah kami. Angin sepoi dan aroma wewangian surga bertiup ke arah Yaman. Wahai Uwais! Aku juga ingin sekali menemuimu. Sahabatku, siapapun di antara kalian yang bertemu dengan Uwais, sampaikanlah salamku kepadanya.”
Dalam sejarah dikatakan bahwa memang Uwais tidak pernah dapat bertemu dengan Rasulullah. Tetapi, karena pengorbanan yang telah dilakukannya buat ibunya, namanya tercatat abadi dalam sejarah.
Rasulullah SAW dan Shalat Malam
‘Atha’ bin Abi Rayyah berkata: “Suatu hari aku pergi ke rumah Aisyah, aku bertanya kepadanya tentang perbuatan Nabi yang manakah yang paling menakjubkannya sepanjang hidupnya?” Ia menjawab: “Semua perbuatan Rasulullah sangatlah menakjubkan, namun dari semua perbuatan beliau yang menakjubkan itu adalah suatu malam ketika beliau sedang beristirahat, tiba-tiba beliau bangkit dari tempatnya lalu mengambil air wudhu dan mendirikan shalat. Dalam shalatnya air mata beliau mengalir dengan deras sekali sehingga baju yang beliau kenakan basah karena tetesan air mata beliau, kemudian beliau bersujud dan begitu derasnya tetesan air mata beliau sehingga tanah pun basah karena air mata beliau, hal itu berlangsung hingga tiba waktu subuh.”
Ketika Bilal shalat subuh bersama Nabi dan melihat beliau menangis dalam shalatnya, ia bertanya: “Mengapa anda begitu menangis, bukankah anda telah terliputi oleh kasih sayang Allah?” Beliau menjawab: “Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?”
Tidak Boleh Melalaikan Shalat Awal Waktu
Ibnu Abbas berkata: Terkadang Sayyidina Ali Kw ketika bertempur melawan musuh melihat ke langit, kemudian melanjutkan peperangannya, dan kembali melihat ke atas langit.
Seseorang bertanya kepada beliau: “Kenapa kamu melihat ke langit?” Beliau menjawab: “Karena saya tidak mau kehilangan shalat awal waktu.”
Ibnu Abbas berkata: “Sekarang ini anda sedang berperang.” Beliau menjawab: “Tidak boleh melalaikan shalat awal waktu.”
Fatimah Az-Zahra Manusia Paling Taat Beribadah
Beliau juga seperti ayahanda serta suaminya adalah manusia yang paling taat beribadah, begitu asyiknya dan tak kenal lelahnya beliau beribadah hingga kaki beliau membengkak seperti ayahanda dan sang suami.
“Tiada seorangpun dalam umat ini yang lebih taat beribadah dari pada Fatimah, ia sering beribadah hingga membengkak kedua kakinya.”
Imam Husain berkata: “Suatu malam aku lihat ibuku sibuk beribadah hingga terbit fajar.”
No comments:
Post a Comment