Indonesia Kekurangan Ahli Jantung!
Penyakit jantung koroner merupakan pembunuh nomor satu menggantikan posisi infeksi. Ironisnya, jumlah tenaga dokter jantung atau ahli jantung di Indonesia minim.
Ganesja menjelaskan, selama 36 tahun, Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI telah melahirkan 361 dokter spesialis jantung dan pembuluh darah (SpJP).
Padahal, di Indonesia baru mempunyai 555 dokter spesialis jantung. Angka ini masih sangat kurang memadai jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang saat ini mencapai 240 juta jiwa.
“Idealnya, satu dokter jantung bisa menangani 260 ribu jiwa. Padahal penyakit jantung sekarang ini menjadi pembunuh utama, menggeser kematian akibat infeksi,” jelas Ganesja.
Sementara itu, Direktur Utama Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, dr Hananto Andriantoro, Sp.JP menambahkan ada tiga komponen penting dalam mencetak dokter, yaitu kualitas kurikulum, kualitas staf pengajar, dan kualitas tempat pendidikannya.
“RS Jantung Harapan Kita menjadi pusat jantung nasional sekaligus sebagai rumah sakit pendidikan. Sebentar lagi juga akan diakreditasi Internasional. Fakultas Kedokteran yang mendapat akreditasi A akan menghasilkan dokter yang ahli, RS yang diakreditasi JCI akan lebih dipercaya,” tambah Hananto.
Menurutnya, RS yang mendapat akreditasi dari Joint Commission International (JCI) akan lebih dipercaya. Para penjamin dana masyarakat seperti asuransi membutuhkan jaminan dan merasa yakin kliennya mendapat pelayanan yang paling baik di rumah sakit.
“Jadi JCI menjadi jaminan kepercayaan. Mahasiswa kardiologi juga mendapat tempat yang baik untuk pendidikannya, Jadilah, rumah sakit ini, home sweet home bagi para kardiolog,” ungkapnya.
"Dan perkembangan kardiologi dan pembuluh darah di Indonesia menjadi tanggung jawab banyak komponen antara lain, rumah sakit, Departemen Kardiologo dan Kedokteran Vaskular, Perhimpunan Ahli Kardiologi Indonesia (Perki), dan Yayasan Jantung Indonesia," pungkasnya.
No comments:
Post a Comment