Analisis gelombang seismik mengungkap adanya “lautan” pada kedalaman
643 kilometer dari permukaan Bumi. Jangan berpikir lautan tersebut sama
seperti samudra di permukaan Bumi sebab air jauh di bawah permukaan Bumi
itu tidak dalam bentuk cair, tetapi berikatan dengan mineral. Temuan
ini memicu dugaan bahwa proses yang terjadi pada bagian tas mantel Bumi
dan yang terkait dengan aktivitas kegunungapian juga terjadi di bagian
dalam.
“Ini adalah gambaran baru struktur dari bagian Bumi tersebut,” kata
Brandon Schmandt, pakar geofisika dari University of Mexico yang
terlibat penelitian, seperti dikutip New York Times, Senin (16/6).
Hasil riset ini juga menguatkan dugaan bahwa air yang terdapat di
permukaan Bumi berasal dari dalam, bukan datang dari komet di luar
angkasa yang jatuh ke Bumi. Semula, air berikatan dengan mineral di
dalam Bumi pada kedalaman 2.896 kilometer antara inti dan kerak. Air
lalu perlahan kehilangan gas dan akhirnya mencapai permukaan. Untuk
mengungkap adanya air di kedalaman Bumi, Schmandt dan rekannya
mempelajari wilayah mantel Bumi yang disebut zona transisi, pada
kedalaman 482 – 708 kilometer.
Sebelumnya, Steven D Jacobsen, ahli mineral di Northwestern
University, menyintesis mineral dengan meniru kondisi tekanan seperti di
kedalaman Bumi. Selama bertahun-tahun bereksperimen, ia akhirnya
berhasil membuat mineral ringwoodite yang khas berada di kedalaman Bumi.
Mineral itu terbentuk bersama air. Logikanya, bila di kedalaman Bumi
ada mineral tersebut, maka ada pula air. Akan tetapi, itu masih dugaan,
perlu dibuktikan.
Schmandt menganalisis data seismik yang diambil oleh USArray, di mana
400 seismometer ditempatkan di Amerika Serikat untuk memetakan mantel
Bumi. Analisis menunjukkan adanya tanda pelelehan pada zona transisi,
area di mana konveksi menyebabkan mantel bergerak ke bawah. Pelelehan
mantel terjadi di dekat permukaan, menyebabkan adanya magma yang
bertanggung jawab pada adanya hot spot vulkanik.
Proses pelelehan disebut dehidrasi. Seiring mantel bergerak ke bawah,
tekanan meningkat, dan mineral melepaskan molekul air. Proses ini,
seperti dalam hasil riset yang dipublikasikan di jurnal Science,
diyakini menjadi tanda adanya air di kedalaman Bumi.
Ilmuwan seperti Schmandt dan Jacobsen mengatakan bahwa dengan temuan
ini, maka siklus air di Bumi benar-benar terkuak. Mereka juga mendapat
petunjuk asal-usul air.
Namun, ada pula penulis sains seperti Brian Thomas dari Institute for
Creation Research yang berpandangan berbeda. Ia mengatakan, temuan ini
memperkuat kisah Alkitab tentang air bah Nabi Nuh.
Dalam kitab Kejadian di Perjanjian Lama dikisahkan bahwa pada
peristiwa air bah Nabi Nuh, mata air dari kedalaman Bumi pecah sehingga
airnya “tumpah” ke permukaan.
“Tentu mungkin bahwa air yang ditemukan di bawah kerak Bumi ini
merupakan jejak air dari dalam yang memancar dan memicu air bah Nabi Nuh
seperti dalam Kejadian 7:11,” katanya.
Dikutip Christian Science Monitor, Selasa (17/6), Thomas mengatakan,
“Saya tak ingin mengatakan temuan ini verifikasi signifikan dari banjir
dalam Kejadian karena beberapa mungkin punya penjelasan lain. Namun, ini
sesuai dengan naskah Alkitab secara umum tentang air di kedalaman Bumi.
No comments:
Post a Comment