Monday, January 20, 2014

Jendral Besar Abdul Haris Nasution



Jendral Besar Abdul Haris Nasution




Jenderal Besar TNI Purn. Abdul Haris Nasution (lahir di Kotanopan, Sumatera Utara, 3 Desember 1918 – meninggal di Jakarta, 6 September 2000 pada umur 81 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang merupakan salah satu tokoh yang menjadi sasaran dalam peristiwa Gerakan 30 September, namun yang menjadi korban adalah putrinya Ade Irma Suryani Nasution.

Setelah Sukarno mengumumkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Nasution bergabung dengan Tentara masih muda Indonesia yang kemudian dikenal sebagai Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan diangkat Daerah Panglima Divisi Siliwangi, yang tampak setelah keamanan Jawa Barat pada Mei 1946.

Sebagai seorang tokoh militer, Nasution sangat dikenal sebagai ahli perang gerilya. Pak Nas demikian sebutannya dikenal juga sebagai penggagas dwifungsi ABRI. Orde Baru yang ikut didirikannya (walaupun ia hanya sesaat saja berperan di dalamnya) telah menafsirkan konsep dwifungsi itu ke dalam peran ganda militer yang sangat represif dan eksesif. Selain konsep dwifungsi ABRI, ia juga dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya. Gagasan perang gerilya dituangkan dalam bukunya yang fenomenal, Fundamentals of Guerrilla Warfare. Selain diterjemahkan ke berbagai bahasa asing, karya itu menjadi buku wajib akademi militer di sejumlah negara, termasuk sekolah elite militer dunia, West Point, Amerika Serikat.

Tahun 1940, ketika Belanda membuka sekolah perwira cadangan bagi pemuda Indonesia, ia ikut mendaftar. Ia kemudian menjadi pembantu letnan di Surabaya. Pada 1942, ia mengalami pertempuran pertamanya saat melawan Jepang di Surabaya. Setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Nasution bersama para pemuda eks-PETA mendirikan Badan Keamanan Rakyat. Pada Maret 1946, ia diangkat menjadi Panglima Divisi III/Priangan. Mei 1946, ia dilantik Presiden Soekarno sebagai Panglima Divisi Siliwangi. Pada Februari 1948, ia menjadi Wakil Panglima Besar TNI (orang kedua setelah Jendral Soedirman). Sebulan kemudian jabatan "Wapangsar" dihapus dan ia ditunjuk menjadi Kepala Staf Operasi Markas Besar Angkatan Perang RI. Di penghujung tahun 1949, ia diangkat menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat.

Pada tahun 1952, Nasution dan Simatupang memutuskan untuk mengadopsi kebijakan restrukturisasi dan reorganisasi untuk ABRI. Dalam pengaturan ini, Nasution dan Simatupang berharap untuk membuat Angkatan Darat yang lebih kecil tapi satu yang diharapkan menjadi lebih modern dan profesional [4]. Tidak butuh waktu lama Namun, sebelum kepentingan faksi datang ke dalam bermain. Nasution dan Simatupang, yang memiliki keduanya telah dilatih oleh Pemerintah Kolonial Belanda ingin memecat para prajurit dilatih oleh Jepang dan mengintegrasikan lebih banyak tentara yang dilatih oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Pasukan Jepang yang terlatih, yang dipimpin oleh Bambang Supeno, mulai berbicara menentang kebijakan ini.

Dalam mengadopsi kebijakan mereka, Nasution dan Simatupang mendapat dukungan Perdana Menteri Wilopo dan Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX. Namun, Supeno berhasil menemukan dukungan dari antara partai-partai oposisi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Para anggota DPR kemudian mulai membuat perselisihan mereka pada restrukturisasi ABRI dikenal. Nasution dan Simatupang tidak senang melihat apa yang mereka anggap sebagai campur tangan urusan militer oleh warga sipil.

Sejak tahun 1956, Nasution telah berusaha untuk memberantas korupsi di Angkatan Darat. Tapi kembali ke UUD 1945 tampaknya telah memperbaharui tekadnya dalam hal ini. Menurut dia, Angkatan Darat harus memberi contoh bagi seluruh masyarakat. Tidak lama setelah 5 Juli Keputusan Sukarno, Nasution dikirim Brigadir Jenderal Sungkono untuk menyelidiki transaksi keuangan dari Kodam IV / Diponegoro dan komandannya, Kolonel Suharto.

Pada 5 Oktober 1997, bertepatan dengan hari ABRI, Nasution dianugerahi pangkat Jendral Besar bintang lima. Nasution tutup usia di RS Gatot Soebroto pada 6 September 2000 dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

No comments:

Post a Comment