Tuesday, January 21, 2014

Tokoh Belanda Jan van Swieten



Tokoh Belanda Jan van Swieten




Jan van Swieten (lahir di Mayence, Perancis (sekarang Mainz, Jerman), 28 Mei 1807 – meninggal di Den Haag, Belanda, 9 September 1888 pada umur 81 tahun) ialah seorang tokoh militer, politikus, dan penulis Belanda.

Van Swieten terlahir sebagai putera seorang kolonel staf jenderal bernama Johannes van Swieten dengan istrinya Louise Jeanne Brodier. Pada usia 14 tahun ia mendaftar sebagai sukarelawan di Infanteri XVII di Biro Pasukan Belanda. 10 bulan kemudian ia diangkat sebagai kadet dan tetap demikian selama 2 tahun hingga tanggal 26 Agustus 1824 menjadi letnan dua di Infanteri XVII. Pada bulan November 1826 ia layak masuk bagian ekspedisi, ditugaskan ke Hindia-Belanda, di mana ia tiba di Batavia (sekarang Jakarta) pada bulan Januari 1827. Karena perannya dalam Perang Diponegoro, pada usia 21 tahun ia dianugerahi Militaire Willems-Orde Kelas IV. Ia kembali ke Belanda dan saat kembali ia dianugerahi gelar letnan satu, dipindahkan ke Infanteri XII, lalu terlibat dalam Kampanye 10 Hari pada tahun 1831. Antara tahun 1830-1834 ia berada di pasukan bergerak di Belgia dan dianugerahi medali atas jasanya dalam Perang Jawa dan salib besi. Pada akhir tahun 1834 ia pindah ke Indische Leger. Pada bulan September 1835, ia datang ke Batavia dan 2 bulan kemudian dianugerahi pangkat kapten.

Van Swieten terus menjadi mayor, lalu letnan kolonel dan pada tahun 1845, ia ikut serta dalam bagian operasi perang di Sumatera di mana untuk jasanya pada Belanda ia dianugerahi Militaire Willems-Orde Kelas III pada bulan Desember 1846. Pada bulan Maret 1848 ia diangkat sebagai kepala staf jenderal dalam Ekspedisi Bali II dan di bulan Juni 1849 ia diangkat sebagai komandan pasukan angkatan darat dalam Ekspedisi Bali III dan sebagai gubernemen komisaris untuk kepemimpinan dalam urusan politik di Bali.

Pada akhir tahun 1849, Van Swieten diangkat sebagai kolonel dan di saat yang sama menjadi gubernur militer di Pesisir Barat Sumatera, sebagai pengganti Andreas Victor Michiels, dan pada kedudukan ini ia juga diangkat sebagai mayor jenderal, kemudian letnan jenderal, komandan Indische Leger.

Pada tahun 1853 Van Swieten diangkat sebagai mayjen, dan pada tahun 1857 sebagai letjen. Di saat yang sama ia diangkat sebagai komandan KNIL. Pada tanggal 6 Oktober 1858 ia menjadi pejabat, mengakhiri kariernya sebagai pemerintah Pesisir Barat Sumatera. Van Swieten menjadi komandan ekspedisi yang kedua kalinya atas Kesultanan Bone. Pada tanggal 5 Oktober 1860 ia menjadi terkenal gara-gara Eduard Douwes Dekker karena agenda penghancuran terhadap penduduk setempat. Sejak tanggal 1 Juli 1862 ia berhenti dari kedudukannya.

Ia kembali ke Belanda pada tanggal 16 Februari 1864 ia menjadi anggota kehormatan Dewan Negeri (hingga kematiannya), dan pada tanggal 19 September di tahun itu juga hingga tanggal 1 Oktober 1866 ia menjadi anggota Tweede Kamer beraliran liberal untuk konstituante Amsterdam.

Pada tahun 1873, Van Swieten kembali aktif di ketentaraan. Ia berusia 66 tahun ketika Gubernur Jenderal James Loudon mengangkatnya sebagai panglima militer tertinggi yang memimpin Ekspedisi Aceh II.

Kemudian Van Swieten menganeksasi Aceh dengan pasukannya yang berjumlah besar setelah penaklukan istana dan menyatakan perang telah 'berakhir'. Artinya, ia tak lagi memberikan celah kepada pasukannya memburu kepala mukim. Dalam keadaan itu di karena tidak ada lagi perlawanan dan Sultan Mahmood telah mangkat akibat
kolera, akhirnya kembalilah Van Swieten ke Batavia bersama pasukan intinya pada tanggal 26 April 1874, dan meninggalkan sebagian besar pasukannya di Aceh.

Pada tahun 1874 Van Swieten kembali lagi ke Belanda dan pensiun secara terhormat. Ia dianugerahi Militaire Willems-Orde Kelas I.

Di tahun terakhir, tindakan Van Swieten menuai kritik dari sejumlah pihak, antara lain dari Kapten George Frederik Willem Borel. Menanggapi provokasi lewat buku Onze vestiging in Atjeh (Pemancangan Kami di Aceh) karya Borel, tudingan terhadap kepemimpinan Van Swieten semasa Perang Aceh II, Van Swieten menulis De waarheid (Kebenaran), sebuah tulisan pembelaan, namun buku itu mengandung serangan pribadi terhadap LetJen Gustave Verspijck dan komisaris gubernemen Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen. Di samping itu, dalam buku itu ia meragukan secara terbuka profesionalisme Borel (kapten artileri semasa Perang Aceh Kedua) dan Christiaan Antoon Jeekel (perwira marinir sepuh yang ikut campur dalam pertikaian itu). Terhadap sikap dakwaan Van Swieten (ia tidak terkejut dengan istilah "tak pandai memperkirakan" dan Borel mengetahui nama Verspijck ditulis (yang diingkari Borel dan Verspijck)), Nieuwenhuijzen, Borel, Jeekel, dan Verspijck merasa perlu menulis pembelaan diri. Malahan Van Swieten meneruskan menulis setelah Jenderal Gerardus Petrus Booms menyebutnya "gila" ketika jenderal yang sudah pensiun itu mengkritik ekspedisi kedua itu yang dianggap "gagal sebagian" .

Arus berbalasan dokumen terjadi dan peristiwa ini dikenal sebagai "Perang Kertas". Dokumen tersebut tak hanya untuk atau menentang penilaian Van Swieten namun juga terus pada peran GubJen Loudon, keputusannya atas menyatakan perang pada Aceh dan keputusannya pada seorang jenderal yang sudah pensiun yang sudah pensiun namun dipanggil lagi karena kedudukannya yang penting. Van Swieten meninggal dalam usia 81 tahun.

No comments:

Post a Comment