Wednesday, January 1, 2014

Anak-anak Tanah



Anak-anak Tanah




Dahulu kala ada seorang tukang sepatu. Karena kesalahannya, ia telah jatuh miskin. Pada akhirnya, ia hanya tinggal memiliki sehelai kulit. Hanya cukup untuk sepasang sepatu.

Pada sore hari, kulit itu dipotong menurut ukuran. Ia berniat, esok paginya akan dijahit. Karena ia berhati bersih, ia segera tidur dengan tenang.

Esok paginya, ketika ia bangun, ia segera pergi ke meja kerjanya. Alangkah herannya ia, ketika melihat, bahwa kulitnya telah selesai dijahit! Ia tidak dapat mengerti, bagaimana itu bisa terjadi.

Kedua sepatu itu dipungut lalu diamati. Setelah diteliti, sepatu itu dijahit oleh tangan yang ahli. Tak ada cacat sedikitpun pada jahitannya!


Tak lama kemudian, datang seorang pembeli. Pembeli itu merasa sangat puas, sehingga ia mau membayar lebih dari seharusnya.

Uang yang diterima dari hasil sepasang sepatu itu, lalu dibelikan sehelai kulit. Cukup untuk dua pasang sepatu. Sorenya kulit itu dipotongnya menurut ukuran. Kemudian diletakkan di meja kerja. Ia berniat, akan menjahitnya besok pagi.

Ia tak perlu mengerjakannya! Karena ketika esoknya ia duduk di meja kerja, dua pasang sepatu itu telah selesai. Rapi dan bagus, tak ada cacat sedikitpun.

Tak lama kemudian datang pembeli-pembeli. Merekapun amat puas melihat sepatu itu. Mereka membayar lebih dari seharusnya. Uang hasil penjualannya, cukup buat membeli kulit, untuk empat pasang sepatu.

Kejadian serupa terulang lagi. Keesokan harinya, empat pasang sepatu telah selesai. Rapi dan bagus. Begitulah setiap malam terjadi. Jika sore hari, tukang sepatu itu memotong kulit, pagi harinya telah selesai dijahit.

Dengan demikian, tukang sepatu suami isteri itu mendapatkan nafkah yang baik. Tidak heran, tak berselang lama, mereka menjadi kaya.

Pada suatu sore, beberapa hari menjelang natal, ia memotong laig kulit untuk sepatu.

Setelah selesai, ia berkata kepada isterinya, "Bagaimana, bu, pikiranmu? Nanti malam kita coba mengetahui, siapa sebenarnya yang telah membantu kita."

Isterinya setuju. Ia mematikan lampu. Setelah itu, mereka bersembunyi di balik tirai pintu.

Pada tengah malam, datanglah dua orang bertubuh sangat kecil. Besarnya tak lebih dari boneka mainan anak kecil. Keduanya telanjang tak berpakaian selembarpun. Mereka langsung melompat naik ke meja kerja.

Dengan sangat cekatan, mereka bekerja. Menjahit dan memaku mengerjakan sepatu. Mereka bekerja sangat cepat, tetapi hasilnya sangat rapi.

Tukang sepatu melongo melihatnya. Matanya terbelalak karena heran. Kedua anak tanah itu tak berhenti sedetikpun. Dalam waktu yang amat singkat, pekerjaan telah selesai. Kemudian mereka menghilang. Begitu saja tak berbekas, bagaikan ditelan tanah.

Kessokan hari, si isteri berkata, "Anak-anak tanah yang baik budi itu telah membuat kita kaya. Sebaiknya, kita harus menunjukkan terima kasih. Mereka selalu tak memakai baju, tentunya merasa dingin. Bagaimana pikiranmu pak? Masing-masing sehelai baju dan celana. Engkau harus membuatkan dua pasang sepatu yang mungil untuk mereka."

Tukang sepatu sangat setuju. Mereka segera melaksanakan pikiran yang baik itu. Ketika sore tiba, pakaian itu telah selesai. Pakaian itu diletakkan di atas meja kerja. Mereka sendiri lalu bersembunyi di balik tirai pintu.

Pada tengah malam, kedua anak tanah itu muncul lagi. Mereka segera melompat naik ke atas meja kerja. Mereka heran, tak melihat potongan kulit untuk sepatu. Makin heran lagi mereka melihat dua pasang pakaian yang mungil-mungil. Mereka tampak sangat girang.

Dengan cepat mereka berpakaian sambil bernyanyi-nyanyi, "Bukankah kami kini jadi anak manis dan cekatan? Apa perlu, apa guna lebih lama menjadi tukang?"

Mereka menari-nari dan melompat-lompat di sepanjang ruang kerja. Dengan gembira mereka meloncat-loncat di antara kursi dan meja. Dengan rasa yang meluap kegirangan, mereka lalu lenyap menghilang.

Mulai saat itu, tukang sepatu dan isterinya tak pernah lagi melihat mereka kembali. Meskipun demikian, tukang sepatu itu selalu baik keadaannya. Sepatunya selalu laris. Pembelipun berdatangan dari seluruh negeri.

No comments:

Post a Comment