Wednesday, January 1, 2014

Berkelana Mencari Air Kehidupan


Berkelana Mencari Air Kehidupan



Dahulu kala ada seorang raja yang sakit keras. Penyakitnya sudah parah sekali. Orang mengira, dia sudah tidak bisa sembuh lagi.

Raja itu mempunyai tiga orang putera. Yang pertama bernama Alonso, yang kedua Pedro dan yang ketiga Paulo. Melihat keadaan ayah mereka, ketiganya menjadi sedih sekali. Sering mereka duduk menangis di tempat yang tersembunyi dalam taman istana.

Pada suatu hari, seperti biasa, mereka berkumpul di taman, termenung sedih, mata berkaca-kaca. Tiba-tiba muncullah seorang kakek di hadapan mereka.



“Mengapa kalian bersedih hati?” tanya orang tua itu.

Lalu ketiga putera raja menceritakan kesusahan yang sedang mereka derita. Ayah mereka sakit keras dan segera akan meninggal dunia. Sebab tidak ada obat manjur yang bisa menyembuhkannya.

Orang tua itu menjawab, “Oo, kalau hanya itu saja, kalian tak usah takut dan sedih. Aku tahu obatnya, yaitu air kehidupan. Kalau raja minum air itu, pasti dia akan sembuh kembali. Cuma, memang sukar seklai memperoleh air kehidupan itu.”

Alonso, putera raja yang sulung, berkata, “Kalau begitu, aku akan mencari air itu sampai dapat.”

Lalu ia menghadap ayahnya yang terbaring di ranjang. Alonso minta ijin untuk pergi mencari air kehidupan. Sebab ia pun yakin, hanya air itulah yang bisa menyembuhkan ayahnya.

“Tidak,” kata raja.

“Kau akan menemui banyak sekali bahaya dalam perjalanan. Tidak usah saja. Biarlah aku mati.”

Tetapi Alonso terus membujuk ayahnya. Akhirnya raja setuju juga.

Dalam hati Alonso berpikir begini, “Kalau aku berhasil menemukan air kehidupan, ayah tentu akan sembuh. Tapi, yang lebih penting lagi adalah aku pasti akan menjadi putera kesayangan ayah. Dan aku akan mewarisi seluruh kerajaan ayah.”

Alonso mengadakan persiapan seperlunya, lalu berangkat.

Belum lama menempuh perjalanan, ia bertemu dengan orang cebol. Si Cebol menyapanya dan bertanya, “Tuan hendak ke mana? Mengapa begitu tergesa-gesa?”

Dengan ketus putera raja menjawab, “Kau tidak perlu tahu. Itu urusanku sendiri!”

Dan Alonso berjalan terus. Si Cebol marah dan mengutuk putera raja yang tidak sopan itu.

Tidak berapa lama kemudian, Alonso sampai di celah gunung-gunung. Makin jauh dia berjalan, celah itu semakin sempit. Sampai akhirnya tidak ada jalan lagi. Alonso terjepit di antara gunung-gunung yang tinggi.

Sementara itu raja yang sakit, menunggu-nunggu Alonso. Tetapi putera sulung itu tidak kembali.

Kini puteranya yang kedua, Pedro, menghadap ayahnya.

“Ayah,” katanya.

“Ijinkan aku sekarang pergi, mencari air kehidupan.”

Dalam hati Pedro berpikir, “Kalau kakakku sudah meninggal, pasti akulah yang akan mewarisi kerajaan ayah.”

Mula-mula raja tidak mengijinkan Pedro pergi. Tetapi anak itu terus mendesak. Akhirnya raja setuju.

Pedro berangkat melalui jalan sama, yang juga dilalui kakaknya. Di tengah jalan ia pun bertemu dengan orang cebol. Si Cebol menyapanya, hendak kemana dan mengapa kelihatan tergesa-gesa.

“Kau tidak usah tahu. Itu bukan urusanmu,” kata Pedro kasar.

Dan ia pun berjalan terus. Juga Pedro kena kutukan si Cebol. Dan tak lama kemudian dia pun mengalami nasib yang sama seperti kakaknya, terjepit di celah gunung-gunung yang tinggi.

Tidak bisa maju dan juga tidak bisa mundur. Itulah balasan bagi orang yang sombong.

Karena Pedro juga tidak kembali, maka Paulo, putera yang bungsu, menghadap ayahnya. Juga si bungsu minta ijin mencari air kehidupan. Mula-mula raja menolak. Tapi setelah didesak-desak, ia memperkenankan Paulo pergi juga.

Di tengah jalan, si bungsu pun bertemu dengan si cebol. Dan orang cebol itu mengajukan pertanyaan yang sama pula, akan kemana dan mengapa begitu tergesa-gesa.

Paulo berhenti, lalu menjawab dengan ramah, “Aku mencari air kehidupan. Sebab ayahku sakit parah.”

“Tahukan tuan, di mana tempat air kehidupan itu?” tanya si Cebol.

“Tidak, aku tidak tahu,” sahut Paulo.

“Baik. Tuan berlaku sopan. Tidak angkuh seperti kedua kakak tuan, maka aku rela menolong. Akan kutunjukkan tempat air kehidupan itu. Air itu memancar dari sebuah sumber di halaman sebuah istana yang keramat. Tetapi untuk bisa sampai ke sana, ada syaratnya. Terimalah ini,” kata si Cebol sambil memberikan sebatang tongkat besi dan dua potong roti.

“Dengan tongkat besi ini, ketuklah pintu gerbang istana tiga kali. Maka pintu akan terbuka sendiri.Setelah pintu gerbang terbuka, tuan akan melihat dua ekor singa ganas, terbaring di depan pintu. Mulutnya menganga. Berilah dua ekor binatang itu masing-masing sepotong roti. Dan seketika itu juga, mereka akan menjadi tenang dan jinak.

Setelah itu cepat-cepatlah tuan masuk halaman istana. Lalu timbalah air kehidupan dari sumbernya. Air itu harus tuan ambil sebelum lonceng berbunyi pada pukul dua belas. Jangan sampai terlambat. Kalau sampai terlambat sedikit saja, pintu gerbang akan tertutup dan tuan akan terkurung.”

Paulo mengucapkan terimakasih, mengambil tongkat dan roti pemberian si Cebol, lalu meneruskan perjalanan. Ia tiba di tempat tujuan dan keadaan di sana tepat seperti yang sudah dikatakan oleh si Cebol.

Pintu gerbang istana ia ketuk tiga kali. Dan terbukalah pintu itu. Dilihatnya dua ekor singa. Paulo memberi kedua binatang itu sepotong roti, lalu bergegas masuk.

Mula-mula Paulo sampai di sebuah ruangan besar. Di situ ia menjumpai beberapa pangeran yang terkurung akibat kutukan. Mereka memakai cincin. Paulo melepaskan cincin-cincin itu dari jari mereka, lalu membawanya pergi. Di situ ia juga menemukan sebilah pedang dan sepotong roti, itu diambilnya juga.

Sesudah itu, Paulo masuk sebuah ruangan lagi dan bertemu dengan seorang puteri yang amat cantik.

Sang Puteri menciumnya dan berkata, “Terimakasih! Kau adalah penyelamatku.”

Lalu ia menyatakan bersedia menjadi isteri Paulo kalau pangeran ini mau kembali ke tempat puteri itu setahun lagi. Sang puteri menambahkan, bahwa kini Paulo harus cepat-cepat menimba air kehidupan sebelum pukul duabelas.

Paulo berjalan terus dan akhirnya sampai di sebuah kamar yang indah. Dalam kamar itu ada sebuah tempat tidur yang bagus, Rupanya baru saja diatur dengan rapinya.

Karena merasa letih sekali, Paulo ingin istirahat sebentar. Ia membaringkan diri di atas ranjang yang bagus itu lalu tertidur.

Setelah beberapa waktu ia terjaga. Ia melihat jam, sudah pukul dua belas kurang seperempat. Cepat-cepat Paulo melompat dari tempat tidur, lari ke sumber dan menimba air kehidupan.

Air itu ia masukkan ke dalam sebuah kendi kecil yang ditemukannya di dekat sumber air kehidupan itu. Lalu ia lari keluar meninggalkan istana. Lonceng berbunyi tepat pukul dua belas malam ketika ia melewati pintu gerbang istana. Begitu Paulo lewat, pintu itu segera menutup dengan suara keras.

Paulo merasa gembira sekali, karena berhasil memperoleh air kehidupan. Di tengah jalan, ia bertemu lagi dengan si Cebol.

Melihat pedang dan roti yang dibawanya, si Cebol berkata, “Itu harta yang sangat berharga! Dengan pedang itu, tuan bisa mengalahkan semua bala tentara musuh. Dan roti ini tidak bisa habis dimakan.

Pada saat itu Paulo teringat pada kedua kakaknya. Ia tidak mau kembali ke istana ayahnya tanpa mereka.

Maka ia bertanya kepada si Cebol, “Barangkali kau bisa menunjukkan, di mana kedua kakakku berada. Mereka berangkat duluan mencari air kehidupan, tapi tidak kembali.”

“Aku tahu,” jawab si Cebol.

“Mereka terjepit di celah gunung yang tinggi. Aku telah mengutuk mereka, sebab mereka bersikap sombong terhadapku.”

Paulo minta maaf dan mohon dengan sangat agar kedua kakaknya dibebaskan. Lama sekali ia membujuk si Cebol. Sampai akhirnya terkabul juga permintaannya.

Tetapi si Cebol memperingatkan, “Hati-hatilah terhadap kedua kakak tuan, sebab mereka berdua jahat.”

Ketika kedua kakaknya sudah datang, Paulo senang sekali. Dan ia menceritakan hasil perjalanannya kepada Alonso dan Pedro.

“Aku sudah berhasil menemukan air kehidupan. Kini kusimpan dalam kendi kecil ini. Dan aku telah menyelamatkan seorang puteri yang cantik sekali. Puteri itu menungguku di istananya setahun lagi. Aku akan kembali ke sana, menikah dengannya dan akan mewarisi kekayaan yang luar biasa besarnya,” cerita Paulo.

Kini ketiga bersaudara berangkat bersama-sama, meneruskan perjalanan pulang ke negeri asal. Di tengah jalan mereka tiba di sebuah negeri yang sedang dilanda peperangan sengit dan menderita kelaparan hebat. Bencana perang dan kelaparan begitu dahsyat, sehingga raja negeri itu mengira, tentu sudah hampir kiamat.

Paulo menghadap raja itu dan meminjamkan pedang sakti kepadanya. Ia pun meminjamkan roti keramatnya. Dalam sekejab mata saja, raja itu sudah berhasil mengalahkan semua musuhnya. Dan dapat memberi makan seluruh penduduk negerinya sampai melimpah-limpah.

Setelah itu Paulo mengambil kembali pedang sakti dan roti keramatnya. Lalu bersama kedua kakaknya ia meneruskan perjalanan. Sampailah mereka di negeri kedua.

Negeri kedua ini juga tertimpa malapetaka perang dan kelaparan seperti negeri pertama tadi. Paulo meminjamkan lagi pedang da nrotinya kepada raja di situ.

Sampai tiga kali Paulo menjumpai negeri yang dilanda perang dan kelaparan. Dan setiap kali ia menolong raja yang memerintah disitu, dengan meminjamkan pedang sakti dan roti keramatnya.

Kini ketiga putera raja naik kapal dan berlayar menuju negeri asal mereka sendiri.

Tengah berlayar, Alonso dan Pedro berunding, “Adik kita berhasil mendapatkan air kehidupan, sedangkan kita tidak. Pasti ayah akan mewariskan seluruh kerajaan kepadanya dan bukannya kepada kita. Kita berdua rugi besar.”

Keduanya sangat irihati. Mereka bersepakat hendak membinasakan adiknya sebelum mereka tiba kembali di negeri asal.

Pada suatu ketika Paulo sedang tidur nyenyak. Diam-diam Alonso dan Pedro mengambil air kehidupan, lalu menuangkannya ke dalam sebuah kendi lain. Kendi yang dibawa Paulo, mereka isi dengan air laut.

Ketiga putera raja akhirnya sampai di istana mereka. Dengan sangat gembira, pangeran bungsu membawa kendinya ke ranjang ayahnya.

“Ayah, minumlah segera air kehidupan ini. Biar ayah lekas sembuh,” kata Paulo yang tidak tahu bahwa air kehidupannya sudah dicuri kedua kakaknya.

Apa yang terjadi? Baru saja mencicipi air itu seteguk dari kendi, raja menjadi lebih parah sakitnya. Ia mengeluh dan mengaduh. Dan berkatalah Alonso dan Pedro, bahwa si bungsu mungkin berniat meracuni ayahnya.

“Kamilah yang membawa air kehidupan yang asli. Air itu pasti bisa menyembuhkan ayah,” kata mereka.

Begitu raja minum air yang dibawa oleh Alonso dan Pedro, ia sembuh kembali, merasa sehat dan segar bugar seperti waktu muda.

Sesudah itu kedua putera raja itu memanggil si bungsu.

Kata mereka, “Paulo, lihat sekarang. Kau yang bersusah payah mencari dan menemukan air kehidupan, tapi kami yang mendapat hadiahnya. Kau kurang hati-hati! Ketika kau sedang tidur nyenyak dikapal, air itu kami ambil. Lalu isi kendimu kami ganti dengan air laut.”

“Kau bercerita tentang puteri cantik yang telah kau selamatkan. Nah, satu tahun lagi salah seorang dari kami akan menikahi puteri itu. Ingat baik-baik. Jangan ceritakan semua ini kepada siapa pun. Apalagi kepada ayah. Beliau pasti tidak akan percaya omonganmu. Awas! Kalau sampai berani buka mulut, jiwamu akan melayang. Kalau mau tetap selamat, tutup mulut saja!”

Raja marah sekali, karena mengira si bungsu memang berniat membunuhnya. Ia lalu mengumpulkan semua penasehatnya. Setelah mendengar pendapat mereka , raja memutuskan agar Paulo ditembak mati secara rahasia.

Pada suatu hari, si bungsu hendak berburu. Ia sama sekali tidak menduga bahwa ada renca rahasia untuk membunuhnya. Raja memerintahkan seorang abdinya, yaitu kepala pemburu, untuk menemani Paulo.

Mereka berdua kini sudah berada di tengah hutan. Dengan muka sedih kepala pemburu memandang putera raja.

Paulo heran dan bertanya, “Pemburu etia, mengapa kau tampak begitu sedih? Ada apa?

Pemburu menjawab, “ Aku tidak bisa mengatakannya. Tetapi diam pun aku tak bisa.”

“Katakan saja. Aku tidak akan gusar karenanya,” kata Paulo.

“Aku harus menembak mati tuanku,” sahut si pemburu.

“Raja sendiri yang memerintahkan itu.”

Paulo sangat terkejut.

Katanya, “Jangan bunuh aku, pemburu yang baik hati. Kau kuberi pakaian kebangsawananku ini dan aku akan engenakan pakaianmu yang sederhana itu.”

“Baik , tuanku. Dengan senang hati kupenuhi kemauan tuanku,” jawab si pemburu.

“Aku tidak mau menembak mati tuanku.”

Keduanya bertukar pakaian. Setelah itu si pemburu pulang ke istana, sedangkan Paulo pergi sendirian, masuk huta lebih jauh lagi.

Beberapa waktu kemudian datanglah tiga buah kereata di istana raja. Ketiga kereta itu penuh emas dan intan permata yang mahal-mahal. Semuanya dialamatkan kepada Paulo, putera raja yang bungsu. Harta kekayaan itu adalah kiriman dari ketiga orang raja, yang pernah ditolong oleh si bungsu, yaitu dengan meminjamkan pedang sakti dan roti keramatnya. Harta sebanyak itu dikirim sebagai tanda terima kasih dan balas budi.

Ayah Paulo lantas berpikir, “Jangan-jangan si bungsu sebenarnya tidak bersalah!”

Lalu raja berkata kepada abdi-abdi yang setiap hari mendampinginya, “Tapi, oh sayang, dia sudah mati. Sungguh menyesal aku, telah menyuruh membunuhnya.”

“Dia masih hidup, Baginda,” kata kepala pemburu, yang dulu diperintahkan membunuh Paulo.

“Saya tidak sampai hati melaksanakan perintah Sri Baginda.”

Lalu ia menceritakan kepada raja, apa yang terjadi di dalam hutan.

Berubahlah hati raja. Segera ia mengeluarkan pengumuman kepada seluruh rakyat.

Isinya mengatakan kepada seluruh rakyat. Isinya mengatakan bahwa puteranya yang bungsu tidak bersalah. Dalam pengumuman itu pun raja meminta agar Paulo segera kembali ke istana. Ia tidak perlu takut apa-apa lagi.

Kini kita kembali ke puteri cantik di istana keramat. Ia menyuruh para abdi membuat jalan dari emas murni di depan istananya.

Kepada para pelayan, sang puteri berpesan, “Aku sedang menanti pangeran yang akan menjadi suamiku. Jika ada seorang pemuda datang kemari dan ia langsung menuju istana, dia itulah pangeran sejati yang akan mempersuntingku sebagai isteri. Bukakan dia pintu. Tetapi kalau pemuda itu tergelincir di jalan emas, atau kalau dia menghindari jalan emas dan memilih lewat jalan samping, maka ia bukanlah pangeran yang sebenarnya. Karena itu jangan sekali-sekali kau bukakan pintu.”

Beberapa waktu kemudian, putera raja yang sulung, Alonso berpikir, “Lebih baik aku sendirilah yang menikahi puteri cantik di istana keramat itu.”

Dan ia akan dapat memperisterinya, serta memperoleh kekayaan yang luar biasa. Demikianlah pikir Alonso. Maka berangkatlah ia menuju istana, tempat tinggal sang puteri.

Setibanya di depan istana, ia melihat jalan emas yang licin dan berkilau-kilau.

Alonso berpikir, “Sungguh sayang sekali, kalau aku sampai berjalan di atas jalan bagus ini.”

Maka ia berjalan di samping jalan emas, menuju pintu gerbang istana. Sesuai dengan pesan sang puteri, para pelayan istana tak mau membukakan pintu.

“Kau bukan pangeran sejati yang dinanti-nantikan sang puteri,” kata mereka.

Tidak lama kemudian datanglah Pedro. Juga pangeran kedua ini ingin mengadu nasib, kalau-kalau bisa mempersunting puteri cantik dari istana keramat itu.

Baru saja kudanya mau menginjak ujung jalan emas, Pedro berpikir, “Ah sayang sekali kalau permadani yang bagus ini, sampai diinjak-injak kaki kuda.”

Karena itu Pedro memilih lewat di sebelah jalan emas. Tetapi ketika sampai di muka pintu gerbang, para pelayan istana tidak mau membukakan pintu. Sebab, kata mereka, dia bukan pangeran yang dinanti-nantikan puteri.

Sesudah lewat satu tahun, putera raja yang bungsu, Paulo, meninggalkan tempat persembunyiannya. Ia berangkat pergi, ingin menemui puteri kekasihnya, untuk mencurahkan segala duka derita hatinya.

Sang Pangeran mengendarai kuda menuju istana sang puteri. Selama perjalanan, pikirannya tidak lepas-lepas dari kekasihnya itu. Sampai-sampai dia tidak memperhatikan jalan emas yang terbentang di depan pintu gerbang istana. Maka kudanya berjalan lurus saja, melintasi jalan emas, langsung menuju pintu.

Segera Paulo dibukakan pintu. Dan ia pun segera masuk. Sang puteri menyambut kedatangan pangeran Paulo dengan gembira.

“Kaulah penyelamatku, karena itu kau berhak menjadi suamiku dan mewarisi seluruh kerajaan.”

Pesta yang mewah dan meriah diselenggarakan untuk merayakan pernikahan pangeran Paulo dengan puteri cantik dari istana keramat.

Selesai pesta pernikahan, sang puteri berkata kepada suaminya, “Aku ingin sekali bertemu dengan ayahmu,”

Maka berangkatlah mereka berdua.

Setiba di istana ayahnya, Paulo memperkenalkan isterinya. Lalu ia menceritakan kecurangan kedua kakaknya kepada ayahnya. Raja kini telah tahu duduk persoalannya. Ia marah sekali dan ingin menghukum alonso dan Pedro yang telah berbuat jahat. Keduanya melarikan diri dengan kapal. Mereka menghilang dan tidak pernah kembali lagi.

No comments:

Post a Comment