Wednesday, March 19, 2014

Batik Danar Hadi, dari Solo Kuasai Dunia



Batik Danar Hadi, dari Solo Kuasai Dunia



Batik sebagai pakaian asli Indonesia yang diakui Unesco membuat keberadaan pengusaha Batik di tanah Air tumbuh bak jamur di musim hujan. Tak hanya ratusan, keberadaan pembatik di seluruh antero negeri bisa mencapai ratusan ribu atau bahkan jutaan.

Salah satu merek batik yang cukup dikenal adalah Danar Hadi. Adalah H. Santosa, juragan batik asal kota Solo, Jawa Tengah yang telah berhasil membangun dan mengembangkan industri batik dengan merek dagang Danar Hadi ini.

Batik Danar Hadi memang sudah dikenal tidak hanya di Indonesia namun juga dikenal di pasar internasional. Dengan kualitas tinggi, mengantarkan merek batik Danar Hadi di jajaran elit di pasar batik nasional maupun global.

Namun kejayaan Danar Hadi tidak datang begitu saja. Sang pemilik, H. Santosa bersama isti membangun dari nol.

H. Santosa mulai merintis usaha Batik Danar Hadi pada tahun 1967, pada usia 26 tahun, tak lama setelah menikahi wanita idamannya, Danarsih.

Nama istrinya itu pula yang memberikan inspirasi Santosa dalam memberi nama usaha batiknya itu dengan mengambil dua suku kata pertama nama istrinya dan diembel-embeli dengan nama depan bapak mertua (ayah istrinya). Jadilah nama Batik Danar Hadi sebagai merek batik produksi Santosa.

Saat itu Santosa muda masih mengenyam pendidikan sebagai mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, Bandung. Namun desakan ekonomi mendorong Santosa untuk memfokuskan pada usaha batiknya. Asyik bergelut usaha, membuat Santosa harus rela meninggalkan skripsinya.

Keputusan Santosa terjun ke dunia usaha batik tergolong sangat berani mengingat situasi ekonomi saat itu sedang tidak kondusif sehingga banyak pembatik gulung tikar akibat permintaan pasar yang lesu.

Namun kondisi itu tidak menyurutkan tekad Santosa untuk mengembangkan usaha batiknya, karena dia yakin usaha batik di dalam negeri akan kembali bergairah jika dikemas apik dengan sentuhan-sentuhan inovastif sesuai selara pasar.

Bagi Santosa, dunia batik memang bukan barang baru. Keluarga besarnya memang sudah mengenal batik sejak puluhan tahun silam.  Kakeknya, Wongsodinomo dikenal warga Solo sebagai pembatik. Begitu halnya dengan sang istri yang berasal dari keluarga pengusaha batik.

Kondisi ini ternyata memberi inspirasi Santosa mengembangkan kreatifitasnya mengelola usaha batik. Dengan kemauan keras serta pengetahuan manajemen perusahaan selama duduk di bangku kuliah, Santosa berhasil mengembangkan desain inovasi batik.

Dengan berbagai sentuhan desain dan motif baru hasil pengembangan Santosa, pasar batik di dalam negeri kembali bergairah. Setahap demi setahap merek Batik Danar Hadi mulai dikenal konsumen hingga akhirnya dikenal secara luas di masyarakat. Sukses yang dicapai Santosa ini menjadi acuan para pengusaha batik lainnya. Perlahan tapi pasti, pengusaha batik baru pun mulai bermunculan.

Di awal debutnya bisnis batik, Santosa hanya mempekerjakan 20 orang karyawan yang terdiri dari pembatik, pencelup dan penggambar motif. Kegiatan usaha batik Santosa diawali dengan memproduksi batik tulis Wonogiren.

Di luar dugaan, batik tulis motif Wonogiren produksi perdana Santosa dengan merek Batik Danar Hadi laku keras di pasar. Sukses dengan batik tulis Wonogirennya, pada tahun 1968 Santosa membuka perkampungan batik di sekitar rumahnya yang dikelola oleh PT Batik Danar Hadi.

Pada 1970 Santosa juga mendirikan sentra usaha batik di Masaran, Sragen, Jawa Tengah. Selanjutnya pada tahun 1975 Santosa juga mendirikan sentra usaha batik di Pekalongan yang memproduksi berbagai jenis dan motif batik.

Untuk mempromosikan penggunaan kain batik untuk pakaian, Santosa pun mulai menggelar sejumlah kegiatan peragaan busana (fashion show) yang menggunakan kain batik seperti di sejumlah hotel di Singapura, di Hotel Indonesia, dan Hotel Borobudur Jakarta dan tempat lain. Santosa juga melakukan kerjasama dengan sejumlah desainer seperti Hari Darsono dan Prayudi dalam menggelar sejumlah fashion show.

Selain itu, Santosa pun mulai melirik bisnis ritel kain dan pakaian jadi batik dengan membuka sejumlah outlet seperti di Jl. Raden Saleh dan kawasan Tebet, Jakarta (tahun 1975). Selain di Jakarta, (kini juga ada di Jl. Melawai Raya dan Jl. Wijaya I), kini outlet-outlet tersebut sudah berkembang ke berbagai kota lain seperti Semarang, Yogyakarta, Medan, Surabaya, dan Bali. Bahkan Santosa sempat membuka sejumlah outlet di luar negeri, seperti di Singapura dan di Jedah.

Ekspor batik yang kini dilakukan Santosa secara rutin antara lain ke Amerika Serikat, Italia dan Jepang. Kini pria kelahiran Solo, 7 Desember 1941, anak ke-5 dari 10 bersaudara putra dari pasangan dr. Doelah dan Ny. Fatimah ini telah memiliki sekitar 30 tenaga desainer.

Dengan berbagai keunggulan, ayah empat anak ini yakin batik Indonesia masih bisa terus berkembang asalkan industri batik di dalam negeri bisa mengikuti selera pasar.

Karena batik itu bukan hanya untuk dipakai sendiri tapi oleh konsumen. Karena itu, industri batik harus mengikuti selera konsumen. Industri batik Indonesia juga tidak boleh dibiasakan untuk meniru, sebaliknya harus selalu terpacu untuk membuat sesuatu yang baru. Karena aspek originalitas itu selalu mempunyai tempat tersendiri di pasar.

Untuk melestarikan budaya dan seni batik nasional, pada tahun 1999 Santosa mendirikan museum batik di kota Solo yang lokasinya persis di samping rumah kediamannya. Museum batik Danar Hadi itu kini memiliki lebih dari 10.000 koleksi batik dari berbagai daerah di seluruh Indonesia disamping koleksi motif batik produksi Danar Hadi sendiri. (Dim)

No comments:

Post a Comment