Friday, January 22, 2016

MENDAKI LAWU VIA CETHO



Mendaki gunung lawu, yang terletak di dekat tempat wisata Tawangmangu. Gunung ini ada di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dengan ketinggian 3265 Mdpl, gunung ini sangat menantang untuk dijelajahi.  Pendakian Gunung Lawu dapat melewati beberapa jalur, antara lain jalur Cemoro Kandang, Candi Cetho, Tambak ( Jawa Tengah ) serta Cemoro Sewu dan Jogorogo ( Jawa Timur ) itu beberapa jalur yang paling umum dan sering didaki.

Mendaki Lawu via Candi Cetho
Jalur pendakian lain yang dapat dijadikan alternatif saat mendaki ke Lawu adalah jalur pendakian lewat candi cetho. Dengan pesona alam luar biasa serta suguhan sebuah komplek candi..
Candi Cetho adalah sebuah candi bercorak agama Hindu peninggalan masa akhir pemerintahan Majapahit. Laporan ilmiah pertama mengenainya dibuat oleh Van de Vlies pada 1842.

Candi Cetho (Ceto) adalah peninggalan dari abad ke 15 dan merupakan tempat pelarian Brawijaya V dari islamisasi di trowulan. Kampung sekitar yang tedapat di Candi Cetho adalah kampung dengan mayoritas penduduk yang beragama Hindu.

Candi Cetho terletak di ketinggian 1400 mdpl dan secara administratif berada di Dukuh Cetho, Desa Gemeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karang Anyar Jawa Tengah. Desa Gemeng memiliki potensi wisata yang besar karena banyak terdapat candi dan juga pesona kebun teh yang memiliki keunikan tersendiri.

Jalur lawu via candi cetho ini memang jarang didaki oleh karena itu sangat mengasyikkan jika mendaki melewati jalur yang satu ini. Jalur ini jauh lebih sepi dan lebih alami. Jalur pendakian sendiri terdiri dari hutan pegunungan yang heterogen, hutan pinus khas pegunungan, dan sabana yang luas. Seringnya kabut menyelimuti jalur ini menjadikan pemandangan makin eksotis terutama di padang sabana. Tak heran beberapa pendaki menyebut jalur ini sebagai surga tersembunyi Gunung lawu.

Akses Candi Cetho menggunakan angkutan umum
Dari Terminal Tirtonadi Solo menuju ke Terminal  Karang Pandan  menggunakan  Bus  jurusan Solo – Tawangmangu ( Rp. 6000- Rp. 10.000). Dilanjutkan dari Terminal Karang Pandang menuju ke  Terminal Kemuning menggunakan angkutan desa/bus kecil (Rp. 5000 – Rp. 8000 ).  Kemudian dari Terminal Kemuning menuju Candi Cetho naik Ojek (Rp. 10.000 – Rp. 15000). Jika menggunakan angkutan umum sebaiknya Anda memperkirakan waktu eberangkatan, karena jam opersional angkutan pedesaan sangat terbatas. Malam hari angkutan sudah tidak ada yang beroperasi.

Akses lain adalah dengan mencarter mobil atau taxi dari Terminal Tirtonadi Solo menuju Candi Cetho. Harga tergantung negosiasi dengan sopir.

Menuju Candi Cetho
Setelah dari  turun dari kendaraan akan terlihat loket penjualan tiket masuk komplek candi. Dari situ pendaki akan langsung disambut jajaran anak tangga menuju komplek Candi Cetho. Dengan menaiki anak tangga tersebut perlahan-lahan hamparan peninggalan candi hindu itu mulai tersingkap. Gapura yang berdiri menjulang dengan anggun di bawah langit akan langsung membawa ingatan kita pada gapura-gapura di Pulau Dewata, Bali.Kawasan ini sangat bersih dan terjaga. Berbagai ornamen bergaya hindu peninggalan masa itu sangat jelas terlihat. Dua buah patung penjaga yang berbentuk mirip dengan patung pra sejarah berdiri membisu di bawahnya. Kawasan candi ini membentang pada sebuah lahan berundak dan dibangun pada akhir kekuasaan Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Raja Brawijaya V. Di salah satu terasnya terdapat susunan batu dengan pahatan berbentuk matahari yang menggambarkan Surya Majapahit, lambang Kerajaan Majapahit. Candi ini pertama kali ditemukan sebagai reruntuhan batu dengan 14 teras berundak. Namun sekarang hanya tertinggal 13 teras, 9 diantaranya telah dipugar.

Sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa, candi ini dihiasi dengan arca phallus yang menjadi symbol Siwa. Terdapat juga patung Brawijaya V serta penasehatnya dan susunan batu berbentuk lingga dan yoni berukuran dua meter. Bangunan utama berbentuk trapesium berada di teras paling atas. Sampai saat ini Candi Cetho masih dipergunakan oleh penduduk sekitar sebagai tempat beribadah. Mereka meletakkan sesajen di arca-arca kemudian naik ke teras tertinggi untuk ritual keagamaan. Harum bunga sesaji dan dupa ditambah dengan kabut yang sering turun menyelimuti area candi memberi kesan mistis.

Menuju Candi Kethek

Keluar dari komplek Candi Cetho melewati jalan setapak kecil Anda akan melewati jajaran warung penjual makanan di sepanjang jalan. Kemudian akan berlanjut menuju hamparan rerumputan yang mulai menanjak. Tak berapa lama komplek Candi kethek akan terlihat. Candi ini berupa bebatuan yang tersusun dan di tengahnya terdapat anak tangga.

Mendaki Gunung Lawu

Persiapan mendaki dimulai dari sini. Jalur mulai sedikit naik, melewati hamparan rerumputan yang di tumbuhi semak dan pohon – pohon yang tidak terlalu tinggi. Melewati perkebunan milik warga kemudian masuk menuju ke hutan. Perjalanan sekitar 1 jam kita akan sampai di sebuah shelter yang terbuat dari anyaman bambu yang kondisinya sudah mulai rusak. Inilah pos I, pendaki tidak disarankan mendirikan tenda disini karena menurut warga setempat rawan longsor.

Setelah istirahat beberapa saat, kita dapat melanjutkan perndakian ke Pos II (Brak Seng). Pendakian ini menyusuri punggungan yang makin lama makin menanjak, walaupun tidak seberapa terjal. Dengan dihiasi tanaman arbei hutan di sepanjang perjalanan. Hutan dijalur ini semakin rapat sehingga perjalanan tidak terlalu panas. Walaupun udara bertiup cukup kering.

Sekitar 45 menit kemudian Pos II sudah mulai terlihat. Berupa sebuah shelter yang mirip gubug yang terbuat dari bambu dengan atap dianyam. Di apit oleh dua buah pohon yang menjulang tinggi, sehingga sangat rindang untuk beristirahat. Di lokasi ini pendaki dapat mendirikan sekitar 2 -3 tenda, jika memutuskan untuk beristirahat.
Perjalanan dilanjutkan melewati hutan yang cukup rapat, dengan tanjakan yang semakin menguras stamina pendaki. Karena bukan jalur yang sering didaki, jalur disini terlihat lebih bersih. Tidak banyak sampah berserakan. Juga minim coretan-coretan diberbagai tempat yang biasanya dilakukan oknum pendaki yang suka iseng. Kira-kira 1 jam kemudian sampailah di Pos III (Cemoro Dowo). Disini terdapat shelter sederhana yang beratapkan seng. Di sini cukup unutk mendirikan 2 – 3 tenda untuk beristirahat.

Pendakian kembali berlanjut dengan tanjakan yang lebih menguras stamina. Dengan pohon-pohon yang menjulang tinggi, dikanan-kiri ditumbuhi akasia gunung. Langkah pendaki mulai pelan menyesuaikan irama detak jantung dan hembusan nafas. Satu jam lebih telah berlalu sampailah pendaki di pos IV (penggik) di apit oleh pohon tinggi menjulang mempersilahkan para pendaki untuk berteduh dan menarik nafas sejenak.

Menuju pos V (Buak Peperangan) jalur mulai sedikit melambung dikarenakan adanya tebing yang menghadang selepas pungungan dari pos IV. Jalur ini didominasi cemara gunung. Perjalanan cenderung landai sampai bertemu tebing yang tidak terlalu tinggi, baru kemudian sampai di hamparan sabana yang cukup luas menuju pos V

Dari pos ini pendaki terus akan melewati sabana, Terdapat sumber air, yaitu Tapak Menjangan yang hanya terisi air saat musim penghujan saja. Sumber air ini terdapat di jalur pendakian. Sabana luas ini berujung di hamparan hutan edelweiss sebelum akhirnya melewati pasar setan yang terdiri dari hamparan batu yang disusun-susun dan vegetasi pohon cantigi.

Hargo Dalem dan Hargo Dumilah
Dari pasar setan ini Hargo Dalem tidak seberapa jauh. Di tempat ini pendaki dapat singgah di warung Mbok Yem yang konon sudah puluhan tahun membuka warung ditempat itu. Dilokasi ini juga terdapat banyak petilasan. Tidak sedikit pula orang yang bersiarah, Sendang Drajat salah satu favorit karena pedaki dapat mengambil air disini, jika tidak kering.
Dari Hargo Dalem ke Puncak Hargo Dumilah hanya memakan waktu kurang dari 20menit. Disini terdapat tugu triangulasi yang menandakan puncak dan ketinggian Gunung Lawu 3.265 mdpl.

No comments:

Post a Comment