Belajar dari Kisah Sukses AirBnB
Satu lagi kisah sukses yang berpangkal dari ide bisnis yang sederhana dan dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Jika Anda belum pernah mendengar nama “AirBnB”, mungkin Anda akan bertanya perusahaan seperti apakah itu. Startup ini memang baru muncul beberapa tahun lalu dan makin bergaung akhir-akhir ini. Apa yang membuat AirBnB istimewa?
Konsep awal AirBnB terbentuk di San Fransisco sekitar bulan Oktober 2007. Sang CEO dan pendiri Brian Chesky dan kawannya Joe Gebbia menghadiri Konferensi Desain Industri kala itu dan dalam benaknya terlintas ide untuk mengakomodasi kebutuhan para peserta konferensi yang ingin menginap sementara dengan biaya yang terjangkau dan fasilitas yang terjamin. Chesky pun meluncurkan situs pertama AirBnB (yang memiliki kepanjangan “AirBed & Breakfast”) dengan harapan dapat memecahkan masalah tersebut sekaligus meraup untung dari para peserta yang kesulitan memesan kamar hotel di even-event besar. Usaha ini terus berkembang membidik para konsumen yang tenar. Uniknya, mereka tidak menggunakan bangunan milik sendiri untuk menampung konsumen tetapi mempertemukan para pelancong dan pemilik hunian yang akan disewakan secara real time. AirBnB makin diminati banyak orang karena mampu mendatangkan keuntungan pula bagi banyak pihak yang dilibatkan.
Untuk mendanai usahanya, Chesky menjual sereal sarapan edisi khusus yang menampilkan karakter kartun Presiden Barack Obama dan Senator John McCain. Meski harganya lumayan mahal (40 dollar per kotak sereal), AirBnB sanggup mengumpulkan lebih dari 30 ribu dollar dari penjualan sereal tersebut.
Menurut Chesky, tidak semua startup atau usaha baru harus mengandalkan pendanaan eksternal (investor) agar dapat berkembang. Jika mau berusaha dan bertindak kreatif, entrepreneur pemilik startup/ UKM sebenarnya dapat berkembang lebih baik dengan kemandirian. Metode pengumpulan modal dengan upaya sendiri yang dikenal dengan istilah “bootstrapping” juga tidak kalah penting. Di sinilah seorang entrepreneur kembali diuji tingkat inovasinya. Selain menghasilkan ide bisnis yang inovatif untuk produk dan layanan yang dijual, ia juga harus memikirkan cara mendanai bisnis tanpa investor, apalagi jika memang belum ada investor yang sesuai dengan karakter perusahaan atau selaras dengan misi dan visi pendiri.
“Bagi kami di AirBnB, keterbatasan modal membuat disiplin dan fokus makin meningkat,”kata Chesky dalam sebuah wawancara dengan GigaOM. Ini menjadi ironi tersendiri karena sebagian entrepreneur selalu mengeluhkan masalah ketiadaan modal uang dalam mendirikan usaha. Padahal mereka belum mencoba metode bootstrapping.
Ia juga menekankan pentingnya sebuah usaha baru dalam membangun pondasi bagi masa depannya. “Apa yang sebuah perusahaan baru lakukan di fase awalnya akan berpengaruh besar pada masa depannya,” tuturnya. Seperti pertumbuhan seorang manusia di masa bayi, di fase awal berdirinya sebuah perusahaan, entrepreneur harus bertindak layaknya seperti orang tua yang berupaya sebaik mungkin mendidik dan meletakkan landasan bagi perkembangan perusahaan di masa-masa setelahnya. Di masa ini, pembentukan karakter perusahaan dalam bentuk penyusunan budaya perusahaan amat krusial.
Apa yang membuat entrepreneur berbeda dari orang kebanyakan ialah tekad mereka untuk memecahkan masalah yang ada bukan hanya untuk diri mereka sendiri tetapi juga untuk masyarakat umum. “… [M]elalui inilah, sebuah peluang bisnis sering muncul,” tandas Chesky.
Kini setelah menapaki usia 4 tahun lebih, AirBnB makin mengukuhkan posisinya sebagai salah satu pemimpin dalam pasar komunitas global untuk penyewaan ruang tinggal sementara di lebih dari 182 negara dan 9000 kota di seluruh dunia. Semuanya berawal dari gagasan sederhana yang ditampik banyak orang tetapi kemudian sukses luar biasa. (*AP)
No comments:
Post a Comment