Monday, January 20, 2014

Diplomat Ulung Pahlawan Indonesia



Diplomat Ulung Pahlawan Indonesia




Mohamad RoemMr. Mohamad Roem (lahir di Parakan, Temanggung, 16 Mei 1908 – meninggal di Jakarta, 24 September 1983 pada umur 75 tahun) adalah seorang diplomat ulung dan salah satu pemimpin bangsa Indonesia pada masa Perang Revolusi. Selain itu ia juga pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Dalam negeri dan Menteri Luar Negeri Indonesia pada pemerintahan Presiden Soekarno.

Ia menempuh pendidikannya di Geneeskunding Hogeschool dan Rechts School (Sekolah Hukum) di Jakarta. Di zaman pergerakan nasional, Mr. Mohammad Roem aktif di berbagai organisasi seperti Jong Islamieten Bond dan Sarekat Islam. Di awal kemerdekaan beliau merupakan anggota delegasi Indonesia dalam Perundingan Linggarjati pada tahun 1946 dan Perundingan Renville pada tahun 1948.

Ia juga dikenal sebagai pemimpin delegasi Indonesia dalam perundingan Roem-Roijen pada tahun 1949, yang membahas mengenai luas wilayah Republik Indonesia. Dalam perundingan tersebut, pemerintah Belanda diwakili oleh Dr. Jan Herman van Roijen. Perundingan tersebut menghasilkan persetujuan Roem-Roijen yang ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949.

Jabatan:
· Menteri Dalam Negeri pada Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947)
· Pemimpin delegasi Indonesia dalam perundingan Roem-Royen (1949)
· Menteri Luar Negeri pada Kabinet Natsir (6 September 1950 - 20 Maret 1951)
· Menteri Dalam Negeri pada Kabinet Wilopo (3 April 1952 - 30 Juli 1953)
· Wakil Perdana Menteri I pada Kabinet Ali Sastroamidjojo II (24 Maret 1956)

Perjanjian Roem-Roijen (juga disebut Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama.

Hasil pertemuan ini adalah:
· Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya
· Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar
· Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta
· Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tawanan
perang

Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan keputusan:
· Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948
· Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak
· Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia

Pada 6 Juli, Sukarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke ibukota Yogyakarta. Pada 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan perjanjian Roem-van Roijen. Pada 3 Agustus, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia dimulai di Jawa (11 Agustus) dan Sumatera (15 Agustus). Konferensi Meja Bundar mencapai persetujuan tentang semua masalah dalam agenda pertemuan, kecuali masalah Papua Belanda.

No comments:

Post a Comment