Batik Cetak Naik, Bisnis Batik Tulis Garut Lesu
Sebagai produk warisan nenek moyang, batik tulis garut pernah mengalami masa jaya antara tahun 1967 sampai 1985. Saat itu, tercatat tidak kurang dari 126 unit usaha yang memproduksi batik tulis garut.
Di antaranya, semakin maraknya produksi batik cap, kurangnya minat generasi penerus pada usaha batik tulis, ketidaktersediaan bahan dan modal, serta lemahnya strategi pemasaran.
Salah seorang perajin batik tulis garut adalah Aang Melani. Ia meneruskan usaha batik tulis yang sudah dirintis orang tuanya sejak tahun 1979.
Aang bilang, permintaan terhadap batik tulis produksinya kini mulai turun. Hal itu mulai terasa sejak marak beredar produk batik cap.
Permintaan yang turun itu harus diperebutkan oleh puluhan perajin batik saat ini masih bertahan. "Jadi, harga harus kompetitif jika usahanya tetap mau dipertahankan," ujar Aang.
Saat ini, Aang memproduksi batik kain katun dan kain sutra. Kain batik katun dibanderol seharga
Rp 800.000 - Rp 1 juta per potong. Sementara, batik dari kain sutra dibanderol seharga Rp 1,5 juta hingga Rp 3,5 juta per potong. Dalam sebulan, Aang bisa memproduksi lima potong batik dari kain sutra.
Sementara, dari bahan katun, kemampuan produksinya sebanyak 15 potong. Omzetnya mencapai Rp 30 juta hingga Rp 40 juta per bulan.
Aang bercerita, jumlah produksi itu lebih rendah dibanding tahun 1990-an.
Saat itu, ia bisa memproduksi 10 potong kain batik sutra, dan 30 potong kain batik katun dalam sebulan.
Produsen batik tulis garut lainnya, Agus Suhada, mengakui, persaingan bisnis batik saat ini semakin ketat, terutama dengan kehadiran batik cetak. Repotnya, batik tulis yang dibuat secara manual membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya.
Hal ini berbeda dengan batik cetak yang bisa diproduksi dalam waktu cepat dengan biaya murah. Di sisi lain, jumlah perajin batik yang masih bertahan membuat harga batik turun lantaran konsumen masih punya banyak pilihan.
Dalam sebulan, Agus memproduksi lima potong kain batik sutra dan 10 potong kain batik katun. Omzetnya sekitar Rp 15 juta - Rp 25 juta per bulan. (*kontan.co.id)
No comments:
Post a Comment