Midas
Midas suka sekali pada emas. Makin tua makin tertarik. Yang dipikirkannya hanya emas. Yang diperhatikannya juga hanya emas. Ia raja yang kaya raya. Dan ia sangat senang menjadi raja. bukan karena raja berkuasa. bukan karena raja pelindung rakyat. Bukan karena raja disembah-sembah. Tapi karena raja memakai mahkota emas. Dan anak perempuannya diberi nama Mawar Emas.
Midas juga sekali melihat wanita. Bukan kecantikannya yang menarik perhatian. Bukan pakaiannya atau kulitnya. Bukan rambutnya atau kakinya. Tapi ia ingin tahu, wanita itu memakai perhiasan atau tidak. Kalau memakai perhiasan, terbuat dari apa perhiasannya. Maka di kerajaannya, tak ada orang yang berani memakai perhiasan emas. Emas adalah monopoli raja. Semua emas milik raja.
Kesukaan pada emas berubah menjadi nafsu. Kau boleh menyebut Midas gila emas atau rakus emas. Sebab ia hanya memikirkan emas. Bagaimana supaya emasnya makin banyak.
Tentara dikerahkan supaya berburu. Bukan berburu binatang, tapi berburu emas. Pejabat tinggi harus rapat dan sidang. Bukan untuk membicarakan kemakmuran rakyat. Mereka harus berunding cara memperbanyak emas raja.
Makin lama Midas makin merasa tidak bahagia. Hatinya menjadi sedih. Ia hanya tersenyum kalau emasnya bertambah. Ia mengira kebahagian sama dengan emas. Manusia tak dapat bahagia tanpa emas. Begitu pikirnya. Midas tak pernah duduk di atas tahta. Ia selalu ada di kamar bawah istana. Itu kamar rahasia. Semua emasnya ada di situ. Kalau menteri menghadap raja, raja tidak ada.
"Raja sedang sibuk, banyak pekerjaan!" kata pejabat istana.
Padahal raja ada di kamar rahasia. Raja sedang menimang-nimang emas. Emas dibelai-belai, seperti ibu membelai bayi. Midas menciumi batang-batang emas. Patung emas dipeluk dan dirayu. Ia bicara pada arca-arca emas.
Keadaan Midas makin lama makin gawat. Kalau melihat langit di senja hari, ia berkata, "Seandainya aku punya emas selebar itu!"
Kalau ia melihat bulan dan matahari, ia mengeluh, "Mengapa aku tak punya emas sebesar itu?"
Kalau hujan deras, ia berteriak, "Alangkah bahagianya aku, kalau hujan berubah jadi emas!"
Musik dan kicau burung tak menarik hati lagi. Yang paling menarik adalah bunyi emas. Ia suka menjatuh-jatuhkan uang emas ke lantai. Lonceng emas dipukul-pukul. Jambangan emas diketuk-ketuk. Disangkanya itulah musik paling merdu.
Dari pagi sampai petang, Midas ada di kamar bawah istana. Kerapkali dari petang hingga larut malam ia juga ada di situ. Kadang-kadang ia tertidur di kamar tersebut. Ia tidur sambil memeluk patung emas.
Pada suatu pagi, tiba-tiba kamar jadi terang benderang. Midas terkejut dan heran. Ia melihat ke asal sinar. Di depan pintu berdiri orang yang tak dikenal. Tubuhnya bercahaya menyilaukan mata.
Manusia bercahaya berkata, "Midas, sungguh banyak emasmu!"
"Siapakah kau?" tanya Midas.
"Namaku Mahaya. Aku dapat mengabulkan segala keinginan manusia. Kau ingin apa?"
Midas berpikir sebentar. Ia tahu, ini bukan orang biasa. Ia pasti sejenis dewa atau peri. Suatu kesempatan baik, pikir Midas.
Tanpa berpikir panjang ia menjawab, "Aku ingin punya kesaktian. Semua benda yang kusentuh bisa menjadi emas!"
"Sentuhan emas maksudmu? Apakah emasmu kurang banyak?"
"Masih sedikit sekali. Aku bosan mengumpulkan emas dengan lambat. aku ingin emasku bertambah banyak dengan cepat. Aku ingin, semua yang kusentuh jadi emas!"
"Kalau keinginanmu terkabul apakah kau tidak akan menyesal?"
"Menyesal? Aku akan merasa sangat bahagia! Aku akan menjadi orang paling bahagia di dunia!"
"Midas, kau tidak tahu yang kau inginkan. Tapi aku akan mengabulkan keinginanmu. Besok pagi, setelah matahari terbit, keinginanmu akan jadi kenyataan."
Cahaya Mahaya makin terang. Midas tak dapat melihatnya. Waktu cahaya lenyap, Mahaya juga lenyap. Hati Midas sangat gembira. Ia melonjak-lonjak seperti anak kecil. Ia menyanyi sepuas-puasnya. Sesudah kegembiraan mereda, ia mulai kecewa. Mengapa tidak segera malam? Mengapa hari berjalan begitu lamban? Sehari semalam rasanya seribu tahun.
Semalam suntuk Midas tak dapat tidur. Ia memikirkan apa yang akan terjadi besok pagi. Ia merencanakan, apa saja yang akan disentuhnya. Ia membayangkan, seluruh dunia kagum kepadanya. Namun, sebelum fajar, Midas jatuh tertidur sebentar. Kemudian ia bangun geragapan. Ia segera menyentuh bantal, kasur dan tempat tidur. Tapi benda-benada itu tak berubah jadi emas. Midas kecewa dan marah.
"Mahaya berdusta! Katanya pagi ini, yang kusentuh jadi emas. Mana buktinya? Bantal dan kasur masih seperti semula!"
Beberapa menit kemudian matahari terbit. Sinarnya masuk ke dalam kamar tidur Midas. Midas teringat sekarang. Baru sesudah matahari terbit, sentuhan emas jadi miliknya.
Midas lalu menyentuh bantal. Bantal jadi emas. Ia menyentuh kasur. Kasur jadi emas. Ia menyentuh lemari. Lemari jadi emas. Ia membuka pintu. Pintu jadi emas. Ia menyentuh tembok. Seketika istana jadi emas. Ia lalu berjalan ke taman bunga. Semua bunga dan tanaman yang disentuh menjadi emas semua.
Bukan main bahagianya Midas. Hatinya serasa melayang ke angkasa. Ia lupa mandi, ia lupaa berganti pakaian. Sekarang ia sibuk menyentuh semua benda. Batu-batu di halaman istana. Meja, kursi, gambar, gorden, dan sebagainya. Pedang, tombak, panah dan perisai, semua yang disentuhnya jadi emas. Cita-cita Midas terkabul.
Sekarang ia merasa haus dan lapar. Ia masuk ke kamar makan. Ia memegang kursi dan duduk. Seketika itu juga kursi jadi emas. Ia memegang sendok dan garpu. Sendok dan garpu menjadi emas. Mata Midas terbelalak.
Ia menarik nafas panjang dan berkata, "Aku lapar, apakah aku tak boleh makan?"
Ia lalu memegang gelas. Gelas jadi emas. Ia mengangkatnya akan minum. Air minum jadi emas. Mulut Midas ternganga.
"Apakah aku tak boleh minum? Aku haus!"
Tiba-tiba pintu kamar makan terbuka. Puteri raja masuk dan menangis.
"Kenapa kau menangis Mawar Emas?" tanya Midas.
"Lihat ayah! Semua bunga mawar di taman menjadi emas. Bau harumnya hilang. Warna merahnya lenyap."
"Sudahlah jangan menangis. Mari makan dulu."
Mawar Emas makan dan minum dengan lahap. Midas termenung dan diam. Mawar Emas heran, mengapa ayahnya sedih.
Ia bertanya, "Ada apa ayah? Apa ada yang tidak beres?"
"Tidak ada apa-apa," jawab Midas.
Seperti biasa, sesudah makan, Mawar Emas mencium ayahnya. Tapi kali ini terjadi hal yang mengerikan. Waktu Midas menyentuh Mawar Emas, seketika dia berubah menjadi emas. Midas merasa seperti tersambar petir. Ia jatuh pingsan. Sesudah sadar, ia menangis.
"Oh, sungguh malang nasibku. Aku telah berdosa. Aku membunuh anakku sendiri. Ini semua karena aku rakus. Aku loba. Aku rupanya telah gila. Anakku sendiri jadi korban kegilaanku. Oh dewa, oh dewi, ampunilah aku. Emas ternyata sumber bencana. Oh seandainya aku bukan raja! Seandainya aku miskin, aku tak akan tertimpa malapetaka seperti ini!"
Midas putus asa dan sedih sekali. Ia menangis seperti anak kecil. Midas masih punya perasaan.
Tiba-tiba kamar makan jadi terang benderang. Mahaya menampakkan diri lagi.
Ia tersenyum dan bertanya, "Bagaimana perasaanmu sekarang?"
"Oh, aku merasa paling celaka. Aku sangat menyesal dan sedih. Rupanya aku telah gila. Anakku sendiri kurubah menjadi patung. Karena aku gila emas."
"Bagaimana pendapatmu sekarang, mana lebih berharga, emas atau segelas air?"
"Segelas air. Aku ingin minum air. Apakah aku masih bisa minum?"
"Mana yang lebih berharga, sekeping roti atau sebungkah emas?"
"Oh, aku lapar. Aku ingin makan. Apakah aku masih bisa makan? Aku lebih suka roti dari emas."
"Mana yang kau pilih, sentuhan emas atau Mawar Emas?"
Midas jatuh pingsan lagi. Sesudah sadar ia berkata, "Mahaya, aku bertobat. Aku sangat menyesal. Bebaskan aku dari sentuhan emas. Hidupkan lagi Mawar Emas. Lebih baik aku tak dapat merubah seluruh dunia jadi emas. Tapi Mawar Emas hidup lagi."
Setelah Mahaya tahu, Midas sungguh-sungguh telah menyesal, ia berkata, "Pergilah ke sungai di ujung taman. Ambillah air sungai. Dan perciki semua benda emas dengan air sungai itu. Semua benda yang telah kau sentuh, akan kembali seperti semula."
Mahayaa bercahaya lebih hebat. Midas memejamkan mata karena silau. Waktu Midas membuka matanya kembali, Mahaya telah menghilang. Midas lalu mengerjakan perintah Mahaya. Mawar Emas disiram air, dan menjadi manusia lagi. Mawar Emas tidak sadar akan apa yang telah terjadi. Tapi Midas sangat bahagia. Sekarang Midas tahu, banyak hal yang jauh lebih berharga dari pada emas.
No comments:
Post a Comment