Mirau, Kucing Yang Cerdik
Dahulu kala ada seorang penggiling gandum, yang mempunyai tiga orang anak laki-laki. Waktu ia masih muda, ia kaya raya, tetapi usahanya makin menurun dan ia menjadi sangat miskin. Akhirnya ia meninggal. Yang di wariskan pada anaknya adalah mesin penggiling gandum yang sudah tua, seekor keledai tua dan seekor kucing kecil bernama Mirau.
Ketiga anak lelaki itu membagi-bagi warisan ayah mereka. Yang tertua meilih mesin penggiling. Yang kedua mengambil keledai. Untuk yang bungsu hanya tinggal kucing kecil itu. Kedua saudara itu tidak mau memberi makanan lagi kepada si bungsu, Hans dan mengusirnya dari rumah. Mirau juga diusir.
Hans sangat sedih. Berjam-jam ia berjalan-jalan mencari kerja, tetapi tidak berhasil. Dengan perasaan letih dan lapar ia duudk di rumput di pinggir jalan, menutup mukanya dengan kedua tangannya dan menangis.
Tiba-tiba ia mendengar satu suara halus, "Ngeong, ngeong, ngeong, jangan menangis Hans. Semuanya akan menjadi beres. Percayalah padaku, ngeong, ngeong."
Mirau, si kucing itu duduk dekat Hans. Ia telah mengikuti Hans kemana-mana. Ia memandang Hans dengan muka yang manis dan menggosok-gosokkan kepalanya pada lengan Hans.
Kucing, warisan ayahnya! Hans telah melupakannya sama sekali. Baru sekarang ia menyadari, bahwa Mirau itu kucing yang cantik sekali. Punggungnya hitam berkilat, tetapi leher dan dadanya berwarnaa putih bersih.
Hans mengelus-elus kucing itu dan ia tidak merasa sedih lagi. Kemudian ia mencari jamur-jamur di hutan, membuat api dan memanggang jamur itu. Untung ia masih mempunyai sepotong roti di kantong bajunya.
Mirau dapat menangkap seekor tikus. Dan bersama-sama mereka makan dengan senang dan puas.
Bertahun-tahun Hans dan Mirau bersama-sama mengelilingi berbagai negara dan kota-kota yang asing. Dan banyak sekali pengalaman mereka.
Pada suatu hari, sampailah mereka di pintu gerbang sebuah kota. Tetapi aneh sekali pemandangan di kota itu. Penjaga pintu tidak memperhatikan orang yang masuk atau keluar. Mereka rupanya sibuk dengan pekerjaan lain. Hans dan Mirau masuk kota itu tanpa ada orang yang menahan mereka.
Penghuni kota itu sama sibuk seperti penjaga pintu gerbang. Mereka semua melempar-lempar dengan batu. Mereka loncat-loncat kian ke mari seperti orang gila.
Sekarang Hans dan Mirau tahu sebabnya orang-orang berlaku demikian. Tikus merajalela di mana-mana. Kota itu penuh sesak dengan tikus-tikus. Tikus-tikus itu jalan di lantai, di batu-batu, melewati tongkat-tongkat, meja dan bangku.
Datanglah Hans dan Mirau. Kucing itu melompat tepat di tengah-tengah gerombolan tikus-tikus itu. Tikus-tikus itu terkejut dan berlari-lari ke segala jurusan dengan bertubrukan satu sama lain, mencari lubang atau celah-celah.
Penghuni kota itu terperanjat dan keheranan.
"Ada orang asing membawa binatang ajaib!"
"Lihatlah, binatang ajaib! Mari sini, lihatlah binatang ajaib!"
"Tikus-tikus takut pada binatang ajaib itu!"
Sementara itu Mirau sudah menangkap seekor tikus besar dan gemuk serta memakannya habis. Semua orang ngeri melihatnya dan tidak habis-habis keheranan mereka. Karena di kota ini dan di seluaruh negara itu, tidak ada kucing seekor pun!
Raja langsung diberitahukan tentang orang asing dan binatang ajaib itu. Beliau mengirim utusannya. Hans dan Mirau diantarkan ke istana. Di istana juga tikus-tikus bebas saja jalan-jalan di meja dan tempat tidur, makan dari piring-piring dan mengerat kue-kue.
Mirau terus menyerbu gerombolan tikus-tikus kelabu itu, mendesis, mencakar dan menghantam dengan kuku-kukunya yang tajam. Dan tidak lama kemudian ruang istana itu kosong dan bersih dari tikus-tikus.
Alangkah gembira sang Raja. Begitu pula Putri.
Dan Raja berkata, "Tuan yang terhormat. Tinggallah di sini dengan binatang ajaib itu. Kami sangat menderita karena tikus-tikus itu. Hanya tuan yang dapat menolong kami. Tuan akan kami beri hadiah yang sungguh memuaskan!"
Hans dan Mirau tinggal di kota itu. Mereka berdua amat dihormati dan disegani. Bila mereka berjalan-jalan, orang-orang mengelu-elukannya.
"Hidup! Hidup!"
Mirau tetap menjaga tikus-tikus. Tetapi Hans sering berjalan-jalan dengan Putri di taman. Hans senang sekali dengan Putri dan sebaliknya Putri juga senang sekali dengan Hans. Maka itu Raja segera mengumumkan pernikahan mereka. Aduhan, besar dan mewah pesta pernikahan mereka itu. Tetapi tidak seekor tikus pun dapat secuwil dari kue pernikahan mereka. Itu berkat usaha Mirau.
Karena itu Mirau menjadi Menteri. Ia memimpin satu Kementrian Pertikusan. Itu sudah wajar bukan? Tidak ada lagi yang lebih ahli dalam hal ini daripada Mirau.
Sebagai Menteri, Mirau mendapat sehelai mantel merah dari beludru dan sebuah bintang perak, di tambh lagi dengan selendang kuning. Mantel, bintang dan selendang sangat sesuai dengan kulitnya yang hitam putih itu. Gagah sekali ia kalau datang di ruang sidang negara.
Selesai bersidang, Mirau menggantungkan lagi pakaian Menteri itu di lemari. Kemudian ia memanjat dengan kaki kucing biasa sampai ke menara istana yang tertinggi.
Di sana ia mencari tempat yang disinari matahari dan pergi tidur, karena siang hari Mirau selalu lelah. Bukankah malam hari ia harus berusaha supaya tikus-tikus semua gemetar ketakutan?
Di bawah, di jalanan di depan istana, penjaga-penjaga istana berjalan dengan perlahan-lahan.
Kalau penjaga diganti, mereka berhati-hati mengenakan topi bajanya sambil berbisik, "Sst, Tuan Menteri sedang tidur."
Dahulu kala ada seorang penggiling gandum, yang mempunyai tiga orang anak laki-laki. Waktu ia masih muda, ia kaya raya, tetapi usahanya makin menurun dan ia menjadi sangat miskin. Akhirnya ia meninggal. Yang di wariskan pada anaknya adalah mesin penggiling gandum yang sudah tua, seekor keledai tua dan seekor kucing kecil bernama Mirau.
Ketiga anak lelaki itu membagi-bagi warisan ayah mereka. Yang tertua meilih mesin penggiling. Yang kedua mengambil keledai. Untuk yang bungsu hanya tinggal kucing kecil itu. Kedua saudara itu tidak mau memberi makanan lagi kepada si bungsu, Hans dan mengusirnya dari rumah. Mirau juga diusir.
Hans sangat sedih. Berjam-jam ia berjalan-jalan mencari kerja, tetapi tidak berhasil. Dengan perasaan letih dan lapar ia duudk di rumput di pinggir jalan, menutup mukanya dengan kedua tangannya dan menangis.
Tiba-tiba ia mendengar satu suara halus, "Ngeong, ngeong, ngeong, jangan menangis Hans. Semuanya akan menjadi beres. Percayalah padaku, ngeong, ngeong."
Mirau, si kucing itu duduk dekat Hans. Ia telah mengikuti Hans kemana-mana. Ia memandang Hans dengan muka yang manis dan menggosok-gosokkan kepalanya pada lengan Hans.
Kucing, warisan ayahnya! Hans telah melupakannya sama sekali. Baru sekarang ia menyadari, bahwa Mirau itu kucing yang cantik sekali. Punggungnya hitam berkilat, tetapi leher dan dadanya berwarnaa putih bersih.
Hans mengelus-elus kucing itu dan ia tidak merasa sedih lagi. Kemudian ia mencari jamur-jamur di hutan, membuat api dan memanggang jamur itu. Untung ia masih mempunyai sepotong roti di kantong bajunya.
Mirau dapat menangkap seekor tikus. Dan bersama-sama mereka makan dengan senang dan puas.
Bertahun-tahun Hans dan Mirau bersama-sama mengelilingi berbagai negara dan kota-kota yang asing. Dan banyak sekali pengalaman mereka.
Pada suatu hari, sampailah mereka di pintu gerbang sebuah kota. Tetapi aneh sekali pemandangan di kota itu. Penjaga pintu tidak memperhatikan orang yang masuk atau keluar. Mereka rupanya sibuk dengan pekerjaan lain. Hans dan Mirau masuk kota itu tanpa ada orang yang menahan mereka.
Penghuni kota itu sama sibuk seperti penjaga pintu gerbang. Mereka semua melempar-lempar dengan batu. Mereka loncat-loncat kian ke mari seperti orang gila.
Sekarang Hans dan Mirau tahu sebabnya orang-orang berlaku demikian. Tikus merajalela di mana-mana. Kota itu penuh sesak dengan tikus-tikus. Tikus-tikus itu jalan di lantai, di batu-batu, melewati tongkat-tongkat, meja dan bangku.
Datanglah Hans dan Mirau. Kucing itu melompat tepat di tengah-tengah gerombolan tikus-tikus itu. Tikus-tikus itu terkejut dan berlari-lari ke segala jurusan dengan bertubrukan satu sama lain, mencari lubang atau celah-celah.
Penghuni kota itu terperanjat dan keheranan.
"Ada orang asing membawa binatang ajaib!"
"Lihatlah, binatang ajaib! Mari sini, lihatlah binatang ajaib!"
"Tikus-tikus takut pada binatang ajaib itu!"
Sementara itu Mirau sudah menangkap seekor tikus besar dan gemuk serta memakannya habis. Semua orang ngeri melihatnya dan tidak habis-habis keheranan mereka. Karena di kota ini dan di seluaruh negara itu, tidak ada kucing seekor pun!
Raja langsung diberitahukan tentang orang asing dan binatang ajaib itu. Beliau mengirim utusannya. Hans dan Mirau diantarkan ke istana. Di istana juga tikus-tikus bebas saja jalan-jalan di meja dan tempat tidur, makan dari piring-piring dan mengerat kue-kue.
Mirau terus menyerbu gerombolan tikus-tikus kelabu itu, mendesis, mencakar dan menghantam dengan kuku-kukunya yang tajam. Dan tidak lama kemudian ruang istana itu kosong dan bersih dari tikus-tikus.
Alangkah gembira sang Raja. Begitu pula Putri.
Dan Raja berkata, "Tuan yang terhormat. Tinggallah di sini dengan binatang ajaib itu. Kami sangat menderita karena tikus-tikus itu. Hanya tuan yang dapat menolong kami. Tuan akan kami beri hadiah yang sungguh memuaskan!"
Hans dan Mirau tinggal di kota itu. Mereka berdua amat dihormati dan disegani. Bila mereka berjalan-jalan, orang-orang mengelu-elukannya.
"Hidup! Hidup!"
Mirau tetap menjaga tikus-tikus. Tetapi Hans sering berjalan-jalan dengan Putri di taman. Hans senang sekali dengan Putri dan sebaliknya Putri juga senang sekali dengan Hans. Maka itu Raja segera mengumumkan pernikahan mereka. Aduhan, besar dan mewah pesta pernikahan mereka itu. Tetapi tidak seekor tikus pun dapat secuwil dari kue pernikahan mereka. Itu berkat usaha Mirau.
Karena itu Mirau menjadi Menteri. Ia memimpin satu Kementrian Pertikusan. Itu sudah wajar bukan? Tidak ada lagi yang lebih ahli dalam hal ini daripada Mirau.
Sebagai Menteri, Mirau mendapat sehelai mantel merah dari beludru dan sebuah bintang perak, di tambh lagi dengan selendang kuning. Mantel, bintang dan selendang sangat sesuai dengan kulitnya yang hitam putih itu. Gagah sekali ia kalau datang di ruang sidang negara.
Selesai bersidang, Mirau menggantungkan lagi pakaian Menteri itu di lemari. Kemudian ia memanjat dengan kaki kucing biasa sampai ke menara istana yang tertinggi.
Di sana ia mencari tempat yang disinari matahari dan pergi tidur, karena siang hari Mirau selalu lelah. Bukankah malam hari ia harus berusaha supaya tikus-tikus semua gemetar ketakutan?
Di bawah, di jalanan di depan istana, penjaga-penjaga istana berjalan dengan perlahan-lahan.
Kalau penjaga diganti, mereka berhati-hati mengenakan topi bajanya sambil berbisik, "Sst, Tuan Menteri sedang tidur."
No comments:
Post a Comment