Atas Kuasa Raja Ikan
Dahulu kala, di negeri Rusia ada tiga orang pemuda bersaudara. Dua di antaranya telah beristri. Yang bungsu masih bujangan, namanya Yemelya. Yemelya memang tidak sepandai kakaknya yang hidup berdagang, oleh karenanya ia sering dijuluki si Tolol Yemelya.
Pada suatu hari, kedua kakak Yemelya pergi ke kota untuk keperluan urusan dagang. Sebelum berangkat, mereka berpesan kepada adiknya.
“Tinggallah di rumah baik-baik, Yemelya. Bantu kedua kakak iparmu dan kerjakan apa yang mereka suruh kepadamu! Nanti kau kubelikan sepatu dan baju baru.”
“Tentu, aku akan membantu mereka. Jangan khawatir!” Yemelya menjawab sambil nongkrong di atas tungku perapian.
Tak lama sesudah kedua kakaknya pergi, kakak ipar Yemelya datang kepadanya.
“Persediaan air habis, Yemelya. Pergilah ke sungai mengambil air!” katanya.
“Wah, badanku masih penat, kak. Biar nanti saja aku mengambilnya,” jawab Yemelya tanpa beringsut dari tempat duduknya.
“Awas, nanti kulaporkan pada kakakmu jika kau menolak! Dan tentu saja nanti tak akan ada sepatu dan baju baru yang akan mereka berikan kepadamua1”
“Baiklah, baiklah. Jika demikian, aku akan berangkat!”
Yemelya turun dengan malas dari tungku perapian kuno. Ia mengambil baju dingin, sebilah kapak serta dua buah ember, lalu pergi ke sungai. Saat itu sedang musim salju. Air sungai membeku pada permukaannya. Jadi kalau hendak mengambil air, harus membuat lubang dahulu secukupnya pada permukaannya yang keras.
Yemelya membuat lubang dengan kapaknya. Sesudah selesai, baru ia masukkan embernya untuk menimba air. Waktu ember diangkat kembali, tiba-tiba mata Yemelya menjadi terbeliak, karena di dalam ember terdapat seekor ikan yang cukup besar dan berwarna indah. Yemelya bersorak gembira, tetapi hanya sesaat saja dan sesudah itu ia terdiam, karena ikan yang baru saja ditangkap ternyata dapat berkata-kata seperti manusia.
“Apakah yang hendak kau perbuat atas diriku?” tanya ikan.
“Kau? Tentu saja akan kubawa pulang, lalu kakak iparku akan kusuruh masak gulai ikan yang enak,” jawab Yemelya tegas.
“Jangan! Kembalikan saja aku ke sungai, nanti engkau kuberi kekayaan sebagai imbalannya!” pinta sang ikan pula.
“Ah, buat apa kekayaan? Aku tak membutuhkannya!” tukasnya.
“Kalau demikian, aku akan memberimu kekuatan gaib saja, agar kau dapat memperoleh semua yang kau inginkan. Kau mau?”
Yemelya berpikir sejenak.
“Ini baru tawaran yang menyenangkan,” pikirnya.
“Baiklah, aku setuju,” jawab Yemelya.
“Tetapi tunjukkan dahulu bagaimana cara aku mempergunakan ilmu gaib itu!”
“Bila engkau menginginkan sesuatu, ucapkan saja ‘ATAS KUASA RAJA IKAN’, niscaya keinginanmu akan terpenuhi,” jawab ikan.
“Ha? Siapakah yang kau maksud dengan raja ikan?”
“Aku sendiri adalah raja ikan,” jawab ikan dengan tenang.
“Nah, sekarang lekas kembalikan aku ke sungai!”.
Yemelya lalu mengambil raja ikan dari dalam ember, dan menceburkannya ke dalam sungai.
“Sekarang aku tak perlu lagi bekerja berpayah-payah,” Yemelya tersenyum puas sambil berkacak pinggang.
“He, kalian,” seru Yemelya kepada kedua embernya.
“Atas Kuasa Raja Ikan, ambil air dan bawa ke rumah!”
Dengan serta merta, kedua ember Yemelya meloncat ke dalam lubang, lalu keluar lagi penuh dengan air. Mereka terus berjalan dengan sendirinya pulang ke rumah. Yemelya mengikuti dari belakang sambil tertawa geli. Para penduduk desa yang melihat, menjadi tercengang dibuatnya. Mereka terpaku semuanya.
“Hei, lihati itu.” Kata salah seorang di antara mereka.
“Yemelya mempunyai ember ajaib! Bisa berjalan dan mengangkut air sendiri!”
“Wah, bukan embernya yang ajaib, tetapi Yemelya telah menggunakan ilmu gaib!” sahut lainnya.
“Ya, pasti ia telah mempelajari ilmu gaib! Entah dari siapa?”
“Mungkin juga ia mendapat bantuan dari setan!”
Setiba di rumah, kedua ember terus menuju ke dapur, lalu menuangkan isinya di tempat penyimpanan air. Sedangkan Yemelya sendiri kembali nongkrong di atas tungku perapian. Kedua kakak iparnya tertegun melihat keajaiban yang dibuat oleh Yemelya. Tetapi di samping kagum, mereka juga merasa agak takut.
“Dia terang bukan anak tolol!” bisik salah seorang.
“Ya, agaknya dia telah memiliki kekuatan gaib,” sahut yang seorang lagi.
“Kak, kenapa tungkunya jadi dingin nih?” keluh Yemelya kepada kedua iparnya.
“Waktu aku pergi tadi masih panas!”
“Oh, tentu saja, sebab apinya telah padam.” Jawab salah seorang iparnya.
“Persediaan kayu bakar telah habis, jadi pergilah dulu ke hutan mengambilnya! Nanti tungkunya bisa kunyalakan kembali.”
“Ah, masih payah, kak! Nanti saja kuambil1”
“Kau tak mau berangkat? Wah, kalau begitu nanti akan kulaporkan pada kakakmu. Dan tentu saja kau tak jadi akan menerima hadiah. Lagipula jika kau tak berangkat mencari kayu, bagaimana kau bisa berhangat-hangat di perapian?”
“O, baiklah, baiklah. Aku akan berangkat sekarang,” sahutnya.
Yemelya lalu turun dari tungku, mengambil gergaji, kapak dan segulung tambang. Barang-barang itu dimasukkannya ke dalam gerobak salju. Ia sendiri lalu naik ke atasnya.
“Ayo, kak, bukakan pintu, aku akan berangkat sekarang1”
Kedua kakak ipar Yemelya tercengang melihat tingkah adiknya.
“Sudah gilakah engkau?” kata mereka serempak.
“Bagaimana kau bisa berangkat dengan gerobak tanpa kuda?”
“Kuda kita telah tua, kasihan. Ia perlu istirahat dulu di hari yang dingin begini,” jawab Yemelya.
“Biarlah aku kali ini pergi dengan gerobak tanpa kuda. Nah, bukalah pintu, kak!”
Pada mulanya ipar Yemelya merasa ragu-ragu, tetapi akhirnya mereka bukakan juga pintunya. Bersamaan dengan itu, Yemelya berbisik pelan, sehingga tidak terdengar oleh kedua kakaknya.
“Atas Kuasa Raja Ikan, gerobakku yang baik, marilah kita pergi ke hutan!”
Baru saja Yemelya selesai berkata, maka gerobak tanpa kuda itu pun lantas bergerak sendiri ke luar pintu. Ia meluncur dengan cepat di atas jalanan yang tertutup salju. Akibat kecepatan gerobak, maka salju yang tergilas menjadi hancur dan menghambur tinggi ke belakang.
Orang-orang yang berpapasan lagi-lagi dibuat tercengang. Bagaimana mungkin sebuah gerobak dapat bergerak sendiri tanpa ditarik kuda? Tetapi keheranan mereka segera berubah menjadi rasa jengkel dan marah, sebab serpih-serpih salju yang berhamburan, ternyata menimpa mereka.
Mereka bermaksud menangkap Yemelya, tetapi gerobak yang ditumpanginya berjalan terlampau cepat, sehingga usaha mereka sia-sia saja.
Dalam waktu yang amat singkat, Yemelya telah sampai di hutan. Gerobak berhenti dengan sendirinya. Yemelya turun, lalu memberi perintah kepada barang-barang yang dibawanya.
“Atas Kuasa Raja Ikan, kau gergaji, tebang beberapa batang pohon! Pilih yang bagus dan kering! Dan kau, kapak, tugasmu memotong dan membelah pohon yang tumbang menjadi kayu bakar! Sedangkan kau, tambang, ikat erat-erat kayu bakar jika telah cukup terkumpul dan naikkan ke atas gerobak!”
Begitu Yemelya selesai membagi-bagikan tugas, gergaji dan kapak segera mulai bekerja. Dengan cekatan gergaji memilih batang-batang pohon kering, lalu menebangnya. Kapak dengan cepat membelah dan memotongnya, seolah-olah dipegang oleh tangan seorang ahli.
Setelah kayu bakar cukup terkumpul, tambang lalu mengikatnya menjadi satu. Semuanya selesai dan siap dalam waktu singkat. Ikatan kayu bakar, gergaji dan kapak masing-masing naik dan menempatkan diri di atas gerobak.
“Atas Kuasa Raja Ikan, ayo kita semua lekas pulang!” ujar Yemelya sambil naik ke atas gerobaknya.
Gerobak meluncur dengan pesat di atas jalanan bersalju. Bahkan lebih cepat daripada waktu berangkat. Sejumlah penduduk desa yang tadi marah-marah kepada Yemelya, kelihatan masih menanti kedatangannya. Mereka memegang tongkat pemukul, batu dan alat-alat lain, yang maksudnya akan dipakai untuk menghajar si Tolol Yemelya.
Gerobak Yemelya berjalan amat cepat. Lagipula bermuatan sarat. Ini tentu saja menghambur-hamburkan salju lebih banyak lagi, ke samping kanan dan kiri serta ke belakang gerobak. Orang-orang tak sempat lagi menangkap Yemelya. Mereka sibuk melindungi muka dari serpih-serpih salju yang deras menimpa.
Akhirnya Yemelya selamat sampai di rumah. Gerobak berhenti dengan sendirinya. Ikatan kayu bakar mengurai, lalu berbagi diri, sebagian pergi ke dapur, selebihnya masuk sendiri ke dalam gudang. Kapak dan gergaji juga kembali ke tempatnya masing-masing, sedang gerobak kembali pula ke kandangnya.
Kedua kakak ipar Yemelya semakin ketakutan memlihat pemandangan ganjil begini. Mereka bersembunyi di kolong balai-balai dan di belakang lemari.
Yemelya merasa geli melihat tingkah mereka.
“Nah, kak. Tugasku sudah selesai. Sekarang beri aku sepiring sup panas, sebab tubuhku sudah hampir kaku kedinginan!”
Sebentar kemudian, Yemelya sudah kelihatan nongkrong kembali di atas tungku perapian sambil menikmati sepiring sup panas.
Sementara itu, Kaisar telah menerima laporan tentang Yemelya dengan segala tingkahnya yang ganjil. Kaisar bermaksud memanggil si Tolol Yemelya. Maka iapun mengutus seorang pengawal istana dengan diiringi beberapa orang parajurit.
Setibanya di depan rumah Yemelya, pengawal berseru-seru memanggilnya.
“Yemelya Tolol, dimanakah kau? Keluarlah cepat, aku harus membawamu menghadap Kaisar!” seru pengawal.
Kedua kakak ipar Yemelya sangat ketakutan. Mereka tak berani keluar menemui para utusan istana. Bahkan mereka bersembunyi. Hanya Yemelya saja yang tidak merasa takut.
“Aku di sini,” sahut Yemelya keras-keras.
“Berhangat-hangat di atas tungku perapian. Apa maumu datang kemari?”
“Turunlah dan keluarlah, aku hendak membawamu kepada Kaisar!”
“Wah, aku tak ingin melihat Kaisar,” jawab Yemelya seenaknya.
“Hah, kurang ajar! Awas, akan kuseret kau dengan paksa!”
Pengawal dan prajurit-prajurit istana lalu menerobos masuk ke dalam rumah. Mereka mendapatkan Yemelya tetap enak-enak dudu di atas tungku.
Prajurit, tangkap dia dan seret ke istana!” perintah sang pengawal kepada pembantu-pembantunya. Tetapi sementara itu, Yemelya telah berbisik sangat pelan.
“Atas Kuasa Raja Ikan, kalian kayu-kayu bakar, usirlah tamu-tamu yak diundang ini!”
“Dengan seketika kayu-kayu bakar berlompatan dari tumpukannya. Setiap potong kayu memukuli seorang pesuruh dari istana. Mereka tak mampu membuat perlawanan, sehingga mereka hanya berusaha untuk melarikan diri sambil menjerit-jerit kesakitan. Pengawal dan anak buahnya kembali ke istana dengan sia-sia.
“Ampun Yang Mulia,” sembah pengawal dengan terengah-engah.
“Kami tak sanggup membawa si Tolol ke hadapan paduka, sebab anak itu memiliki kekuatan setan.”
“Hmmmm, kalau begitu harus dicarikan akal yang lain,” pikir Kaisar.
Lalu ia pun mengutus salah seorang penasihat istana untuk menjemput Yemelya. Penasihat ini sudah tua, tetapi sangat pandai dan banyak akalnya. Sebelum berangkat, ia menyiapkan sebuah kantong besar berisi makanan dan kue-kue istana yang lezat-lezat. Setelah siap segala sesuatunya, ia pun berangkat dengan mengendarai sebuah kereta kuda.
Setibanya di depan rumah Yemelya, penasihat tua bertemu dengan kakak ipar Yemelya. Ia menegur dengan ramah tamah.
“Apakah yang menjadi kesenangan Yemelya?” tanya penasihat.
“Ia senang kepada setiap orang yang bersikap manis dan lemah lembut kepadanya. Tetapi sebaliknya, ia amat membenci setiap orang yang berlaku kasar.” jawab kakak ipar Yemelya.
Setelah mendapat jawaban demikian, penasihat istana lalu masuk ke dalam rumah sambil tersenyum-senyum. Ia mendapatkan Yemelya masih bermalas-malasan di atas tungku api.
“Apa kabar, Yemelya? O, enak benar duduk berhangat-hangat di perapian pada hari yang dingin begini,” tegur utusan istana dengan ramah.
“Aha, selamat datang, kek,” sambut Yemelya.
“Apa maksud kakek datang kemari?”
“Kau suka kue-kue bukan? Aku ada membawa banyak untukmu,” kata utusan sambil menyodorkan kantong kue-kue kepada Yemelya.
Yemelya ternyata senang sekali menerima kue-kue yang diberikan kepadanya.
“Yemelya, maukah kau berkunjung ke istana Kaisar bersamaku?”
“Sayang, aku tak berminat mengunjungi Kaisar.” jawab Yemelya sambil menggigit kue.
“Jadi engkau keberatan pergi bersamaku?” penasihat istana kelihatan sedih sekali.
“Jika kau tak mau datang, niscaya kepalaku akan dipenggal oleh Kaisar.”
Yemelya merasa iba melihat kakek yang malang itu.
“Kalau begitu, baiklah aku akan pergi,” kata Yemelya.
“Kakak berangkat dahulu ke istana, nanti aku menyusul.”
“Apakah ia akan menepati janjinya?” bisik penasihat tua kepada salah seorang ipar Yemelya.
“Oh, tentu saja! Ia tak pernah ingkar pada janjinya,” jawab yang ditanya.
“Baiklah, aku akan berangkat lebih dahulu. Nah selamat tinggal Yemelya!” lalu penasihat istana pergi.
Yemelya masih saja duduk di atas tungkunya sambil berpikir.
“Udara di luar amat dingin. Sebenarnya aku lebih senang tinggal di perapian ini,” pikirnya.
“Ah, tapi aku telah berjanji. Jika demikian biar tungku ini kubawa saja ke istana, agar tubuhku tetap hangat selama di perjalanan.”
Yemelya lalu memberikan perintah.
“Dengarlah, tungkuku yang baik, Atas Kuasa Raja Ikan, bawa aku pergi ke istana Kaisar! Tak usah terlalu cepat.”
Tungku perapian beringsut sedikit demi sedikit melepaskan diri dari tempatnya, kemudian merangkak ke luar rumah. Seterusnya meluncur di jalanan menuju ke istana Kaisar.
Tungku yang dinaiki Yemelya mempunya sebuah cerobong asap. Karena apinya masih menyala, maka di sepanjang jalan ia terus mengepulkan asap. Yemelya sendiri, berbaring di samping cerobong. Memang semua itu menimbulkan pemandangan yang lucu dan ganjil.
Bagaimana dengan orang-orang di jalanan yang melihatnya? O, mereka menjadi hiruk pikuk. Di samping geli mereka juga merasa takut. Mereka mengira Yemelya dibantu setan. Itulah sebabnya mereka tak berani lagi mengganggunya.
Anak-anak kecil bersorak-sorank, sedangkan anjing jalanan pada menggonggong menyambut lewatnya Yemelya. Para pengawal istana buru-buru melapor kepada Kaisar.
“Yang Mulia, si Tolol Yemelya telah datang! Ia mengendarai sebuah tungku perapian.” Sembah mereka.
“Baik, aku akan keluar melihatnya,” kata Kaisar.
Kemudian, Kaisar, permaisuri dan puteri tunggalnya keluar. Para penasihat dan pengawal istana juga ikut keluar untuk melihat Yemelya.
Tungku perapian berhenti tepat di depan Kaisar. Yemelya masih saja berbaring di atasnya. Ia tidak turun atau pun memberi hormat kepada Kaisar. Tentu saja Kaisar marah melihat sikap Yemelya yan demikian itu. Maka Ia pun menegurnya dengan keras.
“Engkaukah yang bernama si Tolol Yemelya? Yang mengendarai gerobak tanpa kuda dan mengacau orang-orang di jalanan? Dan kau siram mereka dengan serpihan salju. Kenapa, ha?”
Mendapat teguran demikian Yemelya hanya tersenyum saja.
“Yang Mulia, salah akukah itu semua? Mengapa mereka tidak mau minggir waktu aku lewat? Bukankah itu salah mereka sendiri?”
Kaisar menjadi murka mendengar jawaban Yemelya. Maka diperintahnya para pengawal istana untuk menangkap dan memenjarakan Yemelya. Tentu saja sikap Kaisar ini tidak menyenangkan hati Yemelya. Tetapi ia sama sekali tidak takut. Ia telah siap untuk menghadapi segala kemungkinan.
“Tungkuku yang baik, Atas Kuasa Raja Ikan, bawa aku pulang, cepat!” bisik Yemelya.
“Dan kau, puteri Kaisar, sejak sekarang engkau jatuh cinta kepadaku! Mohonlah kepada Kaisar agar menikahkannya denganku!”
Tungku api berbalik dan terus meluncur kembali pulang. Para pengawal istana yang hendak menangkap Yemelya terpental jatuh. Mereka tak kuasa menahannya. Melihat itu semua Kaisar menjadi semakin penasaran.
“Hayo tangkap dan ikat dia, jangan biarkan si Tolol pergi! Bodoh semua!” bentak Kaisar kepada para pengawal.
Tetapi semua usaha itu ternyata sia-sia belaka. Yemelya dengan tungkunya selamat sampai di rumah. Tungku terus masuk ke dalam, kembali ke tempatnya semula, seolah ia tak pernah pergi dari situ.
Sangat berbeda halnya dengan keadaan di istana. Puteri Kaisar menangis tersedu sepeninggal Yemelya. Ia amat sedih mengenang perlakuan Kaisar terhadap anak muda yang dicintainya. Tentu saja Kaisar dan permaisurinya menjadi gusar karenanya.
“Kenapa ayah berlaku kasar kepada Yemelya? Dan kenapa ayah hendak menghukumnya? Apakah salahnya?” ratap puteri Kaisar.”Oh, aku tak bisa hidup tanpa dia. Ayah, izinkan aku menikah dengan Yemelya.”
Tak seorang pun di istana yang bisa menghiburnya. Siang malam kerja hanya menangis melulu. Makan tidak, minum pun juga tidak. Kaisar dan permaisuri tidak berdaya lagi. Maka sekali lagi diperintahkannya penasihat untuk membawa Yemelya kembali ke istana.
Penasihat istana berhasil membujuk Yemelya dengan kata-kata yang ramah. Ia diberi minuman manis yang sudah ditaburi dengan obat tidur. Hingga dalam waktu singkat Yemelya tertidur lelap karenanya. Pesuruh istana lalu mengikat dan membawanya menghadap Kaisar.
Para pengawal istana telah menyiapkan sebuah tong kosong. Atas perintah Kaisar, Yemelya dimasukkan ke dalamnya, lalu ditutup rapat. Selanjutnya ia akan dihanyutkan ke laut. Tetapi puteri Kaisar berusaha keras mencegahnya. Ia memeluk tong yang berisi kekasihnya erat-erat.
“Jika kalian hendak menghanyutkan Yemelya, masukkan pula aku ke dalamnya!” tangis puteri keras-keras.
Tentu saja Kaisar merasa malu terhadap semua yang hadir. Ia menjadi mata gelap dan kehilangan kesadarannya.
“Jika ia cinta pada si Tolol itu, masukkan sekali ia ke dalam tong!” perintah Kaisar.
Ia amat berkuasa, jadi setiap perintahnya harus dilaksanakan. Tak seorang pun berani membantah. Puteri Kaisar dimasukkan pula ke dalam tong bersama Yemelya. Setelah ditutup rapat, lalu diceburkannya ke laut. Di dalam tong, puteri Kaisar melepaskan tali yang mengikat tangan Yemelya.
“Bangunlah Yemelya! Jangan tidur terus-terusan!” kata puteri sambil menggoyang-goyangkan tubuh Yemelya.
“Kita berada di dalam tong, di tengah-tengah laut. Tanpa makanan dan minuman. Kita bakal mati kelaparan!”
“Oooohahummmm, biarkan aku tidur!” Yemelya menguap.
“Aku pun mengantuk pula,” lanjut puteri.
“Tapi tak enak bukan, tidur di tempat seperti ini? Lebih enak tidur di pantai yang tenang dan berhawa sejuk.”
“Benar katamu,” jawab Yemelya.
“Nah, Atas Kuasa Raja Ikan, bawalah kami ke sebuah pantai yang tenang dan sejuk. Berpadang hijau dan berpasir putih. Lalu bukalah penutup tong yang pengap ini!”
Dalam waktu sekejap saja, semua telah terlaksana. Tong mendarat di sebuah pantai, lalu tutupnya terbuka. Kedua anak muda itu keluar dan mendapatkan dirinya berada di sebuah padang rumput hijau di tepi pantai.
“Sayang di sini tak ada rumah, meski pun hanya kecil saja. Bagaimana kita bisa hidup di tempat seperti ini?” kata puteri.
“Jangan khawatir. Kita akan punya sebuah rumah,” sahut Yemelya.
“Atas Kuasa Raja Ikan, buatkanlah kami sebuah istana, yang lebih besar dan lebih indah dari istana Kaisar!”
Selesai Yemelya berbicara, istana yang diminta telah berdiri di sana. Megah dan indah sekali tentu saja. Atapnya terbut dari perak, sedangkan kubahnya dari emas murni. Tentang keadaan di dalamnya, ah jauh lebih hebat lagi keindahannya. Batu-batu permata dan berlian hanya merupakan hiasan dinding belaka.
Mereka teramat bahagia, karena segala sesuatu dapat mereka peroleh dengan mudah.
“Tapi tanpa ada orang lain di sini rasanya amat sepi,” keluh puteri Kaisar.
“Alangkah senangnya, jika keluarga kita juga ikut hadir pula di sini.”
“Itu pikiran yang bagus,” sahut Yemelya.
“Atas Kuasa Raja Ikan, aku minta sebuah jembatan yang membentang ke seberang lautan! Jembatan yang kuat dan indah. Dengan demikian kedua kakakku beserta isterinya dapat berkunjung ke sini.”
Sebuah jembatan yang indah dan panjang serta merta muncul, menghubungkan istana Yemelya dengan pantai di seberang lautan. Sebuah kereta dusun yang dihela seekor kuda, kelihatan meniti di atasnya. Di dalam kereta duduk kedua kakak Yemelya dengan istrinya masing-masing. Pakaian mereka bagus-bagus. O, betapa bahagianya! Mereka bergantian memeluki Yemelya.
“Jadi, di sinikah engkau selama ini?” kata mereka.
“Berhari-hari kami mencarimu, baik di hutan mau pun di rawa-rawa.”
Lalu mereka berpesta pora di istana Yemelya.
Sementara mereka bersuka ria, tiba-tiba terdengar suara peluit yang amat keras. Peluit itu berasal dari sebuah kapal besar yang berlabuh di pantai.
Yemelya dan puteri Kaisar keluar menengoknya. Di dalam kapal, terdapat Kaisar beserta para pengawalnya. Mereka tidak mengenali Yemelya atau pun puteri Kaisar.
“Apakah maksud kalian datang ke mari?” tegur Yemelya.
“Kami sedang mencari sebuah tong yang hanyut di laut!”
“Untuk apa tong itu tuan cari?” tanya Yemelya pula.
“di dalamnya berisi puteri tunggalku dan seorang pemuda bernama Yemelya. Beberapa hari yang lalu dalam keadaan mata gelap aku telah melemparkan mereka ke dalam laut. Aku ama menyesal dan kini aku sedang mencari mereka!”
“Yang Mulia,” ujar Yemelya.
“Masih ingatkah Yang Mulia kepadaku, si Tolol yang telah datang ke istana Paduka dengan mengendarai sebuah tungku perapian?”
Mendengar kata-kata Yemelya, mata Kaisar terbelalak. Hampir-hampir ia tak dapat bernapas karena terkejut. Benar, mereka adalah Yemelya dan puterinya yang sedang dicari-cari. Maka tanpa malu-malu Yemelya beserta puterinya dipelukinya.
“O, maafkanlah segala kekhilafanku,” hanya itulah kata-kata yang sempat diucapkan Kaisar.
“Tak apalah. Lupakan saja semua itu, Yang Mulia,” kata Yemelya kepada Kaisar.
Semua gembira, semua bahagia. Akan halnya pesta pertemuan itu tentu saja bertambah meriah. Akhirnya Yemelya dan puteri Kaisar dapat hidup bersama sebagai suami istri yang bahagia, karena Kaisar pun kini merestuinya.
No comments:
Post a Comment