Saturday, December 21, 2013

Kuntilanak di belakang kami



Kuntilanak di belakang kami

Kisah Misteri - Walau pengalaman kemarin masih teringat di otak, aku masih belum jera untuk menonton pertunjukkan wayang.
Alasannya, karena pertunjukan wayang tidak sering diadakan, jadi sayang dilewatkan.
Nanti malam, akan ada pertunjukan wayang lagi di desa sebelah.
Karena aku termasuk penikmat wayang, aku berencana untuk pergi menontonnya.

Kali ini, aku ditemani oleh kedua temanku yang bernama Eko dan Nur (bukan nama sebenarnya).
Aku juga mengajak Adit untuk ikut, tapi karena dia masih trauma dengan kejadian sebelumnya, dia menolak.
Aku sebenarnya juga agak takut, tapi karena ditemani oleh dua orang, aku jadi berani.
Lagipula, kami juga membawa lampu minyak untuk menerangi jalan.

Kami berencana berkumpul di rumah Eko setelah shalat Isya.
Tapi sebelumnya, aku meminta izin ke ayahku terlebih dahulu.

"Pak, aku sama Eko dan Nur mau pergi ke desa sebelah buat menonton wayang. Aku boleh pergi, gak?" tanyaku ke ayahku

"Kamu yakin? Memangnya kamu tidak takut dengan kejadian sebelumnya?"  tanya balik ayahku ke aku.

"Yakin, yah. Lagipula aku ditemani sama dua orang, dan kami juga membawa lampu minyak untuk penerangan." jawabku ke ayahku

Setelah itu, dia berpikir sejenak sebelum akhirnya kembali bicara,
"Ya sudah, sana pergi. Tapi ingat, jangan pulang terlalu malam." kata ayahku ke aku.

Lalu, aku berangkat ke rumah Eko. Di depan rumah Eko, hanya ada dia di sana.

"Akhirnya datang juga. Kukira kita tidak jadi menonton wayang." Kata Eko ke aku dengan muka lega.

"Ya, Tentu jadi. Eh, Nur mana? Udah datang belum?" tanyaku ke Eko sambil melihat ke sekeliling.

"Belum. Kita tunggu saja, paling sebentar lagi dia datang. Mungkin dia lagi mempersiapkan lampu minyaknya."

Jawab Eko ke aku. Nur memang yang membawa lampu minyak.

Setelah itu, aku dan Eko mulai mengobrol. Tak berapa lama, Nur datang sambil membawa lampu minyak.

"Sudah pada kumpul semua, kan? Ayo, kita berangkat." seru Nur ke aku dan Eko.

Lalu, kami mulai berjalan kaki menuju desa sebelah.
Di perjalanan, kami bertemu beberapa orang yang juga ingin menonton wayang.
Kami pun mulai mengobrol. Tak terasa, setelah lama berjalan, kami sampai di desa sebelah.

Mungkin kami datang cukup cepat, karena masih belum terlalu banyak orang berkumpul.
Lalu, kami mulai mencari tempat yang pas untuk menonton.
Setelah kami duduk, kami mulai menyalakan rokok dan menghirupnya.
Lalu, pertunjukan wayang dimulai dan kami mulai menonton.

Saking serunya pertunjukan, aku melupakan peringatan ayahku untuk pulang tidak terlalu malam.
Setelah pertunjukan selesai, barulah kami berjalan ke pulang.
Waktu itu, kami pulang dengan beberapa orang yang juga lewat jalan yang sama.
Namun, kami berpisah dengan mereka di pertengahan jalan.
Akhirnya, hanya ada kami bertiga saat itu yang berjalan di jalan pulang ke kampung kami.

Sebenarnya aku sudah merasakan perasaan tidak enak saat itu, tapi aku tidak menghiraukannya.
Lalu, kami bertiga mulai mengobrol untuk mencairkan suasana.
Tiba-tiba, kami mendengar suara wanita memanggil kami dari belakang.

"Mas, tungguin mas!" seru wanita itu ke kami.

"Eh, ada cewek di belakang, tuh." kataku ke Eko dan Nur.

"Ah, yang bener? Perasaan tadi cuma ada kita bertiga di jalan." ujar Eko dengan ragu.

"Tapi tadi aku denger suara cewek manggil kita, loh. Kita berhenti ajah dulu sebentar." balas Nur ke Eko dan aku.

Akhirnya, kita berhenti untuk memastikan suara itu.
Lalu, kami mendengar suara wanita memanggil kami lagi dari belakang.
Lama kelamaan, suara itu makin jelas menandakan dia semakin dekat.

Saat lampu minyak diarahkan ke jalan di belakang, kami melihat ada seorang wanita dengan baju putih mendekati kami.
Waktu itu, kami tidak bisa melihat wajahnya karena dia menunduk.
Kami kira dia adalah warga kampung kami yang ikut pulang setelah nonton pertunjukan wayang.
Tapi, saat itu kami sadar ada yang aneh.

Kami tidak mendengar suara langkah kaki sama sekali dari wanita itu.
Lampu minyak kami juga tiba-tiba nyala mati sendiri.
Saat wanita itu makin mendekat, barulah kami sadar bahwa kakinya tidak menyentuh tanah, alias melayang.
Wajahnya juga pucat dan dia menyeringai dengan seram ke arah kami.
Kami bertiga mulai ketakutan.
Saat wanita itu sudah berada di depan kami, tiba-tiba dia melayang ke atas dan tertawa seram.

"Kun.. kun…. kuntilanak!" seru kami bertiga sambil lari.

"Hihihihi…." tawa kuntilanak itu sambil melayang ke arah kami yang lari.

Saat itu, kami terus berlari sekuat tenaga.
Untunglah, setelah kami sampai di desa, kuntilanak itu sudah tidak ada lagi.
Saat itu lampu minyak yang dipegang Nur sudah mati.
Kami bertiga akhirnya pulang ke rumah masing-masing dengan terburu-buru karena takut.

No comments:

Post a Comment