Dedi Dan Malaikat
Kamu tentu pernah melihat atau mendengar ada anak kecil meninggal dunia. Tahukah kamu apa yang terjadi pada waktu itu?
Apabila seorang anak kecil meninggal dan anak itu baik, maka seorang malaikat turun dari surga. Ia datang untuk menjemput anak itu. Malaikat memapahnya dan membawanya ke tempat-tempat yang menyenangkan.
Anak itu diajaknya ke taman untuk memetik bunga. Lalu bunga itu dibawa ke surga, ke tempat Allah Bapa. Allah Bapa adalah Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Kamu tentu pernah melihat atau mendengar ada anak kecil meninggal dunia. Tahukah kamu apa yang terjadi pada waktu itu?
Apabila seorang anak kecil meninggal dan anak itu baik, maka seorang malaikat turun dari surga. Ia datang untuk menjemput anak itu. Malaikat memapahnya dan membawanya ke tempat-tempat yang menyenangkan.
Anak itu diajaknya ke taman untuk memetik bunga. Lalu bunga itu dibawa ke surga, ke tempat Allah Bapa. Allah Bapa adalah Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Bunga yang dibawa anak itu, ditanam di surga. Di sana tumbuh lebih subur dan berbau lebih harum. Tuhan Maha Pengasih menerima bunga, menekankan pada dada dan menciumnya. Bunga diberi tangkai baru, supaya dapat ikut memeriahkan kegembiraan di surga. Kegembiraan abadi, tanpa akhir!
Anak-anak kecil yang baik, bernyanyi bersama-sama dengan para malaikat dan orang-orang suci di surga.
Cerita di bawah ini mengisahkan seorng malaikat menjemput anak kecil yang baru saja meninggal. Anak itu merasa seperti sedang mimpi.
Anak itu bernama Dedi. Setelah meninggal, jiwa Dedi dibawa malaikat ke tempat anak itu biasa bermain. Mereka berdua tiba di taman bunga.
“Kau akan memetik bunga apa Dedi?” tanya malaikat.
Di taman ada bunga mawar besar-besar. Pohonnya rimbun. Bau mawar semerbak harum ditiup angin. Tetapi sungguh sayang! Tangkai mawar dipatahkan tangan jahil. Bunga mawar terkulai layu, menunduk hampir menyentuh tanah. Untung belum mati dan belum kering.
“Kuambil saja bunga mawar ini. Di surga akan tumbuh lebih subur lagi. Dan baunya akan harum semerbak, jauh lebih wangi. Akan kutanam di taman Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang”, kata Dedi.
Semak bunga mawar dibawa Dedi ke surga. Malaikat gembira dan Dedi diciumnya. Mata Dedi dibukanya agak lebar. Dan Dedi melihat bunga-bunga lain. Ada yang merah, ada yang biru. Bunga-bunga ini tidak pernah diperhatikan manusia. Dedi memetiknya dan membawanya pula.
Dedi dan malaikat masih terbang agak rendah. Mereka melayang di atas kota. Malam hari pun tiba. Dedi dan malaikat sampai di tempat pembuangan sampah. Di situ tanahnya miring ke bawah. Apa yang terlihat? Tentu saja sampah, daun-daun busuk, kertas-kertas bekas, pecahan-pecahan piring dan berbagai kotoran.
“Lihat pot bunga itu”, kata malaikat kepada Dedi.
Memang, di tengah gundukan sampah terserak pot bunga yang sudah pecah. Masih kelihatan ada tanamannya. Akarnya masih berbelit-belit memegang tanah. Bunga apa yang tumbuh di pot itu? Mengapa terbuang di antara sampah?
“Dedi, kita bawa saja pot pecah ini!” kata malaikat dengan ramah.
“Pot ini mempunyai riwayat. Sambil terbang, aku akan menceritakan kisah pot pecah ini. Itu pot bunga melati yang wangi dan sangat menarik hati. Beginilah kisahnya”.
“Di lereng sebuah gunung ada kamar”, begitu malaikat memulai ceritanya.
“Letaknya di bawah tanah. Di dalam kamar itu tinggal seorang anak kecil bernama Rudi. Ia miskin sekali. Sejak kecil selalu sakit-sakitan. Hampir seluruh hidupnya harus berbaring di ranjang. Berjalan, hampir-hampir tak bisa. Kalau hendak berjalan, Rudi menggunakan dua batang kayu sebagai penopang. Penopang itu, ujungnya yang satu diapit ketiak, ujung yang lain menjejak tanah, membantu kaki Rudi.”
“Pada musim kemarau, sinar matahari masuk kamar lewat jendela. Rudi dapat berjemur, memanaskan diri sambil tiduran. Kadang-kadang Rudi mengangkat tangannya dan mengacungkannya ke arah jendela. Ia memperhatikan sinar matahari menerangi jari-jarinya. Tangannya kelihatan merah menyala.”
“Rudi tidak dapat bermain-main seperti anak-anak lain. Untung ia mempunyai teman, namanya Susi. Kadang-kadang Susi datang membawa dahan patah yang masih berdaun. Rudi gembira sekali menerima pemberian ini.
Dahan digantungkannya di atas kepala. Ditatapnya beberapa daun yang masih segar hijau. Rudi mengkhayal, seolah-olah ia sedang duduk di bawah pohon beringin yang rindang.
Rudi membayangkan diri sedang berada di tengah hutan. Matahari bersinar di sela-sela pohon dan burung-burung berkicau di antara daun-daun.
Pada musim hujan, Susi datang membawa pot bunga melati. Pot ditaruh di jendela, di samping ranjang Rudi. Apabila Rudi sudah terlalu lelah berbaring, ia bangkit. Lalu berjalan dengan susah payah, mengambil air untuk menyiram bunga kesayangannya.”
“Tak lama kemudian Rudi dipanggil Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang. Sesaat sebelum meninggal, Rudi mengedipkan mata kepada bunga melati, buah hatinya.
Kini sudah setahun Rudi di surga, tempat Allah Bapa. Pot bunga tidak dilupakannya. Akan tetapi pot bunga itu dibuang orang di tempat sampah yang baru saja kita lalui tadi.”
“Nah, kuharap, kau sekarang tahu, mengapa pot bunga ini kita bawa ke surga. Pot bunga ini dan bunganya, akan lebih bahagia daripada bunga mawar di taman raja!”
‘Bagaimana engkau dapat mengetahui semua itu?” tanya Dedi kepada malaikat.
“Akulah Rudi! Anak yang sakit-saktian yang dulu berjalan dengan tongkat penopang. Tentu saja aku tidak lupa bunga kesayanganku”, jawab malaikat sambil mendekap Dedi.
Dedi memandang wajah malaikat yang berseri-seri. Pada saat itu mereka berdua sudah sampai di surga. Dedi diterima Allah Bapa, Tuhan yang Pengasih dan Penyayang. Ia didekap dan diciumNya.
Kini anak itu berubah pula menjadi malaikat bersayap. Ia bergandengan tangan dengan malaikat-malaikat lain, bersukaria dan bergembira abadi. Dedi dapat terbang ke mana-mana sesuka hati. Tak ada kegembiraan dan kebahagiaan seperti itu di dunia.
Bunga-bunga yang dibawa Dedi dan malaikat, juga diterima Tuhan. Bunga didekapkan pada dada dan diciumNya. Lalu bunga itu berdaun dan bertangkai lagi. Bunga melati yang tadi dipungut dari tempat sampah, sekarang tumbuh sangat subur. Melati dan mawar, serta bunga-bunga lain yang dibawa Dedi dari bumi, semerbak wangi. Cerah, meriah, ikut bernyanyi, menyemarakkan kegembiraan di surga.
H. C. Andersen