Menteri Desa
ketinggalan pesawat, Garuda menolak disalahkan
Maskapai
Garuda Indonesia angkat bicara soal keluhan Menteri Pembangunan Desa dan Daerah
Tertinggal, Marwan Jafar, soal pelayanan mereka saat hendak berangkat ke
Yogyakarta. Namun menurut mereka, semua berawal dari kesalahan Marwan dan
rombongannya.
Menurut Juru
Bicara Garuda Indonesia, Benny S. Butarbutar, rombongan Marwan ketinggalan
pesawat bukan karena pelayanan maskapai. Dia mengatakan, sesuai dengan data
pembukuan dan informasi penumpang VIP, Marwan terdaftar pada pesawat GA 204
rute Jakarta-Yogyakarta. Namun saat ditunggu hingga pukul 08.00 WIB, Marwan dan
rombongan tak juga muncul.
Padahal,
lanjut Benny, pada saat itu petugas harus melakukan "boarding gate"
dan memeriksa kembali di area Check In Counter Premium, hingga area check in di
Terminal 2F. Setelah dicari, Marwan dan rombongan tak kelihatan batang
hidungnya.
"Sementara
penumpang yang lain sudah berada di dalam pesawat, sehingga harus sudah
berangkat terbang. Mohon maaf, siapapun yang telat, mau menteri sekalipun,
tetap kami tinggal," kata Benny, Kamis (25/2).
Sebagai
gantinya, tambah Benny, rombongan Marwan ketinggalan pesawat diberikan
fasilitas naik penerbangan berikutnya, yaitu GA 206, dengan jadwal terbang
pukul 10.05 WIB. Namun, pesawat itu mengalami gangguan teknis pada bagian pintu
depan sehingga perlu diperbaiki.
Benny
mengakui perbaikan memakan waktu cukup lama. Alhasil maskapai memutuskan
mengganti pesawat dengan menggunakan registrasi PKGFO. Proses penggantian
pesawat berjalan sekitar satu jam. Penumpang pun baru dapat terbang pukul 11.05
WIB. Namun sesampainya di Universitas Gadjah Mada, Marwan menumpahkan
kekesalannya lantaran ketinggalan penerbangan.
"Kami
menyayangkan keluhan Pak Menteri soal Garuda Indonesia ini di depan forum.
Waktu ada acara di UGM. Bahkan, Pak Menteri juga bilang, Garuda merugi
terus," ujar Benny.
Benny
menampik tudingan Marwan soal kerugian. Menurut dia, Garuda Indonesia berhasil
meraih "rebound" dengan laba bersih USD 77,9 juta, atau setara dengan
Rp 1 triliun lebih.
No comments:
Post a Comment