Wednesday, December 18, 2013

Penghuni kebun



Penghuni kebun
Kisah Misteri - Minggu kemarin, aku pulang ke rumah orang tua ku yang notabene tinggal beda kota dengan ku. Rumah orang tua ku di salah satu daerah di Kepulauan Bintan.

Minggu pagi, papa ku ngajak aku untuk melihat tanah milik keluarga ku yang letaknya di perbatasan kecamatan dan lahan tersebut berbatasan langsung dengan hutan lindung. Menurut papa ku, beliau mau membuat patokan batas tanah. Untuk jelasnya, lahan tersebut tidak terlalu luas hanya beberapa hektar, dan berada di kanan kiri jalan raya. Untuk di sisi yang kontur tanahnya datar, tidak ada masalah karna hanya berbatasan dengan lahan milik orang lain dan sudah ada patokan pemisah lahan. Tetapi untuk lahan yang struktur tanahnya landai seperti jurang yang tidak terjal itulah yang akan di buat patokan lahan yang berbatasan dgn hutan lindung.

Jam 10 pagi aku berdua papa ku berangkat ke kebun (kami menyebutnya kebun, walau sebenarnya lebih mirip hutan karna tidak di tanami apa2 selain pohon dan semak belukar yg dari awal memang sudah begitu) dengan mengendarai mobil. Sesampai di lokasi, sudah menunggu seorang laki2 yang menurut papa ku itu tukang yang akan membantu papa ku membuat batas patokan tanah. Berbekal meteran, mereka segera mengukur lahan sesuai dgn akta surat tanah milik papa ku.

Menurut papa ku dulu sudah pernah di buat batas lahan, namun karna daerah tersebut sepi dan belum ada rumah penduduk di dekat daerah tsb, maka rawan terjadi pencurian lahan, dan batas lahan yang di bangun sudah di rusak orang (sebenernya aku kurang paham maksud papa ku, knp juga lahan yang ada akte sah nya bisa di serobot?).

Karena mereka bekerja dan mulai memasuki lahan makin ke dalam arah hutan, aku hanya duduk2 di dalam mobil sambil mendengarkan musik. Tiba2 aku ngerasa pengen (maaf) buang air kecil..aduh, bingung dong, di daerah itu gak ada satu pun rumah penduduk yg bisa aku pinjem toiletnya, mau cari musholah terdekat, aku gak bisa nyetir, kalo minta di anterin papa pasti ntar misah misuh gara2 kerjaannya terganggu. Ya sudah untuk ngilangin rasa kebelet, aku jalan2 di sekitar kebun.

Aku berjalan mengikuti batas paling luar tanah papa ku yang berbatasan dgn jalan raya, lalu aku lihat jalan mengarah ke daerah yang lebih curam, sesaat aku perhatikan ada tangga yang sengaja di buat dari tanah yang di cangkul berundak-undak. Aku melihat ke arah mobil yang berjarak sekitar 30m dari tempat itu, yah aku pikir gak jauh2 amat, kalo aku menuruni lereng itu trus ketemu ular dan aku teriak pasti masih kedengaran sama papa ku.

Akhirnya aku menuruni lereng itu, lumayan terjal, makin ke bawah makin gak kelihatan jalan raya di atas ku karna tertutup ilalang, tapi untungnya pepohonan tdk terlalu rimbun, jadi keadaan sekitar terang benderang. Ketika sampai di bawah di arah kananku ternyata ada mata air yang mirip air terjun cuma lebih kecil dan rendah, dan airnya mengalir membentuk sungai kecil kedalam hutan, hehe… kebetulan lagi kebelet pikir ku. Tiba2 ada ibu2 nyamperin aku dan mengajak ke gubuknya waktu aku jelasin aku mau buang air kecil di situ. Sebenarnya heran juga sih kenapa tuh ibu2 ada di dalam hutan, tapi rupanya ada dahan2 kering yang dikumpulkan ibu itu di sebelah aliran sungai, katanya untuk kayu bakar.

Waktu sampai di gubuknya aku langsung ngacir ke sumur (gak ada toilet, cuma sumur yang dindingnya bilik setengah badan). Setelah selesai aku lihat ibu itu sedang berbicara dgn suaminya di samping rumah. Suaminya sedang memilih bibit bawang merah. Ehh ntar dulu deh, kata papa ku tanah ini milik papa ku yang berbatasan dgn hutan lindung, sedangkan sisi satunya langsung tembus ke pantai, berarti bapak dan ibu ini tinggal di lahan papa ku dong, soalnya gak mungkin ini kawasan hutan lindung, soalnya hutan lindung nya di pagar kawat 2 m tingginya, dan tadi aku gak pake lewatin pagar deh.

Pas aku liat kebelakang rumah si ibu, ternyata ada kebun sayuran, lumayan luas. Sepertinya baru di tanami soalnya yang kelihatan cuma tunas2 pendek, gak tau deh sayur apaan.

Karna aku penasaran akhirnya aku bertanya dengan si bapak tsb.

A: Aku, B: Bpk, I: ibu

A: Pak, maaf..kalo boleh tau, ini tanah siapa yang bapak tanami sayur?

B: Ya tanah saya neng, emang kenapa?

A: Anu pak, begini…setau saya ini masih tanah papa saya, sampe dengan batas hutan lindung sana (nunjuk ke arah hutan lindung), trus ujung nya ke arah pantai (balik nunjuk ke arah pantai)

B: Ahh, salah kali neng, ini udah bapak beli 5bln lalu, surat jual belinya ada kok, ya bu ya? (ngelirik istrinya)

I: Bener neng, kita beli sama pak awang yang punya tanah ini.

A: Maaf bu, tapi nama papa saya bukan pak awang. ohh iya, kalo memang ada aktenya boleh saya liat bu?

I: Aktenya belum di kasih, kata pak awang di urus balik nama dulu, kami hanya megang surat jual beli dan kwitansi aja.

A: ya ampun bu, jangan2 bpk sama ibu di tipu. ini bener tanah papa saya. Gini aja deh, kebetulan papa saya ada di sebelah arah hutan lindung lagi bikin batas tanah, saya panggil kesini ya, kayanya tadi papa bawa akte tanah buat mastiin ukuran. Sebentar ya pak, bu…saya panggil papa saya dulu..

Lalu aku berjalan menaiki lereng kembali kearah jalan raya, ketika kulihat kebelakang bapak dan ibu itu sepertinya resah dan sedih. Yah kesian juga sih, kalo bener mereka di tipu pasti sedih bgt, mana kebunnya baru ditanami lagi. Biaya buat bangun gubuk dan menanami kebun mereka pasti gak sedikit juga jumlahnya.

Begitu sampai dimobil aku mengklakson berkali2, soalnya aku gak tau papa ku pastinya di arah mana masuk hutannya tadi. Trus gak lama papa ku sama si tukang datang.

Aku ceritakan semua kejadian tadi, termaksud nama pak awang yang menurut bapak dan ibu tadi yang menjual tanah pada mereka. Menurut papa ku pak Awang itu, memang terkenal preman kampung daerah tersebut dan suka memperdaya pendatang dengan cara menjual lahan punya orang lain. Dan kasihannya selalu saja ada orang yang bisa di yakininya untuk membeli lahan yang bukan punya nya itu.

Akhirnya aku ajak papa dan pak tukang untuk turun ke lereng untuk bertemu dan melihat kebun milik bapak dan ibu tadi. Sambil menuruni lereng ku bujuk papa ku agar mengijinkan bpk dan ibu itu untuk terus berladang karena kasihan mereka sudah bersusah payah, dan ayah ku setuju.

Tetapi begitu sampai di lereng ditempat dimana aku bertemu bpk dan ibu tadi, ternyata hanya padang ilalang dan tanaman2 liar saya. Tidak ada sedikit pun bekas di bangunnya rumah dan kebun sayar. Aku hanya terdiam, aku merasa kaki ku tiba2 tiba dingin dan kepala ku berat. Sesaat aku merasa akan pingsan, tapi papa ku langsung menahan tubuh ku dan menyuruh ku duduk di di batu samping sungai.

Aku terdiam sambil terus memandang ke arah rumah dan kebun yang tadi aku lihat. Masa iya sih, kok bisa mereka mengilang, apa rumahnya langsung di bongkar? Apa mereka hantu? Masa iya siang2 ada hantu? Kepala ku pusing seketika. Aku mendengar papa ku berbicara dengan pak tukang yang menjelaskan bahwa mungkin tadi yang aku lihat adalah orang bunian (bahasa daerah setempat untuk orang halus). Dan menurut pak tukang, kalo memang pak Awang telah menjual tanah papa ku pada orang bunian, maka akan sangat celaka.

Aku hanya diam saja seraya bergumam 'pak, bu, saya minta maaf, bukan maksud saya mau mengusir bapak sama ibu, sebernya malah saya mau minta papa memberi ijin bpk sama ibu untuk mengelolah lahan ini, yah dari pada hanya menjadi padang ilalang dan hutan, lebih bermanfaat kalo bpk dan ibu kelola saja'. Lalu aku mendengar suara perempuan, ya, suara ibu yang tadi 'terima kasih buat neng, dan terima kasih juga buat papa neng, kami sudah tau niat baik neng dan papa nya neng, tapi kami mau pulang lagi saja ke kampung kami.' Dan anehnya papa dan pak tukang tidak mendengar suara tersebut.

Menurut pak tukang, sebaiknya pekerjaan hari ini dilanjutkan besok pagi saja, supaya aku bisa pulang dan istirahat.

----

Hari selasa saat aku sedang makan siang di kantor (aku sudah pulang dari rumah orang tua ku minggu sore) papa ku menelpon, menceritakan bahwa senin siang saat papa ku dan pak tukang menyelesaikan pekerjaannya, mereka mendengar kabar bahwa pak Awang (orang yg menjual tanah papa ku itu) meninggal minggu malam di rumahnya. Innalillahi….entah ada hubungannya dengan kejadian kemarin atau tidak aku tidak tau.

No comments:

Post a Comment