Tuesday, November 12, 2013

Hidup Dalam Kemiskinan



Hidup Dalam Kemiskinan

{ 1 }

 Tuhan berkata: {Man yattaqillaha yaj’al lahu makhrajan}, {Wa yarzuqhu min haitsu la yahtasibu}  “Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar darinya”, “Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.”

Kisah di bawah ini akan menjelaskan lebih banyak mengenai ayat tersebut:

Hidup Dalam Kemiskinan

Seorang lelaki dari beberapa sahabat Nabi SAW yang hidup dalam kemiskinan. Dahulu, dia tidak mempunyai pekerjaan yang layak dan kebanyakan waktu-waktunya terbuang secara percuma, akhirnya dia menjadi pengangguran. Suatu hari sang istri berkata kepadanya: Seandainya kamu pergi ketempat Nabi SAW dan mohonlah bantuan darinya! Lelaki tersebut berangkat ketempat Nabi SAW dengan anjuran sang istri. Sewaktu mata Nabi SAW tertuju kepadanya, beliau berkata: “Man sa alna a’athainaahu wa manistaghnaa aghnaahullah; Barang siapa yang menginginkan bantuan dari kami, kami akan menolongnya akan tetapi apabila dia tidak menampakkan kebutuhan dan hajatnya, dia tidak akan menengadahkan tangannya kepada orang lain, dan Tuhan akan menjadikan dia tidak butuh kepada orang lain.” 

Lelaki itu berkata pada dirinya sendiri tentang apa yang di maksud oleh Nabi SAW, dia lalu menebak bahwa maksud Nabi SAW itu adalah dirinya dan tanpa berkata sepatah kata pun, dia kembali ke rumahnya dan mengatakan kepada sang istri tentang peristiwa tersebut. Istrinya berkata: Rasulullah SAW adalah juga manusia dan beliau tidak mengetahui kabar tentang kamu. Beritahukanlah kepada beliau tentang keadaan hidupmu yang malang dan penuh derita!

Lelaki tersebut terpaksa untuk yang kedua kalinya datang menemui Rasulullah SAW tetapi sebelum dia sempat berkata sesuatu, Rasulullah SAW mengulangi kembali perkataan sebelumnya. Dia kembali ke rumah tanpa menampakkan sedikitpun hajatnya di depan Nabi SAW tetapi karena dia melihat dirinya masih juga dalam cengkeraman kefakiran dan pengangguran, lemah dan tidak mampu, maka untuk yang ketiga kalinya dengan niat yang sama dia berangkat ke majelis Rasulullah SAW. Bibir Rasulullah SAW bergerak dengan nada yang sama dan memberikan keyakinan kuat pada hati dan ruh, beliau mengulangi kembali ucapannya. Kali ini memberikan keyakinan lebih kuat pada hatinya; dia merasakan bahwa kunci dari masalahnya terdapat pada kalimat ini. Tatkala dia meninggalkan majelis tersebut, dengan langkah-langkah yang pasti dan meyakinkan dia menelusuri jalan. Dia berpikir dengan dirinya sendiri bahwa dirinya tidak akan pergi lagi mencari dan memohon pertolongan kepada orang lain. Saya akan menyandarkan diri saya kepada Tuhan dan saya akan menggunakan kekuatan dan potensi yang telah tersimpan dalam diriku dan saya juga menginginkan dari-Nya agar diberikan keberhasilan dalam pekerjaan saya dan menjadikan saya tidak butuh kepada orang lain. Dengan niat ini, dia mengambil sebuah kapak pinjaman dan berangkat ke padang pasir. Hari itu dia mengumpulkan sejumlah kayu dan menjualnya dan merasakan kelezatan hasil dari jerih payahnya sendiri. Hari-hari berikutnya dia melanjutkan pekerjaan ini sehingga perlahan-lahan mampu menghasilkan pendapatan dan menyediakan kebutuhan hidupnya. Dia masih juga melanjutkan pekerjaannya sehingga dia telah memiliki modal, unta dan beberapa budak. Dia telah menjadi salah satu dari orang-orang kaya, dikarenakan usaha dan upayanya sepanjang hari. Suatu hari dia menemui Rasulullah SAW dan menceritakankan kepada beliau tentang keadaan dirinya bahwa sebagaimana pada hari itu dia datang menemui Rasulullah SAW dalam keadaan malang dan bagaimana ucapan Rasulullah SAW telah mendesak saya untuk bergerak dan bekerja. Rasulullah SAW berkata: Saya telah mengatakan kepadamu; barang siapa yang menginginkan bantuan dari kami, kami akan menolongnya tetapi apabila dia tidak menampakkan ketidakbutuhannya, maka Tuhan akan menolongnya.

{ 2 }

Dari sejumlah metode-metode pendidikan yang banyak di tegaskan oleh Al-Quran adalah memetik hikmah atau ibrah dari sejarah dan nasib bangsa-bangsa terdahulu. Dalam sebagian ayat-ayat Al-Quran,Tuhan memperdengarkan akan akibat-akibat dari perbuatan mereka dan mengungkap segera amal-amal mereka dan mengingatkan bahwa apabila mereka terpaksa telah bernasib malang maka itu adalah hasil dari perbuatan diri mereka sendiri.

Dalam surah Ali Imran di katakan bahwa: {Wa ma dzalamahumullahu wa lakin anfusahum yadzlimun} “Allah tidak menzalimi mereka, tetapi mereka yang menzalimi diri sendiri.”

Imam Ali as juga memperingatkan tentang penggunaan dari kesempatan-kesempatan dan melaksanakan amal-amal yang baik dan mengatakan: Addahru yawman yawmu lak wa yawmu ‘alaika. “Masa dua hari adalah sehari berpihak kepadamu dan hari yang lain adalah kerugianmu.”

Nasib Yang Membawa Hikmah


Sya’bi mengatakan: Dalam istana pemerintahan “Abdul Malik Marwan” saya duduk di dekat khalifah Umawi yang membawa kepala terpotong dari “Mas’ab bin Zubair” dan diletakkan di hadapannya yang pada saat itu saya merasa tidak senang dan tegang. Khalifah bertanya: Mengapa engkau begitu kelihatan tidak senang? Saya katakan: Peristiwa yang sangat menakjubkan, di sini juga saya dahulu dekat dengan Ubaidillah bin Ziyad dan saya melihat dia membawa kepala Imam Husain as dan meletakkannya di sisinya dan setelah beberapa lama kemudian di tempat ini pula saya berkhidmat kepada Mukhtar bin Abi ‘Ubaidah Tsaqafi dan saya melihat bahwa dia membawa kepala Ibnu Ziyad dan berulang kali tidak lama kemudian di tempat ini juga saya melihat kepala Mukhtar di sisi Mas’ab yang juga sekarang saya melihat kepala Mas’ab berada di dekatmu.

Setelah mendengar peristiwa ini Abdul Malik menjadi terpengaruh dan tidak senang dan segera dia berdiri dari tempatnya dan memerintahkan agar supaya merusak istana itu dan meratakannya dengan tanah yang mungkin dengan khayalan batilnya dia ingin menghindar dari takdir Ilahi.

No comments:

Post a Comment