Saturday, November 9, 2013

ABBAS DAN DERAJAT BAB AL-HAWAIJ (Pintu Segala Keperluan)



ABBAS DAN DERAJAT BAB AL-HAWAIJ (Pintu Segala Keperluan)

Seorang yang saleh tinggal di Karbala. Anaknya yang juga saleh, tengah jatuh sakit. Pada malam hari, ayahnya berziarah ke makam suci hazrat Abu al-Fadhl Abbas, dan bertawassul kepada beliau dengan tulus dan murni seraya berharap agar beliau memohonkan kepada Allah bagi kesembuhan putranya.

Ketika masuk waktu subuh, salah seorang teman orang saleh itu menghampirinya dan berkata, “Malam ini aku bermimpi sangat menakjubkan. Aku akan menceritakannya padamu; dalam mimpiku aku melihat hazrat Abbas bin Ali bin Abi Thalib memohon kesembuhan bagi putramu. Saat itu, datang seorang (malaikat) utusan Rasulullah SAW menemui Abbas dan berkata, ‘Rasulullah SAW bersabda bahwa berkaitan dengan kesembuhan anak ini janganlah engkau memberi syafaat karena ajal pasti (hatmi)-nya sudah dekat, dan usia yang telah ditakdirkan untuknya akan segera habis, dan kehidupannya akan segera berakhir.’”

“Kemudian hazrat Abbas berkata kepada malaikat itu, ‘Sampaikanlah salamku kepada Rasulullah SAW dan katakan kepada beliau demi kedudukanmu di sisi Allah. Aku meminta kepadamu agar memberi syafaat dan mohonlah kepada Allah agar menyembuhkan pemuda yang sedang sakit ini.’”

“Malaikat itu pun kembali dan menyampaikan salam Abbas kepada Rasulullah SAW dan mengutarakan pesannya.” “Rasulullah SAW bersabda, ‘Pergi dan katakanlah kepada Abbas bahwa ajal anak lelaki itu telah tiba.’ Kemudian ia menyampaikan pesan Rasulullah SAW kepada Abbas, dan Abbas pun memberi jawaban sebagaimana jawaban pertama. Dan kejadian ini berulang sampai tiga kali.”

“Akhirnya pada kali yang ketiga, wajah Abbas memucat. Ia lalu bangkit dan menemui Rasulullah SAW seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah SAW, tidakkah saya telah dijuluki dengan bab al-hawaij? Dan orang-orang juga sudah mengetahuinya dan mereka bertawassul kepada saya serta memohon syafaat atas nama itu?’”

“Kemudian Rasulullah SAW tersenyum dan bersabda kepada Abbas, ‘Kembalilah, Allah akan membuatmu merasa gembira. Engkau adalah bab al-hawaij dan berilah syafaat kepada siapa yang engkau kehendaki, dan dengan berkah keberadaanmu, Allah telah menyembuhkan pemuda yang sakit ini.’ Setelah itu saya terjaga dari tidur.”

MENYIMPAN RAHASIA

Pada suatu hari, seseorang datang menemui Syaikh Abu Said dan berkata, “Wahai Syaikh! Saya datang kepadamu, agar Anda mau mengajariku rahasia kebenaran.” Syaikh berkata, “Sekarang pulanglah. Besok datang lagi kemari. Saya akan memberimu pelajaran.”

Lelaki itupun pergi. Keesokan harinya, ia kembali menemui Syaikh. Sebelumnya, Syaikh memasukkan seekor tikus ke sebuah kotak tempat permata dan menutupnya rapat-rapat. Ketika lelaki itu datang, Syaikh memberi kotak itu kepadanya seraya berkata, “Bawalah kotak ini. Usahakan jangan sampai tutupnya terbuka.”

Lelaki itu membawa kotak tersebut. Dikarenakan rasa ingin tahu yang begitu menggelitik hatinya tentang gerangan apa yang ada dalam kotak itu, akhirnya ia membuka tutup kotak itu. Tiba-tiba ia melihat  seekor tikus keluar dari kotak tersebut dan lari. Ia kembali menemui Syaikh dan berkata, “Saya menginginkan dari Anda soal rahasia Allah. Namun mengapa Anda memberi saya seekor tikus?”

Syaikh menjwab, “Hai Darwisy! Aku memberimu seekor tikus dalam kotak, dan kamu tidak mampu menyimpannya. Lalu bagaimana bila aku mengungkapkan kepadamu berbagai rahasia Allah? Mungkinkah kamu mampu menyimpannya?”

Mereka yang mengetahui rahasia al-Haq

Mereka mengunci dan menjahit mulutnya.

JIKA HAKIM TIDAK BERLAKU ADIL


Di kalangan Bani Israil, hidup seorang hakim yang senantiasa menghakimi berbagai permasalahan di tengah masyarakat dengan adil. Tatkala berada di ambang kematian, ia berkata kepada istrinya. “Kalau aku sudah mati, mandikanlah aku dan kafanilah. Tutupilah wajahku dan letakkanlah aku dalam sebuah peti. Insya Allah, engkau tak akan menyaksikan sesuatu yang buruk.”

Tatkala ia meninggal, istrinya mengurus jenazahnya sesuai perintahnya. Selang beberapa menit, ia menyingkapkan kain penutup wajahnya. Tiba-tiba ia melihat sekumpulan ulat menggerumuti wajahnya dan menggerogoti hidungnya. Ia merasa takut menyaksikan kejadian ini (segera menutup kembali wajah jenazah suaminya dan menguburkannya).

Pada malam itu, ia bermimpi melihat suaminya yang berkata, “Apakah engkau merasa takut terhadap apa yang dilakukan ulat-ulat itu?”

Wanita itu menjawab, “Ya.”

Sang Hakim berkata, “Demi Allah, pemandangan menakutkan itu disebabkan kecenderunganku pada saudaramu. Suatu hari, saudaramu bersengketa dengan seseorang dan datang kepadaku. Tatkala keduanya duduk di hadapanku dan memintaku menghakiminya, aku berkata kepada diriku sendiri, ‘Ya Allah, berilah kebenaran pada pihak saudara isteriku.’ Sewaktu persengketaan mereka selesai diteliti, ternyata kebenaran berada di pihak saudaramu. Aku merasa senang. Dan ulat yang engkau saksikan itu merupakan balasan atas kecenderunganku pada saudaramu, sekalipun saudaramu berada di pihak yang benar. Namun saat itu aku tak mampu menjaga hawa nafsuku untuk bersikap netral.”

AIR MENGALIR KARENA AL-QURAN


Dikisahkan bahwa pada suatu hari, beberapa orang dari kalangan sayyid warga kota Najafabad, Isfahan, mengunjungi Ayatullah Bid Abudi. Mereka berkata, “Sebuah sumber mata air yang berasal dari gunung telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya. Namun, sumber itu akhir-akhir ini mengering, sehingga kami menjadi susah. Kami mohon, doakanlah agar mata air itu kembali mengalir.”

Sang Ayatullah itu lalu menuliskan sebuah ayat pada selembar kertas, yakni ayat : Apabila Kami turunkan Al-Quran kepada gunung, maka kamu akan melihatnya tunduk dan terpecah belah karena takut kepada Allah SWT.

Lalu, beliau memberikan itu kepada mereka seraya berkata, “Letakkan ini di puncak gunung itu di awal malam, kemudian kalian pulanglah.”

Mereka lantas melaksanakan perintah itu. Ketika dalam perjalanan pulang ke rumah masing-masing, tiba-tiba mereka mendengar suara yang menggetarkan dari gunung itu. Semua penduduk mendengar suara itu. Saat subuh tiba, sumber mata air itu telah kembali mengalir. Dan penduduk pun bersyukur kepada Allah SWT.

AL-QURAN ADALAH PEMBERI REZEKI


Alkisah, ada seorang lelaki yang selalu berkunjung ke rumah Umar, agar dia selalu dibantu. Akhirnya, Umar pun merasa bosan dengan tingkah laku orang tersebut.

Umar berkata kepadanya, “Hai lelaki, apakah kamu hijrah ke rumah Tuhan atau ke rumah Umar? Pergilah dan bacalah Al-Quran, lalu ambillah pelajaran-pelajaran Al-Quran yang dapat membuatmu tidak butuh lagi untuk pergi ke rumah Umar.”

Lelaki itu pun pergi. Telah berbulan-bulan dia tak datang lagi dan Umar pun tak pernah melihatnya. Hingga akhirnya Umar beroleh informasi bahwa dia telah menjauhi masyarakat. Dia kini berada di suatu tempat yang sunyi untuk beribadah. Di samping itu, dia memohon pertolongan kepada Tuhan agar diberi taufik untuk berusaha mencari rezeki yang halal dan memohon agar kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh-Nya.

Umar mengunjunginya, lalu berkata kepadanya, “Aku rindu bertemu denganmu dan kedatanganku ini hanya ingin tahu tentang keadaanmu sekarang. Katakanlah, apa kiranya yang menyebabkanmu menjauh dan lari dari kami?”

Lelaki itu menjawab, “Aku telah membaca Al-Quran, dan Al-Quran telah membuatku tak membutuhkan Umar dan keluarganya.”

Umar bertanya lagi, “Ayat manakah yang telah kau baca itu, sehingga kau seperti ini?”

Dia menjawab, “Ketika aku membaca Al-Quran dan sampai pada ayat ini : Dan di langitlah berada rezeki-rezeki kalian dan apa-apa yang telah dijanjikan kepada kalian (Az-Zariyat : 22). Aku berkata kepada diri sendiri, “Ternyata rezekiku ada di langit, tetapi aku selalu mencarinya di bumi. Sungguh aku adalah lelaki yang buruk.”

TITIK YANG TAKKAN BERPINDAH TEMPAT


Dalam Al-Quran Allah SWT berfirman : Maka keduanya berjalan, hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka.

Rasulullah SAW menjelaskan, “Penduduk negeri itu adalah orang-orang yang celaka karena tidak mau menerima dua orang nabi yang mulia sebagai tamunya.”

Disebutkan dalam sejarah bahwa negeri itu bernama Inthakiyah (Anthiokia). Ketika mendengar ayat suci itu turun, penduduk negeri itu menghadap Rasulullah SAW sambil membawa sekarung emas, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, kami akan menyerahkan sekarung emas ini kepada Anda apabila Anda mau menukar huruf ba dengan ta.”

(Artinya cuma satu) maksudnya, “Ambillah emas-emas ini sebagai imbalan apabila Anda menghapus titik pada kata (bauw) dan sebagai gantinya Anda meletakkan dua titik di atasnya  hingga menjadi (tauw). Sehingga, makna ayat suci itu menjadi seperti ini : Penduduk negeri itu menyambut kedatangan kedua nabi yang mulia itu untuk dipersilahkan sebagai tamu mereka. Dengan begitu, sebutan sebagai orang-orang yang tak tahu malu tak akan kami sandang lagi.

Rasulullah SAW tak menyetujui keinginan mereka itu dan bersabda, “Perubahan titik ini akan menyebabkan adanya kebohongan pada firman Tuhan dan akhirnya akan merendahkan maqam ketuhanan.”

No comments:

Post a Comment