Thursday, December 12, 2013

Di Wisma Yang Misterius



Di Wisma Yang Misterius


Assalamu'alaikum.
selamat sore, teman-teman. setelah seharian berkutat dengan nursing kit di laboratoium, aku masih harus menyelesaikan jurnalku yang sudah harus dikumpulkan akhir minggu ini. sambil mengedit jurnal, aku akan berbagi sedikit cerita dari pacarku.

(dari kemarin ceritanya pacar terus ya. aku tidak punya pengalaman seperti kalian, teman. maka dari itu aku ceritakan saja pengalaman dari orang lain. -_-").

mohon maaf jika lagi-lagi tulisanku tidak menghibur apalagi semrawut. maklum, otakku sudah ku peras di laboratorium tadi.

Sabtu, 29 September 2012

sejak tanggal 10 September lalu, Wahyudi sudah berangkat ke Bogor. ya, dia lah pacarku yang biasa ku panggil 'abang'. ia harus mengikuti pendidikan PusPPaGal (Pusat Pendidikan Perwira Galangan) selama tiga bulan mendatang. keadaan sungguh tidak memungkinkan jika ia harus pulang ke Cirebon setiap minggunya. ia mulai uring-uringan karena rasa bosan. sebenarnya ada IB (izin berlibur).

itu pun dimulai dari hari sabtu sore. dan minggunya, ia harus sudah berada di asrama/ flate pukul 8 malam. merepotkan sekali bukan jika ia pulang ke Cirebon? di minggu ke tiga, ia dan teman-temannya mulai merasa jenuh. akhirnya mereka memutuskan untuk mengumpulkan uang yang nantinya akan mereka berikan ke dosen/ gumil (guru militer).

lebih tepatnya, mereka menyogok sang dosen agar jam kuliah mereka dikurangi dan mereka bisa keluar flate lebih awal.
Abang menelponku dan memberitahu bahwa hari sabtu ia akan keluar flate lebih awal. ia memintaku untuk datang ke Jakarta. aku pikir, kenapa dia tidak pulang saja ke Cirebon. tapi ia mengatakan padaku bahwa di Monas akan ada pertunjukkan kebudayaan Jepang.

"biar sekalian malam mingguan di Monas, Dik." jawabnya.
aku yang belum pernah menginjakkan kaki ke Jakarta (kampungan sekali ya), merasa ini kesempatanku untuk tahu seperti apa Jakarta.
toh di sana sudah ada bang Yudi.

akhirnya, aku putuskan untuk bolos kuliah di hari sabtu tersebut. aku langsung membeli tiket kereta api dengan jurusan Gambir dengan jam keberangkatan 14.00 wib.

setelah menunggu cukup lama, akhirnya kereta tiba. dan aku pun berangkat. 30 menit sekali abang menelponku. menanyakan sudah sampai mana. karena ia sudah standby di Stasiun Gambir.

tiga jam perjalanan ku habiskan dengan diam dan berdoa. hingga akhirnya kereta berhenti di tujuan. ya, Stasiun Gambir. aku segera turun dari kereta dan mencari abangku. ternyata ia menungguku di salah satu tempat makan di stasiun.

karena ia tahu bahwa aku belum makan sejak tadi siang, ia pun memesankan sepiring nasi goreng untukku. di sela-sela makan kami, ia bercerita banyak hal bahkan meledekku yang baru pertama kali menggunakan jasa kereta api. (kalau saja bukan pacarku, sudah ku tinggal pulang saat itu juga). aku hanya tersenyum kecut. sebal sekali rasanya.

setelah makanan kami habiskan, kami beranjak keluar stasiun setelah membeli beberapa camilan serta minuman. dan menuju sebuah penginapan (lebih tepatnya sebuah wisma milik salah satu BUMN) yang berada tepat di depan stasiun.
"kita menginap disini ya, Dik. dulu saat abang tugas di MaKo, abang tidur di sini". ujarnya padaku.


aku hanya mengangguk. tapi tolong, jangan berpikir yang macam-macam apalagi mesum. di wisma tersebut, tiap kamarnya terdiri dari dua lantai. lantai bawah digunakan untuk ruang tamu dan lantai atas untuk tempat tidur serta kamar mandi.

ada dua bed di lantai atas. jadi kami tidur di bed masing-masing. dan kamar kami ada di lantai 3. sudah jelas bukan? jadi jangan berpikir kami melakukan hal yang aneh-aneh.

saat hendak masuk ke dalam kamar, abang mengucapkan salam. tumben sekali ia mengucapkan salam, pikirku. karena aku tahu, ia jarang sekali mengucapkan salam. tapi ku biarkan saja.

ia menyalakan televisi di ruang tamu dan aku bergegas mandi di lantai atas. ya, sikapnya agak aneh saat maemasuki kamar. ia terlihat memperhatikan tiap sudut ruangan dengan mata tajamnya. aku yang tidak mengerti hanya diam dan ku anggap biasa saja.

setelah selesai mandi, gantian ia yang ku suruh mandi dan aku menonton televisi sambil memakan camilan yang ku beli di stasiun tadi. entahlah, aku begitu tertarik untuk memperhatikan balkon yang berada di samping televisi.

ada pintu kaca dan gorden sutra putih yang menutupinya. AC di ruang tamu membuat gorden tersebut melambai seperti gaun. kamar ini terkesan jadul bagiku. mungkin memang design interiornya dikonsep seperti rumah tahun tujuh puluhan.

ditambah lukisan dua anak kecil bule yang tengah menaiki kereta kuda, dan tangga kayu yang benar-benar menambah kesan jadul. tapi cukup nyaman. ya, dari pada cari penginapan lain yang jauh dari stasiun. akan lebih merepotkan saat aku akan pulang nanti.

malam itu, kami menghabiskan waktu di Monas hingga dini hari. lalu kembali ke wisma dan tidur. (ingat ya, jangan berpikiran yang aneh-aneh. kami hanya tidur saat itu. tidak lebih). saat hendak tidur, abang memintaku untuk mengambilkan rokoknya yang tertinggal di meja tamu.

sebelumnya ia bertanya padaku apakah aku berani pergike bawah untuk mengambil rokoknya. aku tidak menjawab dan langsung bergegas turun ke ruang tamu. tiba-tiba saja bulu kudukku meremang saat melihat ke pojok ruang tamu yang gelap karena lampu ruang tamu ku matikan. dan aku berjalan cepat-cepat menuju tempat tidur.

ke esokan harinya, kami melihat pertunjukkan kebudayaan Jepang di Monas sampai pukul 12.00 wib. karena aku sudah harus berbenah dan kembali ke Cirebon. saat itu kereta akan berangkat pukul 13.30 wib.


sebelum pulang, kami kembali ke Wisma untuk mandi dan merapikan barang bawaan kami. saat aku tengah menyisir rambutku di depan meja rias, abang terus saja memperhatikanku. lalu berkata, "sudah, Dik. jangan lama-lama. nanti kacanya pecah".
aku hanya tertawa. aku pikir ia tengah mencandaiku.

seperti biasa, sepanjang perjalanan ku habiskan dengan diam dan berdoa. tapi kali ini abang tidak menelponku setiap 30 menit sekali. karena ia sedang dalam perjalanan menuju flate di Bogor.

pukul 16.30 wib, aku sudah sampai di Cirebon dan bergegas mencari ojek. sesampainya di kontrakan, aku segera merebahkan tubuhku di atas tempat tidur. baru lima menit aku beristirahat, tiba-tiba ponseku berdering. ternyata abang yang menelpon. terjadilah percakapan antara kami, kurang lebih seperti ini: aku (A), abangku (B).

B : lagi apa, Dik?

A : istirahat, Bang. ada apa?

B : Dik, ternyata wisma yang kita tempatin itu banyak sekali "penghuninya".

A : maksudnya gimana yah?

B : ingat tidak saat pertama kita masuk kamar? bukankah abang mengucapkan salam?

aku terdiam sejenak dan mengingatnya. ya, benar. dia mengucapkan salam. dan saat itu aku merasa heran karena ia jarang sekali mengucapkan salam.

B : itu abang lakukan karena penghuni kamar tersebut begitu riuh di ruang tamu. mereka ada di stiap sudut. bahkan saat kita menonton televisi, mereka berada di samping kita, di belakang, di pojok ruangan. ah banyak, Dik.

aku menelan ludah seketika. untung saja aku tidak melihat mereka. aku bisa pingsan seandainya aku mampu melihat mereka.

B : kamu ingat lukisan dua anak kecil bule di ruang tamu, Dik? "mereka" ada di ruang tamu.bahkan banyak makhluk lain di ruang tamu itu. bapak-bapak lusuh, orang yang compang camping, banyak lagi.

di pojok ruang tamu, ada nenek-nenek dengan rambut panjang hingga ke lantai, dia membawa sabit di tangannya. di meja rias, ada perempuan bergaun putih dengan rambut panjang dan tertunduk terus.

saat kamu menyisir rambutmu, abang bilang "jangan lama-lama. nanti kacanya pecah." ingat??
karena saat kamu belum menyisir rambutmu, perempuan itu duduk tepat di kursi depan meja rias itu. dan saat kamu meyisir rambut, perempuan itu mundur ke belakangmu dan terus melihatmu.

dan kamu tahu, Dik? saat kita hendak tidur, perempuan itu duduk di tepi ranjangmu. tapi mereka tidak mengganggu bukan? karena saat kamu mandi, abang mencoba berkomunkasi dengan mereka agar tidak mengganggu kita.

Deg!!!!! aku ternganga mendengar penuturannya. pantas saja aku merasa bulu kudukku meremang saat mengambilkan rokok untuk pacarku di ruang tamu. sejak saat itu, jika kami berlibur ke Jakarta kami lebih memilih penginapan yang agak jauh dari stasiun dari pada harus ketakutan.

teman, aku rasa ceritaku sudah terlalu panjang. mohon maaf sekali jika kalian lelah membacanya. silakan diberi komentar.

No comments:

Post a Comment