Semburan pocong
Aku mau bagi cerita tentang pengalaman kakek buyutku. Alhamdulillah beliau masih hidup (meskipun sudah pikun) dan sekarang tinggal di Jawa bersama adik dari kakek saya. Cerita ini saya dapat dari kakek saya, anak pertama dari buyut saya. Jadi maaf saja jika ada lebih kurangnya, karena ini bukan pengalaman pribadi saya sendiri. Tapi ini adalah kisah nyata.
Buyutku bernama buyut Saim, jaman dulu orang Jawa sangat suka menonton ludruk (pagelaran lawak Jawa). Meskipun jarak jarak jauh harus ditempuh dengan berjalan kaki (karena belum ada kendaraan bermotor), mereka sangat antusias untuk menontonnya. Pada suatu hari terdengar kabar akan ada pagelaran ludruk di suatu daerah di desa tetangga buyutku. Dengan antusias buyut Saim mengajak kedua temannya untuk menonton (sebut saja buyut Sani dan Pardi), dan mereka pun mengiyakan ajakan buyut Saim.
Malam sekitar pukul 19.00 mereka pun berangkat dengan berjalan kaki, dengan membawa bekal sekedar beberapa gelintir rokok yang dibuat sendiri dari kertas rokok dan tembakau. Mereka bertiga harus berjalan kaki sedikitnya 3 Km dari desa mereka dengan keadaan jalan yang sepi dan gelap, itupun mereka anggap sudah biasa. Langkah demi langkah mereka jalani dengan santai dan semangat, sambil sekedar merokok dan bercengkerama.
Tibalah mereka di tempat acara, ternyata mereka terlambat lumayan lama untuk menyaksikan ludruk itu dari awal. Tapi tak apalah, pikir mereka. Tak berapa lama acara ludruk tersebut usai. Waktu menunjukan pukul 23.00 lewat, namun mereka tak ingin langsung pulang. Mereka masih berjalan-jalan disekitar panggung ludruk tersebut untuk melihat2 orang bermain taruhan wayang dll.. (judi orang jaman dulu). Setelah mereka puas mereka pun memutuskan untuk pulang.
Kira2 setelah satu kilometer perjalanan pulang, pandangan buyut Saim tertuju pada sesuatu benda di tengah jalan. Ternyata kedua temannya juga menghentikan jalannya karena melihat keanehan benda tersebut. Benda itu seperti permen yang diikat atas dan bawahnya. Namun anehnya benda itu terus memanjang dan membesar. Dari seperti sebungkus permen, membesar dan memanjang seperti guling, hingga lama-lama panjangnya menutupi jalan. Dengan takutnya mereka melewati benda tersebut. Mereka tidak melangkahinya (hanya lewat di pinggir jalan dengan hati2).
Setelah beberapa meter dari benda tersebut, buyut Sani yang penasaran benda apakah tadi, mengambil sebuah batu dan melemparnya.. Sontak mereka kaget dan ketakutan saat benda tersebut langsung berdiri seperti pocong dan melompat-lompat ke arah mereka. Mereka lari sekencang-kencangnya namun pocong itu tetap mengejar. Mereka bertiga semakin takut karena pocong itu mengeluarkan api dari mulutnya (seperti disembur-sembur) ke arah mereka. Maka semakin kencang pula mereka berlari. Tak ada kata lelah dari mereka selagi pocong itu terus mengejar.
Dalam hati buyut Saim terus berpikir bagaimana caranya agar pocong itu berhenti menyembur dan hilang karena dia kasian pada temannya paling belakang (buyut Sani) yang terus kena sembur. Akhirnya setelah sekian lama berlari mereka sampai di sebuah jeding (pemandian umum di desa). Disitulah buyut Saim mendapat ide, dengan cepatnya buyut Saim membuka seluruh pakaiannya tanpa terkecuali dan menghadap persis ke arah pocong itu. Dan ternyata pocong itupun langsung hilang. Hufft, akhirnya... pikir mereka lega.
Namun beberapa hari kemudian buyut Sani meninggal tanpa penyakit apapun. Namun mereka menganggap kematiannya selain memang sudah kehendak YME, mereka juga percaya bahwa orang yang pernah kena sembur pocong umurnya tidak akan lama. Allahuallam..
No comments:
Post a Comment