Banda-Naira, Tempat Indah Pembuangan Hatta-Sjahrir
TEMPO. CO , Banda: Laut baru saja membiru kala kapal Pelni Tidar yang ditumpangi Tim Tempo (penulis Agung Sedayu dan fotografer Ayu Ambong) bersandar di pelabuhan Neira, Senin, 14 Oktober lalu. Airnya jernih, tenang, dan berkilau bagai cermin. Bayangan gunung api Banda di seberang dermaga ikut terpantul di sana. Di dermaga yang sama, pada 1 Februari 1936, Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir turun dari kapal Fommel Haut yang mengantar mereka dari pengasingan Boven Digul, Papua, yang keras. Di Neira mereka melanjutkan masa pengasingan hingga 1942. Saya lantas berfikir apa kira-kira tujuan Belanda menjadikan pulau seindah ini sebagai tempat buangan.
Lamunan saya buyar kala terdengar pengumuman supaya penumpang segera turun. Di antara ratusan penumpang yang menghambur keluar tampak Meutia Farida Hatta Swasono berjalan perlahan menuruni tangga kapal yang licin berembun. Tanpa sengaja kami bertemu dan menumpang kapal yang sama dengan anak Wakil Presiden Indonesia pertama itu. Meutia ke Neira untuk menghadiri acara wisuda Sekolah Tinggi Ilmu Perikanan Hatta-Sjahrir, satu-satunya sekolah tinggi di Banda. »Belanda sengaja mengasingkan bung Hatta dan Sjahrir di tempat yang indah ini agar sikap melunak pada pemerintah. Tapi upaya Belanda itu gagal,” ujar perempuan 66 tahun menjawab pertanyaan saya.
Meutia menginap di Hotel Maulana yang berada tepat di samping kanan dermaga. Hotel dua lantai bergaya Belanda itu dibangun Des Alwi Abubakar, tokoh Banda yang juga anak angkat Hatta dan Sjahrir. Seluruh kamarnya menghadap selat dan gunung api Banda. Pada 1993 Sarah Ferguson, menantu Ratu Inggris, dan dua anaknya pernah berkunjung ke Banda dan menginap di hotel itu. Begitu juga tokoh selam dunia Jacques Yves Costeau serta vokalis grup Rolling Stones Mick Jagger. »Mereka semua menempati kamar 214,” ujar Tanya Marinka, putri Des Alwi, yang kini menjadi pengelola hotel itu.
Banda Neira atau Banda Naira adalah salah satu pulau utama di kepulauan Banda dan sekaligus menjadi pusat pemerintahan Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah. Kecamatan Banda memiliki 12 pulau dengan luas total sekitar 172 kilometer persegi. Hampir tidak ada mobil di sini. Selama empat hari kami hanya menjumpai 3 mobil dan semuanya tidak terawat. »Kami lebih suka jalan kaki dan naik sepeda, apalagi bensin di sini sering langka,” ujar Lukman Ang, warga lokal yang menjadi pemandu kami. Berjalan kaki di Neira menyenangkan. Jalanan bersih dan asri, di kiri-kanan jalan berderet bangunan-bangunan bergaya kolonial.
No comments:
Post a Comment