Saturday, November 9, 2013

Ammar bin Yasir

(kepatuhan dan ketangguhannya dalam memeluk Islam sebuah teladan yang harus diikuti)

Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka membaiatnya di bawah pohon…(Al-Fath : 18). Ayat ini menurut para mufasir berhubungan para sahabat Nabi yang memberikan baiatnya kepada Rasulullah. Salah satu dari mereka itu bernama Ammar Bin Yasir. Ia seorang putra dari Sumayyah yang dikenal sebagai syahidah pertama dalam Islam. Ammar berkulit sawo matang dan berperawakan tinggi. Kedua matanya hitam kebiru-biruan. Pundaknya bidang dan rambutnya lebat.

Ammar bin Yasir adalah anak dari Sumayyah binti Khabbab dan Yasir bin Amir yang merupakan salah satu dari orang yang terawal dalam memeluk agama Islam atau disebut dengan Assabiqunal Awwalun. Keluarganya berasal dari Tihanah, suatu daerah di Yaman yang kemudian datang ke Mekkah untuk mencari saudaranya yang hilang dan kemudian menetap di sana. setelah Ammar bin Yasir dan keluarga memeluk Islam, kemudian mereka disiksa oleh Abu Jahal untuk melepaskan Islam. Dalam siksaan itu orang tua Ammar bin Yasir tewas oleh kekejaman kaum Quraisy. Sementara Ammar selamat setelah diperlihatkan mukjizat oleh Rasulullah yang mengubah api menjadi dingin. Ia ikut dalam hijrah ke Habasyah (saat ini Ethiopia) dan kemudian hijrah ke Madinah.

Ia masuk Islam ketika berada di Ka`bah tidak sengaja mendengarkan ayat-ayat Al-Quran yang dibacakan Muhammad SAW. Karena terasa berbeda dengan lantunan syair-syair Arab maka Ammar menelusurinya. Maka larangan untuk tidak mendekati Muhammad SAW tidak digubrisnya. Akhirnya Ammar pun sengaja datang ke Darul Arqam. Di depan rumah itu Ammar kepergok Suhaib bin Sanan.

“Mau apa kau ke sini,” tanya Ammar mendahului. ”Aku mau menemui Muhammad dan ingin mendengarkan ajaran-ajarannya,” jawab Suhaib singkat. “Aku pun begitu,” ungkap Ammar. Dan setelah itu mereka masuk dan mendengarkan tausiyah Rasulullah hingga menjelang malam. Besoknya Ammar datang lagi dan masuk Islam. Ia menghafal ayat-ayat Al-Quran yang disampaikan Rasulullah SAW. Ia membacanya secara lunak. Hari berikutnya membaca secara keras dan makin keras hingga terdengar ke luar rumah.

Ammar selain berjasa dalam membangun masjid pertama, Quba, juga ikut berjuang bersama Nabi dalam perang Badr, Uhud, Khaibar, Khandak dan peperangan lainnya. Ammar bersama orangtuanya, Sumayyah binti Kahiyyat dan Yasir pernah disiksa oleh Abu Jahal bin Hisyam di tengah-tengah padang pasir, ramdha. Saat tahu tentang itu, Rasulullah datang dan berkata, “Hai keluarga Yasir, sabarlah! kalian dijanjikan pahala surga.”

Bahkan mereka diancam akan dibunuh jika tidak meninggalkan agama Islam. Kedua orangtua Ammar, Yasir dan Sumayah, tetap berpegang teguh memegang Islam dengan berani berujar di hadapan para musyrikin, “kami yang sudah suci dengan Islam tidak mau mengotorinya lagi.” Mendengar itu para musyrikin marah dan akhirnya membunuh keduanya dengan tombak. Atas tindakan itu, akhirnya Ammar tidak bisa apa-apa selain menuruti kaum musyrikin. Ia dihadapan para pemuka musyrikin melontarkan cacian dan makiannya kepada Rasulullah dan langsung menyatakan keluar dari agama Islam. Kejadian itu pun diketahui Nabi. Selang beberapa hari setelah kejadian itu turunlah ayat kepada Nabi, “Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah) kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap beriman (dia tidak berdosa).” (QS An-Nahl :106). Berdasarkan ayat ini umat Islam pada waktu itu diizinkan untuk melakukan taqiyah dalam rangka menjaga keselamatan. Inilah yang dilakukan Ammar yang terpaksa mencaci maki Nabi dan menyatakan keluar dari Islam untuk penyelamatan jiwanya. Dan tindakan taqiyah yang dilakukan Ammar tadi dibenarkan oleh Nabi, “Kalau mereka kembali menyiksamu lagi, ucapkan cacianmu padaku; Allah akan mengampunimu dikarenakan kamu terpaksa melakukannya.”

Ada hadis lain yang berkenaan dengan Ammar, yaitu dari Khalid bin Walid yang berkata bahwa dirinya pernah bertengkar dengan Ammar. Lalu mengadukannya kepada Nabi. Saat itu Rasulullah SAW langsung berkata, “Hai Khalid, siapa yang memaki-maki Ammar bin Yasir, Allah akan memaki-maki dia. Barang siapa yang memusuhinya, Allah akan menjadi musuh dia. Barangsiapa yang merendahkan Ammar, Allah pun akan merendahkan dia.” Inilah pujian yang menyatakan kedudukan Ammar bin Yasir dihadapan Allah dan Rasul-Nya.

Kemudian datanglah saat perang Shiffin yang mengerikan itu. Imam Ali menghadapi pekerjaan penting ini sebagai tugas memadamkan pembangkangan dan pemberontakan. Dan Ammar ikut bersamanya. Waktu itu usianya telah 93 tahun . Apa dalam usia 93 tahun ia masih pergi ke medan juang …. ? Benar …,selama menurut keyakinannya peperangan itu menjadi tugas kewajibannya …. ! Bahkan ia melakukannya lebih semangat dan dahsyat dari yang dilakukan oleh orang-orang muda berusia 30 tahun ….

Tokoh yang pendiam dan jarang bicara ini hampir saja tidak menggerakkan kedua bibirnya, kecuali mengucapkan kata-kata mohon perlindungan berikut: “Aku berlindung kepada Allah dari fitnah …. Aku berlindung kepada Allah dari fitnah ….”.

Tak lama setelah Rasulullah wafat, kata-kata ini merupakan doa yang tak putus lekang dari bibirnya. Dan setiap hari berlalu setiap itu pula ia memperbanyak doa dan mohon perlindungannya itu …, seolah-olah hatinya yang suci merasakan bahaya mengancam yang semakin dekat dan menghampiri juga.

Dan tatkala bahaya itu tiba dan fitnah merajalela, Ibnu Sumayyah telah mengerti di mana ia harus berdiri. Maka di hari perang Shiffin walaupun telah kita katakan usianya telah 93 tahun, ia bangkit menghunus pedangnya, demi membela kebenaran yang menurut keimanannya harus dipertahankan.

Pandangan terhadap pertempuran ini telah dimaklumkannya dalam kata-kata sebagai berikut:
“Hai umat manusia! Marilah kita berangkat menuju gerombolan yang mengaku-ngaku hendak menuntut membela Utsman!

Demi Allah! Maksud mereka bukanlah hendak menuntutkan pembelaannya itu, tetapi sebenarnya mereka telah merasakan manisnya dunia dan telah ketagihan terhadapnya, dan mereka mengetahui bahwa kebenaran itu menjadi penghalang bagi pelampiasan nafsu serakah mereka. Mereka bukan yang berlomba dan tidak termasuk barisan pendahulu memeluk Agama. Islam. Argumentasi apa sehingga mereka merasa berhak untuk ditaati oleh Kaum Muslimin dan diangkat sebagai pemimpin, dan tidak pula dijumpai dalam hati mereka perasaan takut kepada Allah, yang akan mendorong mereka untuk mengikuti kebenaran …. !

Mereka telah menipu orang banyak dengan mengakui hendak menuntutkan bela kematian Utsman, padahal tujuan mereka yang sesungguhnya ialah hendak menjadi raja dan penguasa adikara… .!”

Kemudian diambilnya bendera dengan tangannya, lalu dikibarkannya tinggi-tinggi di atas kepala sambil berseru: “Demi Dzat yang menguasai nyawaku …. ! Saya telah bertempur dengan mengibarkan bendera ini bersama Rasulullah SAW, dan inilah aku siap berperang pula dengan mengibarkannya sekarang ini ….. !

Demi nyawa saya berada dalam tangan-Nya ….!Seandainya mereka menggempur dan menyerbu hingga berhasil mencapai kubu pertahanan kita, saya tahu pasti bahwa kita berada di pihak yang haq, dan bahwa mereka di pihak yang bathil ….!” Orang-orang mengikuti ‘Ammar, mereka percaya kebenaran ucapannya.

Berkatalah Abu Abdirrahman Sullami: “Kami ikut serta dengan Ali r.a. di pertempuran Shiffin, maka saya lihat ‘Ammar bin Yasir r.a. setiap ia menyerbu ke sesuatu jurusan, atau turun ke sesuatu lembah, para shahabat Rasulullah pun mengikutinya, tak ubahnya ia bagai panji-panji bagi mereka ….!” Dan mengenai, Ammar sendiri, sementara ia menerjang dan menyusup ke medan juang, ia yakin akan menjadi salah seorang syuhadanya…. Ramalan Rasulullah SAW terang terpampang di ruang matanya dengan huruf-huruf besar: “Ammar akan dibunuh oleh golongan pendurhaka …’: Oleh sebab itu suaranya bergema di arena dengan senandung ini: “Hari ini daku akan berjumpa dengan para kekasih tercinta …. Muhammad dan para shahabatnya …. !”

Kemudian bagai sebuah peluru dahsyat ia menyerbu ke arah Muawiyah dan orang-orang sekelilingnya dari golongan Bani Umayyah, lalu melepaskan seruannya yang nyaring yang menggetarkan: “Dulu kami hantam kalian di saat diturunkannya. Kini kami hantam lagi kalian karena menyelewengkannya Tebasan maut menghentikan niat jahat Dan memisahkan kawanan pengkhianat Atau al-Haq berjalan kembali pada relnya”

Maksudnya dengan syairnya itu, bahwa para shahabat yang terdahulu dan Ammar termasuk salah seorang di antara mereka. Dulu telah memerangi golongan Bani Umayyah yang dikepalai oleh Abu Sufyan ayah Muawiyah pemanggul panji-panji syirik dan pemimpin tentara musyrikin …. Mereka perangi orang-orang itu karena secara terus terang Al-Quran menitahkannya disebabkan mereka adalah orang-orang musyrik.

Dan sekarang di bawah pimpinan Muawiyah, walaupun mereka telah menganut Islam dan meskipun Al-Quranul Karim tidak menitahkan secara tegas memerangi mereka, tetapi menurut ijtihad Ammar dalam penyelidikannya mengenai kebenaran dan pengertiannya terhadap maksud dan tujuan Al-Quran, meyakinkan dirinya akan kehausan memerangi mereka, sampai barang haq yang ditumpas itu kembali kepada pemiliknya, serta api fitnah dan pemberontakan itu dapat dipadamkan untuk selama-lamanya ….

Juga maksudnya, bahwa dulu mereka memerangi orang-orang Bani Umayyah karena mereka kafir kepada Agama dan kafir kepada al-Quran …. Dan sekarang mereka menggempur orang-orang itu karena mereka menyelewengkan agama dan menyimpang dari ajaran Al-Quranul Karim serta mengacaukan ta’wil dan salah menafsirkannya, dan mencoba hendak menyesuaikan tujuan ayat-ayatnya dengan kemauan dan keinginan mereka pribadi…. !

Maka tokoh tua yang berusia 93 tahun ini menerjuni akhir perjuangan hidupnya yang menonjol dengan gagah berani. Dan sebelum ia berangkat ke Rafiqul A’la, ia tanamkan pendidikan terakhir tentang keteguhan hati membela kebenaran, dan ditinggalkannya sebagai contoh teladan perjuangannya yang besar dan mulia lagi berkesan dan mendalam ….

Orang-orang dari pihak Muawiyah mencoba sekuat daya untuk menghindari Ammar, agar pedang mereka tidak menyebabkan kematiannya hingga ternyata bagi manusia bahwa merekalah “golongan pendurhaka”. Tetapi keperwiraan Ammar yang berjuang seolah-olah ia satu pasukan tentara juga, menghilangkan pertimbangan dan akal sehat mereka. Maka sebagian dari anak buah Muawiyah mengintai-ngintai kesempatan untuk menewaskannya, hingga setelah kesempatan itu terbuka mereka laksanakanlah dan tewaslah Ammar di tangan tentara Muawiyah …… Berita tewasnya Ammar segera tersebar dan ramalan Rasulullah SAW yang didengar oleh semua shahabatnya sewaktu mereka sedang membina masjid di Madinah di masa yang telah jauh sebelumnya, berpindah dari mulut ke mulut: “Aduhai Ibnu Sumayyah …,ia dibunuh oleh golongan pendurhaka!” Maka sekarang tahulah orang-orang siapa kiranya golongan pendurhaka itu …, yaitu golongan yang membunuh Ammar …, yang tidak lain dari pihak Muawiyah …. !”

Mengenai Muawiyah, demi mendengar peristiwa yang telah terjadi ia segera keluar mendapatkan orang banyak dan menyatakan kepada mereka bahwa ramalan itu benar adanya, dan Rasulullah benar-benar telah meramalkan bahwa Ammar akan dibunuh oleh golongan pemberontak …. Tetapi siapakah yang telah membunuhnya itu? Kepada orang-orang sekeliling diserukannya: “Yang telah membunuh Ammar ialah orang-orang yang keluar bersama dari rumahnya dan membawanya pergi berperang ….!” Maka tertipulah dengan ta’wil yang dicari-cari ini orang-orang yang memendam maksud tertentu dalam hatinya, sementara pertempuran kembali berkobar sampai saat yang telah ditentukan ….

Adapun Ammar, ia dipangku oleh Imam Ali ke tempat ia menshalatkannya bersama Kaum Muslimin, lalu dimakamkan dengan pakaiannya! Benar, dengan pakaian yang dilumuri oleh darahnya yang bersih suci! Karena tidak satu pun dari sutera atau beludru dunia yang layak untuk menjadi kain kafan bagi seorang syahid mulia, seorang suci utama dari tingkatan Ammar…. !

Dan Kaum Muslimin pun berdiri keheran-heranan di kuburnya …. ! Semenjak beberapa saat yang lalu Ammar berdendang di depan mereka di atas arena perjuangan …,hatinya penuh dengan kegembiraan, tak ubah bagai seorang perantau yang merindukan kampung halaman tiba-tiba dibawa pulang, dan terucaplah dari mulutnya seruan: “Hari ini aku akan berjumpa dengan para kekasih tercinta …. Dengan Muhammad SAW dan para shahabatnya….!”Apakah ia telah mengetahui hari yang mereka janjikan akan bertemu dan waktu yang sangat ia tunggu-tunggu? Para sahabat saling jumpa-menjumpai dan bertanya: “Apakah anda masih ingat waktu sore hari itu di Madinah, ketika kita sedang duduk-duduk bersama Rasulullah SAW. …,dan tiba-tiba wajahnya berseri-seri lalu sabdanya: “Surga telah merindukan Ammar :
“Benar”, ujar yang lain. “dan waktu itu juga disebutnya nama-nama yang lain, di antaranya Ali, Salman dan Bilal ….”.

Begitulah perjuangan seorang muslim di masa awal Islam. Meskipun penuh cobaan dari kaum musyrikin, tetapi kepatuhan dan ketangguhannya dalam memeluk Islam betul-betul sebuah teladan yang harus diikuti umat Islam.

No comments:

Post a Comment