Saturday, November 9, 2013

KEUTAMAAN MEMPELAJARI AL-QURAN



KEUTAMAAN MEMPELAJARI AL-QURAN

KISAH 1

KEUTAMAAN MEMPELAJARI AL-QURAN


Syaikh Thabarsi dalam kitab tafsir Majma’ al-Bayan menukil sebuah riwayat yang menjelaskan bahwa pada suatu hari Rasulullah SAW memerintahkan agar dipersiapkan sebuah kontingen pasukan untuk sebuah peperangan (ekspedisi).

Kemudian, untuk menentukan orang yang layak menjadi pemimpin pasukan tersebut, beliau memanggil mereka satu-persatu. “Berapa banyak ayat Al-Quran yang telah kau pelajari?” Tanya Rasulullah SAW. Hingga, sampailah giliran seorang anak muda yang bahkan termuda di antara semua anggota pasukan itu. Kepadanya, Rasulullah SAW bertanya, “Berapa banyak ayat Al-Quran yang telah kau pelajari?” “Wahai Rasulullah, saya telah mempelajari beberapa surah, termasuk surah Al-Baqarah,” jawab anak muda itu. Mendengar jawabannya, Rasulullah SAW memerintahkan kepada pasukan itu untuk segera berangkat, dengan anak muda itu sebagai pemimpinnya. Sebagian anggota pasukan bertanya kepada Rasulullah SAW, “Bukankah dia lebih muda dari kami?” “Benar, tetapi surah Al-Baqarah ada besertanya (Maksudnya, dialah pemilik kemuliaan itu dan tiada yang memiliki itu selainnya),” Jawab Rasulullah SAW.

KISAH 2

AL-QURAN DAN PECINTANYA


Salah seorang penulis kontemporer telah menulis sebuah cerita bahwa Baba Kazhim (salah seorang pengikut setia Nawwab Shafawi) adalah warga Irak dan selalu menaati perintah-perintah Tuhan. Satu-satunya persoalan yang membuat lelaki yang periang ini menjadi gelisah adalah bahwa dia tak pandai membaca dan menulis. Khususnya, saat Al-Quran dibacakan. Karena kekurangannya itu, pikirannya semakin tersiksa saja.

Sebenarnya dia adalah seorang yang sangat mencintai Al-Quran dan sangat ingin dapat membaca Al-Quran sebagaimana orang lain. Kendati demikian, dia selalu menaati nasihat-nasihat Al-Quran yang dipahaminya melalui para ulama. Perbuatan dan akhlaknya adalah akhlak Al-Quran. Dan dalam urusan-urusan muamalah dan makan minum, dia selalu menjaga kriteria halal-haramnya.

Suatu malam, dia bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW. Dalam mimpinya itu, Rasulullah berkata kepadanya, “Wahai Baba, bacalah Al-Quran!” Dia menjawab, “Saya tidak dapat membaca Al-Quran.” Beliau kembali bersabda kepadanya, “Engkau mampu!”

Akhirnya, dia pun dapat membaca beberapa ayat di hadapan pemimpin besar Islam (Rasulullah SAW). Lantaran dorongan perasaan yang sangat kuat dalam dirinya, dia pun terbangun dari tidurnya. Kemudian, dia merasakan bahwa seluruh Al-Quran terilhamkan ke dalam dirinya.

Esok harinya, Baba Kazhim mendatangi Nawwab Shafawi, lalu menceritakan apa yang dialami dalam mimpinya semalam. Mendengar penjelasannya itu, Nawwab Shafawi mengujinya dan melihat bahwa mimpinya itu benar adanya. Benar, Baba Kazhim tidak hanya mampu membaca dengan hafalannya, bahkan mampu membedakan antara ayat-ayat Al-Quran dan kata-kata bahasa Arab lainnya. Juga, mampu menyebutkan juz sebuah ayat dan nama surahnya.

Adakalanya, orang-orang menguji kemampuan Baba Kahim dengan meletakkan kitab Mafatih al-Jinan di hadapannya, lalu bertanya, “Bagian ini terdapat di surah apa dalam Al-Quran?” Sambil meletakkan ujung jari-telunjuknya ke kata-kata itu, dia berkata, “Semua ini bukanlah ayat-ayat Al-Quran.” Pada kesempatan lain, mereka bertanya seperti ini, “Ayat suci ini terdapat di surah apa?” Baba Kazhim menjawab pertanyaan tersebut dengan membuka Al-Quran. Setelah menemukannya, dengan isyarat telunjuknya dia memperlihatkan surah dari ayat tersebut kepada mereka.

KISAH 3

PENGARUH AL-QURAN


Dalam kitab Mashabih al-Qulub disebutkan bahwa pada suatu hari, Manshur bin Amar masuk ke masjid dan melihat seorang anak muda melakukan shalat dengan penuh kepasrahan, kekhusyukan dan tangisan.

Manshur menuturkan : Saya berkata dalam hati, “Sepertinya aku mengenali anak muda itu.” Maka saya pun menunggunya hingga dia mengucapkan salam. Kemudian, saya berkata kepadanya, “Hai anak muda, tahukah engkau bahwa di neraka terdapat sebuah lembah yang disebut Lazha oleh Allah SWT, Sekali-kali tidaklah demikian, sesungguhnya ia adalah api yang bergejolak, yang mengelupaskan kulit kepala.”(Al-Ma’arij:15-16).

Setelah mendengar ayat tersebut, dia langsung menjerit histeri dan tak sadarkan diri. Beberapa saat kemudian, pemuda itu kembali siuman dan berkata, “Wahai kata-kata, kembalilah dengan lebih panjang lagi!” Saya pun lalu membacakan ayat suci ini: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar lagi keras, yang tidak akan mendurhakai Allah SWT terhadap apa yang telah diperintahkan kepada mereka dan selalu menaati apa-apa yang telah diperintahkan kepada mereka.(Al-Tahrim:6).

Karena mendengar ayat tersebut, pemuda itu kembali menjerit histeris. Setelah itu, dia meninggal dunia. Saya lalu mengurusi jenazahnya. Dan ketika saya melepas bajunya, tampaklah garis-garis berwarna hijau yang membentuk tulisan sebuah ayat berikut in: Maka dia berada dalam kehidupan yang diridhai, di surga yang tinggi, yang buah-buahnya sangat dekat sekali.(Al-Haqqah:21-23). Setelah memakamkannya, saya bermimpi dia mendatangi saya dengan mahkota yang berhiaskan batu-batu permata di kepalanya. Saya bertanya kepadanya, “Bagaimana perlakuan Allah kepadamu?” Dia menjawab, “Dia telah menempatkan saya pada derajat syuhada, bahkan lebih tinggi.” Saya bertanya, “Mengapa bisa begitu?” Dia menjawab, “Karena para syuhada mati dengan pedang-pedang orang kafir, sementara saya mati dengan pedang Malik al-Jabbar.”(Al-Quran).

KISAH 4

PEMBACA AL-QURAN YANG TAK BERWILAYAH


Suatu malam Sayyidina Ali keluar dari Masjid Kufah, lalu menuju rumahnya. Kumayl bin Ziyad sahabat beliau pun ikut bersamanya. Ketika mereka berdua melewati sebuah rumah, terdengarlah dari dalamnya suara orang yang sedang melantunkan ayat-ayat suci al-Quran. Sang empunya rumah ternyata sedang melantunkan ayat suci berikut ini, yang artinya: “Apakah orang yang sedang khusyuk di saat berdiri dan sujud di pertengahan malam dan dia takut akan azab akhirat dan berharap rahmat Allah SWT sama dengan orang yang melewati malamnya dalam kekufuran dan kemaksiatan?”(Al-Zumar: 9).

Suara yang menyentuh hati dan memilukan itu memengaruhi diri Kumayl dan menarik perhatiannya, sehingga dia pun terbuai olehnya. Namun, tak sepatah kata pun terlontar darinya, dia menyembunyikan keadaan batinnya itu. Kendati demikian, Sayyidina Ali dengan ilmu batin dan pandangan langitnya, memahami kondisi hati Kumayl yang terbuai oleh suara lelaki itu. Sayyidina Ali berkata, “Hai Kumayl, janganlah suara rintihan munajat lelaki itu dapat menipumu, karena dia termasuk ahli neraka. Dan aku, sesungguhnya dengan sangat cepat akan menyingkapkan masalah ini untukmu.”

Penyingkapan batin dan kabar bahwa pembaca Al-Quran itu termasuk ahli neraka, sangat mengejutkan Kumayl. Selang beberapa waktu setelah peristiwa ini, muncullah kelompok yang bernama Khawarij. Mereka ini, meski terkenal sebagai orang-orang yang suka menghafal Al-Quran dan sangat berhati-hati sekali dalam hal lafaz (pengucapan), adalah orang-orang yang menentang Imam (pemimpin) mereka yakni Sayyidina Ali. Dan Sayyidina Ali sendiri suatu ketika terpaksa memerangi mereka. Dalam kondisi dan suasana seperti itu, dengan berdiri tegak di medan peperangan dan dengan pedang di tangan yang bercucuran darah serta meletakkan kepala mereka di tanah, Sayyidina Ali mengisyaratkan sebuah rahasia dengan pedangnya itu, lalu berkata kepada Kumayl yang sedang berdiri di hadapannya, “Apakah orang yang sedang khusyuk di pertengahan malam ……” Makna kalimat itu adalah, “Wahai Kumayl, ingatkah engkau ketika di suatu malam engkau bersamaku, kemudian kita mendengar suara lantunan Al-Quran dari sebuah rumah. Penghuni rumah itu sedang membaca ayat suci yang kubacakan ini. Sekarang, inilah dia lelaki yang di tengah malam itu membaca ayat suci itu, yang telah menarik perhatianmu.”

Sumber : 40 Kisah Keagungan Al-Quran, Penerbit Qorina.

No comments:

Post a Comment