MENCARI KEBAHAGIAAN
Suatu hari di sebuah sungai yang cukup jernih, hiduplah seekor ikan kecil muda usia. Saat itu, siang sangat terik, Sang ikan mencari bagian sungai yang ternaungi pohon yang rindang. Sesekali dipukulkannya ekornya pada air di sekelilingnya.
Saat sang Ikan sibuk dengan air yang menciprati tubuhnya, tiba-tiba terdengarlah suara dari balik rimbun pepohonan, “Ayah, indah sekali pemandangan di sini, ya! Pepohonan begitu rimbun, dan air sungai ini begitu jernih,” seru seorang anak kecil pada ayahnya.
“Ya….Alhamdulillah…itulah kebesaran Allah, Nak! Ia menciptakan sesuatu tanpa cela, hanya manusia saja yang tidak bersyukur” kata sang Ayah sambil mengelus kepala anak kecil itu dengan lembut.
“Katanya air itu sangat penting ya, Yah? Dan…tanpanya kita semua akan mati?” tanya anak kecil itu pada ayahnya.
“Ya, benar! air itu sangat penting bagi kita. Setiap makhluk hidup sangat membutuhkan airdan oleh karena itu kita bisa mati tanpa ada air dalam kehidupan kita, seperti juga ikan kecil itu!” seru sang Ayah sambil menunjuk ikan kecil.
Si ikan kecil yang mengikuti percakapan antara ayah dan anak itu mendadak menjadi gelisah. “Air, apa itu air? dimana dapat kutemukan air? bagaimana jika aku mati bila aku tak dapat menemukan air secepat mungkin? tanya si ikan dalam hatinya sambil berenang dengan panik. Si ikan berenang tanpa kenal henti.
Ketika ikan kecil mendekati hulu sungai, bertemulah ikan kecil tersebut dengan seekor ikan “sepuh”. Setelah menyampaikan salam kemudian ikan kecil itu bertanya, “Wahai ikan sepuh, dapatkah kau tunjukkan padaku, dimana air? Aku mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air kita akan mati!” seru si ikan kecil.
Ikan sepu tersenyum bijak, kemudian berkata, “Anakku tentu saja Aku tahu dimana air, sekarang coba kau lihat samping kanan dan kirimu, lihat sekelilingmu, apa yang kau lihat?” “Ya, ada benda yang mengelilingiku tiap waktu, kadang ia tenang dan bergelombang, dia membantuku untuk berenang, dia yang membasahi tubuhku, menghilangkan dahagaku, dan aku bisa mati kekeringan tanpa kehadirannya,” guman si ikan kecil.
Ikan sepuh tersenyum lagi, “Ya, itulah air yang kau cari selama ini, anakku. Itulah air yang membuat kita semua dapat mati bila hidup tanpa kehadirannya.”
Si ikan kecil tertegun, kemudian tersenyum, “Terima kasih, ikan sepuh. Sekarang aku bisa menghentikan proses pencarianku. Aku bahagia bisa menemukan apa yang aku cari. Ternyata benda yang sangat penting yang selama ini aku cari sudah berada bersamaku sejak dulu tapi aku tidak menyadarinya,” ucap si ikan kecil. Si ikan kecil kemudian memutar siripnya setelah sebelumnya berpamitan kepada ikan sepuh.
Kita manusia, sering kali tak kunjung merasa puas akan penempatan yang Allah berikan pada kita. Dan kita seringkali tak sadar bahwa mungkin sebenarnya saat kita melakukan pencarian, ketika kita sedang letih, sebenarnya kita justru sedang menjalani kebahagiaan tersebut.
Karena kita sering kali tertipu, dengan arus yang selamanya tidak tenang. Karena kebahagiaan pun seringkali berwujud “riak-riak ombak” dalam kehidupan kita. Tapi kita akan merasa bahagia bila kita nikmati dan lalui dengan sabar.
PELAJARAN SANG KELEDAI
Suatu hari keledai milik seorang petani jatuh ke dalam sumur. Sementara si petani, sang pemiliknya memikirkan apa yang harus dilakukannya. Akhirnya, ia memutuskan bahwa hewan itu sudah tua dan sumur juga perlu ditimbun karena berbahaya. Jadi tidak berguna menolong si keledai. Ia mengajak tetangganya untuk membantunya. Mereka membawa sekop dan mulai menyekop ke dalam sumur.
Ketika si keledai menyadari apa yang sedang terjadi, ia meronta-ronta. Tetapi kemudian, ia menjadi diam. Setelah beberapa sekop tanah dituangkan kedalam sumur, si petani melihat ke dalam sumur dan tercengang melihatnya. Walaupun punggungnya terus ditimpa oleh bersekop-sekop tanah dan kotoran, si keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan. Ia mengguncang-guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke bawah, lalu menaiki tanah itu. Si petani terus menuangkan tanah kotor ke atas punggung hewan itu, namun si keledai juga terus mengguncangkan badannya dan kemudian melangkah naik. Si keledai akhirnya bisa meloncat dari sumur dan kemudian melarikan diri.
Renungan
Kehidupan terus saja menuangkan tanah dan kotoran kepada kita, segala macam tanah dan kotoran. Cara untuk keluar dari “sumur” (kesedihan dan masalah) adalah dengan mengguncangkan segala tanah dan kotoran dari diri kita (hati dan pikiran kita) dan melangkah naik dari “sumur” dengan menggunakan hal-hal tersebut sebagai pijakan.
Setiap masalah-masalah kita merupakan satu batu pijakan untuk melangkah. Kita dapat keluar dari “sumur” yang terdalam dengan terus berjuang, jangan pernah menyerah. Guncangkanlah hal-hal yang negatif yang menimpa dan melangkahlah naik.
SEBUAH KURMA PENJEGAL DOA
Usai menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham berniat ziarah ke Masjidil Aqsa. Untuk bekal di perjalanan, Ia membeli 1 Kg kurma dari pedagang tua di dekat Masjidil Haram. Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak di dekat timbangan. Menyangka kurma itu bagian dari yang Ia beli. Ibrahim memungut dan memakannya.
Setelah itu Ia langsung berangkat menuju Al Aqsa. 4 bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa. Seperti biasa, Ia suka memilih sebuah tempat untuk beribadah pada sebuah ruangan di bawah Kubah Sakhra. Ia shalat dan berdoa khusuk sekali. Tiba-tiba ia mendengar percakapan dua malaikat tentang dirinya.
“Itu Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara’ yang doanya selalu dikabulkan Allah SWT.” kata malaikat yang satu.
“Tetapi sekarang tidak lagi. Doanya ditolak karena 4 bulan yang lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat Masjidil Haram,” jawab malaikat yang satu lagi.
Ibrahim bin Adham terkejut sekali, ia terhenyak, jadi selama 4 bulan ini ibadahnya, shalatnya, doanya dan mungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh Allah SWT. gara-gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya. “Astaghfirullahal adzhim” Ibrahim beristighfar.
Ia langsung berkemas untuk berangkat lagi ke Mekkah menemui pedagang tua penjual kurma. Untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya. Begitu sampai di Mekkah ia langsung menuju ke tempat penjual kurma itu, tetapi ia tidak menemukan pedagang tua itu melainkan seorang anak muda.
“4 bulan yang lalu saya membeli kurma disini dari seorang pedagan tua. Kemana Ia sekarang?” tanya Ibrahim. “Sudah meninggal sebulan yang lalu, Saya sekarang yang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma.” jawab anak muda itu. “Innalillahi wa innailaihi raji’un, kalau begitu kepada siapa saya meminta penghalalan?”. Lantas Ibrahim menceritakan kisah yang dialaminya, anak muda itu mendengarkan dengan penuh minat. “Nah, begitulah” kata Ibrahim setelah bercerita. “Engkau sebagai ahli waris orang tua itu, maukah engkau menghalalkan sebutir kurma milik Ayahmu yang terlanjur kumakan tanpa izinya?.” “Bagi saya tidak masalah. Insya Allah saya halalkan, tapi entah dengan Saudara-Saudara saya yang jumlahnya 11 orang. Saya tidak berani mengatasnamakan mereka karena mereka mempunyai hak waris sama dengan saya.” “Dimana alamat Saudara-Saudaramu? biar saya temui mereka satu per satu.”
Setelah menerima alamat, Ibrahim bin Adham pergi menemui. Biar berjauhan, akhirnya selesai juga. Semua setuju menghalalkan sebutir kurma milik Ayah mereka yang termakan oleh Ibrahim.
4 bulan kemudian, Ibrahim bin Adham sudah berada dibawah kubah Sakhra. Tiba-tiba ia mendengar dua malaikat yang dulu terdengar bercakap-cakap. “Itulah Ibrahim bin Adham yang doanya tertolak gara-gara makan sebutir kurma milik orang lain.” “O…tidak, sekarang doanya sudah makbul lagi, ia sudah mendapat penghalalan dari ahli waris pemilik kurma itu.”
“Oleh sebab itu berhati-hatilah dengan makanan yang masuk ke tubuh kita, sudah halal-kah? lebih baik tinggalkan bila ragu-ragu….”
No comments:
Post a Comment