PENGHORMATAN SAYYIDINA ALI KEPADA TAMU
Setelah shalat Isya di Masjid Nabi, seorang pria asing yang kelaparan bangkit dan memohon untuk menjadi tamu salah seorang dari muslimin, Sayyidina Ali menyatakan kesiapannya dan membawa orang itu kerumahnya. Makanan yang tersedia di rumah beliau hanya cukup untuk mengenyangkan satu orang dan dihidangkan di meja makan.
Sayyidina Ali berpikir, jika ikut menyantap makanan itu, tamu tidak akan merasa kenyang. Jika tidak makan, tamu juga tidak akan makan atau jika ia mau makan, ia akan merasa tidak enak.
Terlintas dibenak beliau untuk melakukan sesuatu. Beliau berkata kepada Fatimah, ”Nyalakan pelita agak terlambat sampai tamu kita makan dengan kenyang.”
Sayyidina Ali mengerak-gerakkan mulutnya dalam kegelapan seakan-akan ia juga ikut makan. Tamu beliau menyantap makanan yang dihidangkan dengan santai sampai perutnya kenyang.
Waktu pelita dinyalakan, mereka melihat makanannya masih tersisa. Allah memberkahi makanan itu hingga semua anggota keluarga dapat mengenyangkan perut mereka.
Paginya, ketika Imam Ali ke masjid untuk melaksanakan Shalat, Rasulullah SAW bertanya kepadanya, ”Memangnya apa yang kaulakukan semalam sehingga Allah menurunkan ayat ”Dan mereka mengutamakan orang lain atas diri mereka walaupun mereka memerlukan apa yang mereka berikan” berkaitan denganmu?
Sayyidina Ali lalu menceritakan peristiwa yang terjadi malam itu di rumahnya kepada Rasulullah.
Filsuf dan Al-Quran
Ishaq Qandi adalah seorang cendekiawan Irak yang terkemuka. Masyarakat mengenalinya sebagai seorang filsuf papan atas. Namun dia tidak menerima agama Islam. Menurutnya, sebagian ayat Al-Quran berseberangan dengan beberapa ayat yang lain. Untuk menyuarakan pikirannya itu, ia memutuskan untuk menulis buku yang memuat pokok-pokok yang bersebarangan di antara ayat Al-Quran. Untuk menulis buku tersebut, dia duduk di rumah dan menulis.
Suatu hari, salah seorang dari muridnya, bertamu ke rumah Imam Hasan Askari dan menceritakan kegiatan gurunya. Imam berkata, ”Tidak adakah di antara kalian orang pandai yang dapat mencegah kegiatan gurumu itu menulis buku yang menentang Al-Quran, sehingga ia menyesal?”
Dia berkata, ”Kami semua adalah muridnya, bagaimana mungkin kami dapat mencegah menulis buku itu?”
”Adakah engkau bersedia untuk melakukan apa yang akan aku ajarkan kepadamu?” tanya Imam.
”Tentu saja,” Jawabnya.
Imam berkata, ”Temuilah gurumu dan bantulah dia menyusun buku itu untuk beberapa waktu sampai engkau jadi akrab dengannya. Setelah engkau sudah akrab dengannya, maka lontarkan pertanyaan kepadanya. Katakanlah bahwa hanya dialah yang layak menjawab pertanyaanmu itu”. Gurumu pasti mengatakan : ”silahkan bertanya! Saat itu utarakan pertanyaanmu sebagai berikut : ”Adakah mungkin Tuhan memiliki maksud dari ayat Al-Quran selain dari apa yang guru pahami?” Gurumu akan menjawab : ’ya, mungkin saja’. Ketika itu katakan kepadanya : ’siapa tahu maksud Tuhan dari ayat-ayat tersebut tidak sama dengan yang guru pahami. Gurumu akan mengerti apa yang engkau tanyakan.”
Pemuda itu melaksanakan saran Imam. Ketika sudah terjalin keakraban antara dia dan filsuf itu, maka terciptalah kondisi yang sesuai untuk melontarkan pertanyaan.
”Adakah mungkin Tuhan memiliki maksud berbeda dari apa yang engkau tangkap mengenai ayat-ayat Al-Quran?” tanya pemuda itu.
Filsuf itu mendengarkan pertanyaan muridnya dengan teliti. ”Ulangilah pertanyaanmu sekali lagi!” Pintanya. Si murid mengulangi pertanyaan dengan jelas.
Setelah beberapa saat merenung, filsuf berkata, ”Ya, mungkin saja, Allah SWT memiliki maksud berbeda dari lahiriah ayat yang kita pahami. Karena istilah dan kalimat memiliki banyak alternatif arti, dan pertanyaan kamu itu cukup teliti dan logis!” Namun filsuf itu meragukan pertanyaan itu keluar dari pikiran si muridnya, oleh sebab itu, dia bertanya kepada pemuda itu, ”Demi Tuhan, siapakah yang mengajarkan kepada anda pertanyaan hebat itu?”
Pada mulanya, si murid membantah dan mengatakan bahwa pertanyaan itu keluar dari pikirannya sendiri, Filsuf tetap tidak percaya dan mendesak agar si murid mengatakan yang sebenarnya. Akhirnya, muridnya membuka mulut dan berkata, ”Sebenarnya Imam Hasan Askari lah yang mengajarkan kepadaku!”.
Filsuf berkata, ”Sudah aku duga, bahwa kamu sendiri tidak memiliki kemampuan mengeluarkan pertanyaan itu, hanya keluarga Nabi yang berpikiran tinggi seperti itu”
Kemudian sang filsuf menyadari kesalahannya dan bertaubat, bahkan ia membakar semua kertas tulisannya.
Pembicaraan Setan tentang Bismillah
Pada suatu hari, setan gemuk dan setan kurus bertemu. Keduanya saling bertanya tentang keadaan masing-masing. Setan gemuk bertanya pada setan kurus, ”Mengapa tubuhmu begitu kurus? ”
”Aku ditugaskan mengikuti seorang mukmin yang bertakwa. Saat ia duduk didepan hidangan dan siap untuk makan, aku juga duduk bersamanya. Sebelum menyantapnya ia mengucapkan Bismillah sehingga aku terusir dan kelaparan. Kau lihat tubuhku sangat kurus karenanya. Bagaimana denganmu?”
Aku ditugaskan mengikuti seorang yang tidak beriman dan sama sekali tidak mengenal Allah. Ia sama sekali tidak pernah menyebut nama Allah. Aku selalu mengikutinya ke mana pun ia pergi dan aku juga makan bersamanya. Karena inilah, tubuhku tumbuh subur.”
Setelah shalat Isya di Masjid Nabi, seorang pria asing yang kelaparan bangkit dan memohon untuk menjadi tamu salah seorang dari muslimin, Sayyidina Ali menyatakan kesiapannya dan membawa orang itu kerumahnya. Makanan yang tersedia di rumah beliau hanya cukup untuk mengenyangkan satu orang dan dihidangkan di meja makan.
Sayyidina Ali berpikir, jika ikut menyantap makanan itu, tamu tidak akan merasa kenyang. Jika tidak makan, tamu juga tidak akan makan atau jika ia mau makan, ia akan merasa tidak enak.
Terlintas dibenak beliau untuk melakukan sesuatu. Beliau berkata kepada Fatimah, ”Nyalakan pelita agak terlambat sampai tamu kita makan dengan kenyang.”
Sayyidina Ali mengerak-gerakkan mulutnya dalam kegelapan seakan-akan ia juga ikut makan. Tamu beliau menyantap makanan yang dihidangkan dengan santai sampai perutnya kenyang.
Waktu pelita dinyalakan, mereka melihat makanannya masih tersisa. Allah memberkahi makanan itu hingga semua anggota keluarga dapat mengenyangkan perut mereka.
Paginya, ketika Imam Ali ke masjid untuk melaksanakan Shalat, Rasulullah SAW bertanya kepadanya, ”Memangnya apa yang kaulakukan semalam sehingga Allah menurunkan ayat ”Dan mereka mengutamakan orang lain atas diri mereka walaupun mereka memerlukan apa yang mereka berikan” berkaitan denganmu?
Sayyidina Ali lalu menceritakan peristiwa yang terjadi malam itu di rumahnya kepada Rasulullah.
Filsuf dan Al-Quran
Ishaq Qandi adalah seorang cendekiawan Irak yang terkemuka. Masyarakat mengenalinya sebagai seorang filsuf papan atas. Namun dia tidak menerima agama Islam. Menurutnya, sebagian ayat Al-Quran berseberangan dengan beberapa ayat yang lain. Untuk menyuarakan pikirannya itu, ia memutuskan untuk menulis buku yang memuat pokok-pokok yang bersebarangan di antara ayat Al-Quran. Untuk menulis buku tersebut, dia duduk di rumah dan menulis.
Suatu hari, salah seorang dari muridnya, bertamu ke rumah Imam Hasan Askari dan menceritakan kegiatan gurunya. Imam berkata, ”Tidak adakah di antara kalian orang pandai yang dapat mencegah kegiatan gurumu itu menulis buku yang menentang Al-Quran, sehingga ia menyesal?”
Dia berkata, ”Kami semua adalah muridnya, bagaimana mungkin kami dapat mencegah menulis buku itu?”
”Adakah engkau bersedia untuk melakukan apa yang akan aku ajarkan kepadamu?” tanya Imam.
”Tentu saja,” Jawabnya.
Imam berkata, ”Temuilah gurumu dan bantulah dia menyusun buku itu untuk beberapa waktu sampai engkau jadi akrab dengannya. Setelah engkau sudah akrab dengannya, maka lontarkan pertanyaan kepadanya. Katakanlah bahwa hanya dialah yang layak menjawab pertanyaanmu itu”. Gurumu pasti mengatakan : ”silahkan bertanya! Saat itu utarakan pertanyaanmu sebagai berikut : ”Adakah mungkin Tuhan memiliki maksud dari ayat Al-Quran selain dari apa yang guru pahami?” Gurumu akan menjawab : ’ya, mungkin saja’. Ketika itu katakan kepadanya : ’siapa tahu maksud Tuhan dari ayat-ayat tersebut tidak sama dengan yang guru pahami. Gurumu akan mengerti apa yang engkau tanyakan.”
Pemuda itu melaksanakan saran Imam. Ketika sudah terjalin keakraban antara dia dan filsuf itu, maka terciptalah kondisi yang sesuai untuk melontarkan pertanyaan.
”Adakah mungkin Tuhan memiliki maksud berbeda dari apa yang engkau tangkap mengenai ayat-ayat Al-Quran?” tanya pemuda itu.
Filsuf itu mendengarkan pertanyaan muridnya dengan teliti. ”Ulangilah pertanyaanmu sekali lagi!” Pintanya. Si murid mengulangi pertanyaan dengan jelas.
Setelah beberapa saat merenung, filsuf berkata, ”Ya, mungkin saja, Allah SWT memiliki maksud berbeda dari lahiriah ayat yang kita pahami. Karena istilah dan kalimat memiliki banyak alternatif arti, dan pertanyaan kamu itu cukup teliti dan logis!” Namun filsuf itu meragukan pertanyaan itu keluar dari pikiran si muridnya, oleh sebab itu, dia bertanya kepada pemuda itu, ”Demi Tuhan, siapakah yang mengajarkan kepada anda pertanyaan hebat itu?”
Pada mulanya, si murid membantah dan mengatakan bahwa pertanyaan itu keluar dari pikirannya sendiri, Filsuf tetap tidak percaya dan mendesak agar si murid mengatakan yang sebenarnya. Akhirnya, muridnya membuka mulut dan berkata, ”Sebenarnya Imam Hasan Askari lah yang mengajarkan kepadaku!”.
Filsuf berkata, ”Sudah aku duga, bahwa kamu sendiri tidak memiliki kemampuan mengeluarkan pertanyaan itu, hanya keluarga Nabi yang berpikiran tinggi seperti itu”
Kemudian sang filsuf menyadari kesalahannya dan bertaubat, bahkan ia membakar semua kertas tulisannya.
Pembicaraan Setan tentang Bismillah
Pada suatu hari, setan gemuk dan setan kurus bertemu. Keduanya saling bertanya tentang keadaan masing-masing. Setan gemuk bertanya pada setan kurus, ”Mengapa tubuhmu begitu kurus? ”
”Aku ditugaskan mengikuti seorang mukmin yang bertakwa. Saat ia duduk didepan hidangan dan siap untuk makan, aku juga duduk bersamanya. Sebelum menyantapnya ia mengucapkan Bismillah sehingga aku terusir dan kelaparan. Kau lihat tubuhku sangat kurus karenanya. Bagaimana denganmu?”
Aku ditugaskan mengikuti seorang yang tidak beriman dan sama sekali tidak mengenal Allah. Ia sama sekali tidak pernah menyebut nama Allah. Aku selalu mengikutinya ke mana pun ia pergi dan aku juga makan bersamanya. Karena inilah, tubuhku tumbuh subur.”
Munajat Nabi Daud as. Kepada Allah
Nabi Daud as dalam munajatnya kepada Allah menginginkan agar Dia memberinya teman di surga. Kemudian terdengar seruan, ”Esok hari keluarlah dari gerbang kota. Orang yang pertama kali engkau jumpai, ia adalah temanmu di surga.”
Keesokan harinya, Nabi Daud beserta putranya, Sulaiman, keluar dari gerbang kota. Ia melihat seorang pria tua membawa seikat kayu bakar dari gunung untuk dijual. Pria tua itu, bernama Matta, berhenti di sisi gerbang kota seraya berteriak menawarkan kayu bakar, ”Siapa yang ingin membeli kayu bakar?”
Seseorang datang dan membeli kayu bakar tersebut. Nabi Daud datang menghampirinya, memberi salam, dan berkata, ”Apakah hari ini engkau bersedia menerima diriku sebagai tamumu?”
”Tamu adalah kekasih Allah, silakan.”
Pria tua membeli sejumlah gandum dari uang penjualan kayu bakarnya. Tatkala mereka tiba di rumah, pria tua segera menggiling gandum untuk membuat tiga keping roti. Mereka mulai menikmati hidangan yang ada. Pria tua senantiasa mengucapkan Bismillah setiap kali hendak memakan roti. Setelah selesai makan, ia mengucapkan Alhamdulillah.
Setelah mereka selesai menikmati makan siang sederhana, pria tua mengangkat tangan ke langit berdoa sambil menangis, ”Ya Allah, kayu bakar yang kujual, Engkau yang menanam pohonnya, kemudian Engkau mengeringkannya, Engaku memberiku kekuatan menebang kayu bakar, Engkau mengirim pembeli yang membeli kayu bakar, dan terigu yang kami makan adalah Engkau yang menumbuhkan benihnya. Engkau memberiku kemampuan menggilingnya menjadi terigu dan memasaknya menjadi roti, apa yang mampu aku lakukan dalam menghadapi kenikmatan ini ?”
Nabi Daud memandang ke arah putranya dengan penuh makna. Inilah, pikir Nabi Daud, yang menyebabkan pria tua disatukan dengan para nabi.
Lima Khasiat Bismillah.
Ali bin Abi Thalib mengatakan bahwa kalimat Bismillah ar- Rahman ar-Rahim memiliki lima khasiat, yaitu :
Membuka perkara tertutup;
Mempermudah kesulitan;
Pelindung dari kejahatan;
Menyembuhkan penyakit hati; dan
Menyelamatkan dari petaka dan hari kebangkitan.
Rasulullah SAW bersabda : ”Doa yang diawali dengan Bismillah ar-Rahman ar-Rahim tidak akan tertolak.”
No comments:
Post a Comment