Saturday, November 9, 2013

REVOLUSI RUHANI DENGAN SEBUAH AYAT



REVOLUSI RUHANI DENGAN SEBUAH AYAT


Allamah Majlisi menulis sebuah kisah ketika ayat ini turun: Sesungguhnya neraka Jahannam adalah tempat tinggal mereka semua. Ia memiliki pintu-pintu, dan bagi setiap pintunya memiliki bagian lagi yang juga bisa dibagi. Rasulullah SAW menangis, karena melihat Rasulullah SAW menangis, para sahabat pun ikut menangis, tanpa mengetahui apa yang telah dibawa oleh Jibril dan apa rahasia dibalik tangisan Rasulullah SAW itu. Tak seorang pun diantara mereka yang berani menanyakan itu kepada Rasulullah SAW.

Menjadi sebuah kebiasaan, apabila melihat Sayyidah Fathimah, akan tampak perubahan pada diri Rasulullah SAW. Hal ini didasari betul oleh Salman, sehingga mendorongnya untuk pergi ke rumah Fathimah. Sesampainya disana, dia melihat putri Rasulullah SAW itu sedang sibuk menggiling gandum untuk dijadikan tepung, sambil melantunkan ayat suci ini : Dan apa-apa yang ada disisi Allah SWT lebih baik dan lebih kekal.

Salman kemudian menceritakan tentang tangisan Rasulullah SAW. Mendengar itu, Fathimah lalu bangkit dan merapikan pakaiannya, kemudian, dia pergi menemui Rasulullah SAW.Fathimah bertanya, “Duhai ayah, aku menjadi tebusan bagimu, apa yang telah menyebabkan engkau menangis ? .”

Rasulullah SAW lalu membacakan ayat itu kepadanya, mendengarnya, tampaklah kesedihan di wajah Fathimah. Kesedihan itu semakin menjadi, sehingga kemudian dia menjerit histeris, sambil mengucapkan, “ Oh…Sungguh kasihan orang-orang yang akan dimasukkan ke dalam neraka itu. “

Dalam suasana itu, Salman pun berseru, “Alangkah senangnya bila aku seekor kambing milik keluargaku. Kemudian, mereka merobek-robek kulitku, lalu memakan dagingku, sehingga aku tak pernah mendengar kata neraka selama hidupku.”

Setelah Salman, Abu Dzar berkata, “Alangkah senangnya bila ibuku seorang yang mandul, sehingga aku tak pernah dilahirkan olehnya dan aku tak pernah mendengar nama neraka.” Miqdad pun berkata, “Alangkah senangnya bila aku seekor burung, yang hidup jauh dari jangkauan orang-orang. Sehingga, aku tak punya hubungan, baik dengan ganjaran atau azab, dan aku tak pernah mendengar tentang neraka.”

Setelah mereka semua, Imam Ali pun berseru, “Alangkah senangnya bila binatang-binatang buas itu merobek-robek dagingku dan aku tak pernah dilahirkan oleh ibuku, sehingga aku tak pernah mendengar nama neraka.”

Beliau lalu meletakkan tangannya di atas kepala lalu menangis pilu seraya berkata,                   “Oh….Alangkah jauhnya perjalanan. Oh… Alangkah Sedikitnya perbekalan dalam perjalanan menuju Kiamat ini. Orang-orang yang berdosa itu akan pergi ke neraka dan dengan cepat (mereka) memasukinya.”

AKU TELAH MENJADI SEORANG MUSLIM


Tufayl bin ammar adalah seorang penyair, yang manis tutur bahasanya dan seorang yang cerdas. Ditengah kabilahnya, dia seorang yang selalu didengar ucapannya. Suatu hari, dia berkunjung ke kota Makkah. Bagi bangsa quraysi, keislaman seorang seperti Tufayl adalah masalah yang sangat besar. Oleh karena itu, para pemuka dan pemimpin bangsa Qurays mendatangi Tufayl.

Mereka berkata kepada Tufayl, “Ketahuilah, orang yang sedang melakukan shalat di samping Ka’bah itu telah merusak persatuan bangsa kami dengan agama baru yang dibawanya, dan dengan kata-kata shirnya, dia telah meletakkan batu perpecahan diantar kami. Kami khawatir, dia pun kelak akan membuat kabilahmu terpecah menjadi dua kelompok. Alangkah baiknya bila kau tak bicara dengannya.”

Tufayl mengisahkan : setelah mendengar keterangan para pemuka Quraysi itu, muncul hatiku rasa takut. Karena khawatir terpengaruh oleh ucapan-ucapan penuh sihir orang itu, aku bertekad untuk tak berbicara dengannya, bahkan tak akan mendengarkan ucapan-ucapannya, untuk mencegah pengaruh sihirnya itu, sewaktu Thawaf, aku menyumpalkan kapas ke dalam telingaku, agar tak terdengar oleh kedua telingaku untaian ayat-ayat al-Quran yang dilantunkan dan bacaan-bacaan shalatnya.

Suatu pagi, masih dengan kedua telinga tersumpal kapas, aku memasuki masjid, tanpa sedikitpun ada keinginan untuk mendengar kata-kata orang itu. Namun tiba-tiba, itu terdengar jua oleh kedua telingaku; rangkaian kata-kata yang sangat manis dan indah. Aku benar-benar merasakan nikmat yang luar biasa ketika mendengarnya. Setelah itu, aku berkata sendiri, “Duhai ibu, janganlah kau duduk dalam duka. Bukankah engkau seorang ahli retorika dan cerdas ? lantas, apa salahnya bila kau dengar kata-kata lelaki itu, jika ternyata baik, maka terimalah olehmu, sebaliknya bila itu buruk dan tidak terpuji, maka tolaklah.”

Kemudian, agar tak tampak oleh orang lain aku bertemu dengannya, dengan sedikit bersabar aku menunggu hingga lelaki itu masuk ke rumahnya setelah dia masuk, aku pun meminta izin untuk masuk ke rumahnya. Di dalam, kuceritakan semua peristiwa yang kualami dari awal hingga akhir. Aku berkata, “orang-orang Qurays telah mengatakan suatu hal yang buruk menyangkut dirimu kepadaku. Awalnya. Aku tak pernah ingin bertemu denganmu hingga akhirnya untaian ayat-ayat al-Quran yang terdengar olehku telah menarik diriku kepadamu. Kuingin engkau menjelaskan hakikat agamamu itu dan bacakanlah sebagian dari al-Quran kepadaku.”

Akhrinya, Rasulullah SAW menjelaskan Islam kepadanya dan membacakan sebagian ayat-ayat al-Quran. Tufayl melanjutkan : Aku bersumpah demi Allah, tak pernah kudengar kata-kata yang lebih indah darinya dan tak ada agama yang lebih lurus dari agamanya. Aku lalu berkata kepada Rasulullah.” Aku adalah orang yang terpandang dan berpengaruh dikabilahku, karena itu aku akan berusaha keras untuk menyebarkan agamamu ini diantara mereka.”

Ibnu Hisyam menuturkan bahwa hingga Perang Khaibar, Tufayl berada diantara kabilahnya. Dia selalu berusaha keras untuk menyebarkan agama Islam selama berada di antara mereka. Pada hari terjadinya Perang Khaibar, dia bersama 80 (delapan puluh) keluarga muslim lainnya bergabung dengan Rasulullah SAW. Dia sangat kuat memegang agamanya itu. Hingga akhirnya, sepeninggal Rasulullah SAW, pada masa pemerintahan salah seorang Khalifah Rasyidin dalam peperangan Yamamah, dia termasuk kaum muslimin yang berhasil mereguk air kesyahidan..

SESUNGGUHNYA KAMILAH YANG MENJAGA AL-QURAN

Yahya bin Aksam menuturkan :

Sebelum menjadi khalifah, Makmun mempunyai majlis diskusi. Suatu hari, seorang lelaki Yahudi yang berwajah tampan, beraroma tubuh yang wangi, dan berpakaian rapi memasuki majelis itu, lalu, dengan retorika yang khas dia berbicara di majlis itu, setelah acara berakhir dan orang-orang pun satu-persatu meninggalkan tempat, makmun memanggilnya seraya berkata, “Pilihlah Islam dan jadilah seorang muslim, sehingga aku dapat melaukan sesuatu untukmu,” lelaki Yahudi itu menjawab, “Agamaku adalah agama nenek-moyangku, janganlah kau memaksaku untuk meninggalkan agamaku ini.”

Setahun berlalu dari peristiwa itu dan lelaki Yahudi itu pun telah menjadi seorang muslim dia kembali mendatangi majlis itu. Disitu dia berbicara tentang masalah-masalah fikih dengan baik sekali. Setelah acara, Makmun memanggil dan berkata kepadanya, “bukankah engkau sahabat kami yang setahun lalu pernah datang kemari dan kami pernah menawarkan Islam kepadamu ?lelaki Yahudi itu menjawab, “ya, benar!”

Dan dia melanjutkan penuturannya :

Aku adalah seorang ahli menulis indah, setahun lalu setelah keluar dari majlis ini, aku menyalin tiga lembar dari kitab Taurat dengan tanganku sendiri. Aku mengurangi dan menambahi isinya. Setelah itu, aku membawanya ke pasar untuk dijual, dan orang pun membelinya. Pada kesempatan lain aku melakukan hal yang sama terhadap injil. Aku salin tiga lembar darinya dengan tanganku sendiri, mengurangi dan menambah isinya. Setelah selesai, orang-orang pun membelinya dariku. Kemudian, setelah melakukannya terhadap Injil, akupun berniat melakukannya terhadap al-Quran. Seperti biasa, aku menyalin tiga lembar dari al-Quran, lalu mengurangi dan menambahi isinya, selepas itu, kubawa al-Quran itu ke penjual kitab dan kutawarkan kepadanya. Akan tetapi, sebelum membelinya, terlebih dahulu dia membuka lembar demi lembar al-quran yang kutawarkan itu, dan dia betul-betul memerhatikan isinya. Setelah sampai kepada lembaran-lembaran yang kutulis, tampaklah kejanggalan di matanya, dan dia pun paham bahwa pada tiga lembaran itu telah terjadi penambahan dan pengurangan. Tiba-tiba tanpa pikir panjang, dia lemparkan al-Quran itu ke wajahku. Setelah peristiwa itu, aku menjadi yakin bahwa Al-Quran adalah kitab suci yang terjaga. Tak mungkin al-Quran dikuasai oleh tangan-tangan jahil. Dari sana, aku pun memilih Islam sebagai agama baruku.

Lelaki itu menambahkan kisahnya :

Dalam sebuah perjalanan hajiku, aku bertemu dengan Sufyan bin Uyainah. Lalu, aku mengisahkan kembali perjalanan keislamanku itu kepadanya, beliau berkata, “Inti kisahmu itu sebenarnya telah diisyaratkan oleh al-Quran.” Aku bertanya kepadanya tentang ayat suci yang menjelaskan tentang itu, beliau menjawab,”Adapun ayat suci yang berhubungan dengan kitab suci Taurat dan Injil adalah : dikarenakan mereka diperintahkan memelihara kitab Allah SWT dan mereka memberikan saksi terhadapnya. Menurut ayat ini, penjagaan atas kitab-kitab Samawi terdahulu diserahkan kepada Yahudi dan Nasrani. Akibatnya, Kitab-kitab samawi itu mengalami perubahan-perubahan. Sementara ayat suci yang berkenaan dengan kitab suci al-Quan adalah : Sesungguhnya kami yang menurunkan peringantan (al-Quran) dan sesungguhnya kami juga yang menjaganya. Berdasarkan ayat ini, tanggung jawab menjaga al-Quran ditangani langsung oleh Allah SWT. Oleh karena itu, al-Quran selalu terjaga dan terpelihara dari perubahan-perubahan.

No comments:

Post a Comment