Wednesday, February 26, 2014

Mahasiswa Universitas Ciputra Angkat Bisnis Terasi khas Tuban



Mahasiswa Universitas Ciputra Angkat Bisnis Terasi khas Tuban




Merevitalisasi bisnis keluarga yang sudah dijalankan secara turun-temurun dari generasi ke generasi bukanlah hal yang mudah. Di satu sisi, diperlukan kemampuan untuk mempertahankan nilai dan prinsip bisnis, karisma sang pendiri serta jati diri merek yang ada. Akan tetapi di sisi lain, juga harus dilakukan sebuah upaya pembaharuan yang membuat bisnis tersebut beserta semua aspeknya menjadi lebih relevan dengan perkembangan jaman dan karakter pasar.

Itulah yang dicoba dilakukan oleh sejumlah anak muda dari Universitas Ciputra Surabaya, Jatim.  Dengan dibimbing oleh Eric Yosua sebagai dosen jurusan Fakultas International Hospitality Tourism Business UC, sekelompok mahasiswa mencoba mempraktikkan ilmu kewirausahaan yang mereka peroleh di kelas ke dinamika bisnis yang nyata.

Berawal dari mata kuliah “Selling Skill” atau Ketrampilan Menjual, para mahasiswa tingkat pertama UC diminta untuk memilih vendor-vendor mitra UC. Vendor mitra yang dipilih mahasiswa wajib memberikan pengetahuan terkait dengan bahan baku produksi, product knowledge dan bagaimana cara membujuk calon pembeli. “Ibaratnya mahasiswa menjadi staff dari vendor tersebut, jadi mahasiswa berhak tahu terkait produk dan perusahaan,” ujar Eric.

Menurut Eric, Trasisan merupakan salah satu vendor mitra UC. “Saya mengajarkan bagaimana cara memasarkan Trasisan dan memberikan berbagai bonus untuk 5 penjualan terbaik dengan hadiah uang tunai Rp 1.500.000. Hasilnya mahasiswa kami bisa menjual antara 40-48 kg dalam waktu 6 minggu,” jelasnya.


Terasi Trasisan adalah perusahaan lokal penghasil terasi berkualitas dengan bahan baku rebon murni yang berasal dari Tuban.

Trasisan merupakan hasil upaya rebranding yang telah dimulai pada Oktober 2011. Dengan mengangkat bendera CV. Tikosu Internasional, Trasisan diperkenalkan di Surabaya Plaza Hotel pada November 2011. Trasisan pada tahun 1948 pada mulanya dikenal masyarakat dengan nama terasi "Honglam" di kota Tuban, Solo, Semarang, Cirebon, Surabaya, dan sekitarnya. Namun, karena generasi berikutnya kurang meminati usaha jenis ini, terasi Honglam mulai hilang dari pasar. Singkat cerita, setelah mengalami pasang surut akhirnya tahun 1995 terasi Honglam muncul dengan mengubah nama menjadi terasi “Marem”. Karena metode yang dipakai masih usang, akhirnya produk terasi Marem tak begitu melejit. Hingga tahun 2008, generasi yang lebih muda mengangkat produk ini kembali dan mengemasnya sebagai terasi “Mama Tjin” yang mulai terkenal di media online dan bulan Oktober 2011 menjadi saksi berubahnya terasi “Mama Tjin” menjadi “Trasisan”.

Dengan penggunaan nama Trasisan itu, beberapa perubahan manajemen dilakukan untuk memodernisasi bisnis seperti meningkatkan kapasitas produksi tanpa mempengaruhi kualitas rasa. Dengan mengusung konsep sehat tanpa bahan pengawet dan tanpa pewarna buatan, terasi “Trasisan” ini diharapkan mampu kembali merebut pasar.

Para mahasiswa pun ditugasi untuk memilih pasar yang potensial, mempersiapkan presentasi produk terasi dan sebagainya. “Tak cuma itu, mereka juga harus mengeksekusi bisnis itu,” Eric menjelaskan. Dan mereka akhirnya sukses mencatatkan angka penjualan 300 kg terasi dalam waktu 7 minggu ke beberapa kota di tanah air.(*AP)

No comments:

Post a Comment