Thursday, February 20, 2014

Pelatuk paruh-gading



Pelatuk paruh-gading


Pelatuk paruh-gading (Campephilus principalis) adalah salah satu spesies dari familia Burung pelatuk, Picidae; binatang ini secara resmi didaftarkan sebagai spesies terancam, namun pada akhir abad ke-20 telah ditetapkan secara luas sebagai spesies yang telah punah.

Sebuah laporan menyatakan ditemukannya spesies jantan di Arkansas pada tahun 2004 dan 2005 dilaporkan oleh sebuah regu dari Laboratorium Ornitologi Cornell pada April 2005 (Fitzpatrick et al., 2005). Jika benar, hal ini akan menjadikan Pelatuk paruh gading menjadi sebuah spesies lazarus, suatu spesies hidup yang ditemukan kembali setelah ditetapkan punah selama beberapa waktu.

Penawaran sebesar $ 10.000 ditawarkan untuk informasi yang bisa menunjukkan sarang, tempat bertengger atau tempat makan Pelatuk paruh gading.[2]

Pada akhir September 2006, sebuah regu Ornitologi dari Universitas Auburn dan Universitas Windsor menerbitkan makalah yang menyatakan pendapat yang mendetail mengenai bukti-bukti keberadaan Pelatuk Paruh Gading di sepanjang Sungai Choctawhatchee di Florida bagian barat laut. (Hill et al., 2006).

Di samping laporan awal dari Arkansas dan Florida, bukti lain yang dapat menjadi acuan dalam menetapkan keberadaan populasi Pelatuk Paruh Gading yang bedasarkan foto atau video, contoh spesies, atau DNA dari bulu burung tersebut, sampai sekarang belum didapatkan. Meskipun begitu, usaha pembebasan tanah dan pemulihan sekarang sedang dilakukan untuk melindungi kelangsungan hidup pelatuk ini.


Deskripsi

Pelatuk Paruh Gading merupakan jenis pelatuk berukuran besar dari Amerika Serikat. Spesies yang terbesar dari semua pelatuk adalah Pelatuk Raja (C.imperialis) dari Meksiko barat, yang merupakan spesies langka lainnya. Panjang Pelatuk Paruh Gading adalah 50 cm dan berat 600 gram. Binatang ini memiliki rentang sayap sepanjang 75 cm.
Warna pada bulu burung jantan (atas) dan betina (bawah).

Burung ini berwarna hitam kebiruan dengan putih pada bagian leher hingga punggungnya dan putih yang lebih lebar pada tepi luar dan dalam sayapnya. Pada dalam sayap juga berwarna putih di sepanjang tepinya, mengakibatkan garis hitam hanya terdapat di sepanjang permukaan dalam sayap bagian tengah lalu melebar pada bagian ujung sayap. Jambul berwarna hitam pada betina dan anak-anak. Pada jantan, jambul berwarna hitam sepanjang sisinya, berubah serampangan menjadi merah pada ujung atas hingga belakang. Dagu dari Pelatuk Paruh Gading berwarna hitam. Ketika bertengger dengan sayap terlipat, baik pada jantan maupun betina akan tampak bidang kecil putih pada bagian punggung bagian bawah berbentuk segitiga kasar. Karakteristik tersebut menjadi cirinya sejak kecil dan Pelatuk Jambul paruh hitam. Pelatuk Jambul umumnya berwarna hitam kecoklatan, abu-abu kehitaman, atau biru kehitaman pada warnanya. Binatang ini juga memiliki belang putih pada leher tapi punggungnya yang umumnya berwarna hitam. Pelatuk Jambul muda dan dewasa memiliki jambul merah dan dagu putih. Kebanyakan Pelatuk jambul biasanya tidak memiliki warna putih pada tepi permukaan luar sayap mereka dan ketika bertengger secara normal akan tampak satu bidang kecil berwarna putih pada setiap sisi tubuhnya dekat pinggir sayap. Bagaimanapun, Pelatuk Jambul, setiap individunya tampak berbeda dari biasanya, telah dilaporkan bahwa permukaan putih pada sayapnya, berbentuk segitiga putih pada bagian punggung terbawah ketika bertengger. Seperti kebanyakan pelatuk, Paruh gading memiliki paruh yang kuat dan panjang, gesit, keras, dan lidah pengait. Antar Pelatuk Amerika Utara, paruh gading merupakan spesies unik dalam memiliki paruh yang berujung kasar, membentuk banyak seperti pahatan pada kayu. Gendangan burung ini hanya sekali atau dua kali ketukan. Empat panggilan berbeda diungkapkan dalam suatu kebudayaan dan 2 direkam pada tahun 1930-an. Yang paling umum, adalah kent atau hant, suaranya seperti trompet mainan yang sering diulang secara berurutan. Ketika burung ini diganggu, nada kent naik, hal itu sering diulangi, paling sering dua kali. Suatu, panggilan lain, juga direkam, ini deberikan antara individu di sangkarnya, dan telah diungkapkan seperti yent-yent-yent.


Habitat dan pola makan

Pelatuk Paruh Gading menyukai kayu keras rawa dan Hutan Pinus, yang sejumlah besar pohonnya telah mati dan membusuk. Sebelum Perang Saudara Amerika, sebagian besar Amerika Serikat bagian selatan tertutup hutan kayu keras yang luas yang diperkirakan merupakan habitat burung itu. Pada waktu itu, Pelatuk Paruh Gading tersebar dari Texas bagian timur sampai Carolina Utara, dan dari Illinois bagian selatan sampai Florida dan Kuba.[3] Setelah Perang Saudara, industri kayu menebangi hutan berjuta-juta hektar di Selatan, menyisakan sedikit habitat yang dapat dihuni.

Pelatuk Paruh Gading suka makan larva kumbang pada sarang-sarang di kayu. Binatang ini juga suka makan biji, buah, dan serangga. Burung ini menggunakan paruh putihnya yang besar untuk mematuk, memecah, dan mengupas kulit kayu pada pohon yang mati untuk menemukan serangga. Anehnya, burung ini memerlukan jarak sekitar 25 km² (10 mil persegi) setiap hinggap sehingga mereka hanya dapat menemukan cukup makanan untuk memberi makan anak-anaknya dan dirinya. Karenanya, sedikit sekali populasi yang sehat. Kebanyakan Pelatuk Jambul bersaing untuk makan dengan spesies ini.


Kelangsungan hidup

Pelatuk Paruh Gading hidup secara berpasangan. Setiap pasangan diperkirakan selalu pergi bersama. Pasangan-pasangan burung ini akan kawin setiap tahun antara bulan Januari dan Mei. Sebelum betina bertelur, mereka membuat sarang pada pohon mati sekitar 8-15 m dari tanah. Biasanya 2 atau 5 telur diletakkan dan dierami selama 3 sampai 5 minggu. Kedua induk akan mengerami telur dan menjaga anaknya, jantan akan mengambil tanggung jawab pada malam hari. Mereka akan memberi makan anak tersebut selama beberapa bulan. Sekitar lima minggu setelah menetas, mereka belajar terbang. Bahkan setelah dapat terbang, induk akan tetap memberikan makan dua bulan lagi. Keluarga itu akan berpisah pada akhir musim gugur atau awal musim dingin.




Status

Aktivitas pemulihan diperburuk dengan perburuan para kolektor yang membantai populasi Pelatuk Paruh Gading pada akhir 1800an. Hal ini menjadikan pertimbangan punah pada 1920an, ketika sepasang burung ditemukan di Florida, yang ditembak hanya untuk spesimen.

Pada 1938, diperkirakan 20 individu hidup di alam liar, sekitar 6-8 diantaranya hidup di hutan tua yang sedang tumbuh yang dikenal Tanah Penyanyi di Louisiana, yang dimiliki Penggilingan dan Perusahaan Kayu Chicago. Perusahaan ini meremehkan perizinan dari empat Gubernur Selatan dan Lembaga Nasional Audubon bahwa tanah umum dibeli dan disimpan sebagai cadangan, dan menggundulkan hutan. Pada 1944 terakhir diketahui Pelatuk Paruh Gading betina, meninggalkan area yang gundul itu.



eninjauan: 1940-an s.d. 1990-an

Pelatuk Paruh Gading dimasukkan sebagai spesies terancam pada 11 Maret 1967, meskipun bukti keberadaannya saat itu hanya berupa rekaman tentang suaranya dari Texas Timur. Laporan peninjauan terakhir terhadap spesies dari Kuba (C. p. bairdii), setelah rentang waktu yang lama, pada tahun 1987; tidak pernah terlihat lagi. Jurnalis dan wartawan asing Kuba, Yohanes O'Donnell-Rosales yang dilahirkan di Kuba, menyatakan pada peninjauan terakhir, melaporkan penemuannya di dekat Pantai Delta, Alabama, pada tahun 1994 tetapi hal ini tidak pernah diselidiki oleh petugas alam liar negara bagian.

Dua foto menarik diberikan kepada museum LSU yang didirikan George Lowery pada 1971 oleh suatu sumber tanpa identitas namun belakangan diketahui pada tahun 2005 bahwa ia seorang pecinta alam bernama Fielding Lewis.[4]

Foto- foto tersebut, diambil oleh Kamera Instamatik murahan, menunjukkan apa yang tampak seperti jantan pada Pelatuk Paruh Gading yang bertengger pada dua batang pohon berbeda di Rawa Atchafalaya, Louisiana. Paruh yang membedakan burung tidak tampak dalam foto yang diambil dari jarak tertentu. Lowery memperkenalkan foto tersebut pada tahun 1971 pada pertemuan tahunan Persatuan Ornitologi Amerika. Para skeptis menuduh foto itu sebagai penipuan, yang mempercayai burung yang terlihat dalam foto adalah Pelatuk Jambul yang salah dimengerti, atau mengingat bahwa burung itu berada kira-kira pada posisi yang sama pada kedua foto spesimen yang telah direncanakan.

Ada banyak laporan yang belum dapat dipastikan kebenarannya mengenai burung ini,[5][6] tetapi banyak Ahli Ornitologi percaya bahwa burung ini telah hilang sepenuhnya, dan itu dinilai telah "punah" oleh IUCN pada tahun 1994. Penilaian ini diubah kemudian menjadi "kritis" pada tempatnya bahwa spesies tersebut mungkin masih ada.[7]


Ekspedisi Sungai Pearl 2002

Pada tahun 1999, belum ada kepastian tentang peninjauan terhadap bagian burung di wilayah Sungai Pearl bagian tenggara Louisiana oleh mahasiswa kehutanan, David Kulivan, karena beberapa ahli mempertimbangkannya dengan paksaan. Pada ekspedisi tahun 2002 di hutan, rawa, dan teluk Area Pengelolaan Cagar Alam Sungai Pearl oleh LSU, para pakar biologi menghabiskan 30 hari untuk mencari burung ini.[8]

27 Januari 2002 sore, setelah 10 hari, suara genderang berupa "ketukan ganda" yang berasal dari Pelatuk Paruh Gading terdengar dan direkam. Suara tersebut tidak ditemukan asalnya karena tanah yang luas dan berpaya-paya, namun tanda-tanda kehidupan pelatuk ditemukan (yaitu, potongan kulit kayu dan rongga besar pada pohon). Ekspedisi belum selesai, karena dari rekaman ini menyatakan bahwa rekaman suara itu lebih menyerupai gema suara tembakan daripada ketukan ganda Pelatuk Paruh Gading.[9]

Sejak 2002, kebanyakan peraturan dalam pencarian Pelatuk Paruh Gading telah diubah dari wilayah Sungai Pearl, meskipun ada beberapa peninjauan yang belum pasti kebenarannya dilaporkan dari sana pada Februari 2006 saksikan video clip.



Laporan Arkansas 2004 dan 2005

Kelompok yang terdiri dari tujuhbelas penulis yang dipimpin Laboratorium Ornitologi Cornell melaporkan penemuan seekor Pelatuk Paruh Gading jantan, di Big Woods wilayah Arkansas pada tahun 2004 dan 2005, yang diterbitkan di Science' pada 28 April 2005 (Fitzpatrick et al., 2005).

Salah seorang penulis, yang berkayak di Tempat Perlindungan Taman Nasional Sungai Cache, Monroe County, Arkansas, pada 11 Februari 2004, melaporkan di sebuah website tentang penampakan pelatuk berjambul merah berukuran besar yang tidak biasa. Laporan ini mendorong pencarian yang lebih intensif di Tempat Perlidungan Taman Nasional Sungai White dan sekitarnya, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi untuk menghindari perebutan para penggemar burung, oleh para pengamat professional dalam empat belas bulan. Sekitar lima belas kali pengamatan terjadi sepanjang periode (tujuh yang memaksa pertimbangnya cukup untuk disebutkan dalam artikel ilmiah), yang percaya semua itu adalah burung yang sama. Salah satu pengamatan yang lebih dapat dipercaya adalah pada 27 Februari 2004. Bobby Harrison dari Huntsville, Alabama dan Tim Gallagher dari Ithaca, New York, melaporkan adanya Pelatuk Paruh Gading pada waktu yang sama. Pencarian rahasia diizinkan Badan Konservasi Alam Liar dan Universitas Cornell untuk memperluas habitat Pelatuk Paruh Gading dengan menambah 120,000 hektar (490 km²) hutan Big Woods yang dilindungi oleh Badan Konservasi.

Pelatuk yang sangat besar disiarkan kembali pada 25 April 2004; ukuran, pola sayap pada saat diam dan terbang, dan bulu berwarna putih antara punggung dan sayap seperti yang disebutkan merupakan bukti bahwa burung pelatuk itu adalah Pelatuk Paruh Gading. Bahwa video yang sama juga menampilkan gambaran lebih awal apa yang disebut sebagai burung yang bertengger pada pohon Tupelo Air (Nyssa aquatica).

Laporan juga mencatat bahwa genderang yang sama dengan genderang Pelatuk Paruh Gading terdengar di daerah itu. Hal itu menjadikan potensi suatu populasi yang tersebar dalam suatu area, meskipun tidak adanya burung yang terletak jauh dari lokasi utama. Saat ini ada kekhawatiran bahwa banyak penggemar burung akan menyerbu daerah ini dengan tujuan berusaha melihat burung langka ini. Ahli ornitologi dan ahli burung vetran melaporkan banyak pelatuk dewasa yang meninggalkan sarang dan anak-anaknya karena takut akan gangguan penggemar burung yang terlalu antusias.

Pada akhir tahun 2006, para peneliti mengembangkan dan mengadakan "observatorium otonomi" menggunakan kamera video robot dengan gambar yang diproses oleh software yang akan mendeteksi dan merekam dengan video resolusi tinggi burung-burung yang sedang terbang di dalam wilayah yang berkemungkinan tinggi di wilayah Sungai Cache. Sejak Agustus 2007, beratus-ratus burung telah terekam, seperti Pelatuk Jambul, namun bukan Pelatuk Paruh Gading. Detail dan video yang diperbarui tersedia di website ACOME.



Perdebatan

Pada Juni 2005, Ahli Ornitologi dari Universitas Yale, Universitas Kansas, dan Universitas Pantai Teluk Florida menyampaikan artikel ilmiah meragukan terhadap laporan awal penemuan kembali.
“     Kita sangat meragukan terhadap laporan yang diterbitkan pertama, dan ... data itu tidaklah cukup untuk mendukung kesimpulan yang serupa.     ”

Pada Agustus 2005, sekalipun ada argumen mengenai keberadaan setidaknya seekor pelatuk, pertanyaan-pertanyaan mengenai bukti hal tersebut terus bermunculan. Sebagai contoh, tidak adanya penemuan Pelatuk Paruh Gading yang mati manapun penemuan sarangnya. Cornell tidak bisa mengatakan dengan kepastian mutlak bahwa suara yang direkam di Arkansas berasal dari Pelatuk Paruh Gading.[10]

Beberapa para skeptis, seperti Richard Prum, percaya video mungkin seekor Pelatuk Jambul.[11]

Bulan Desember 2005, sikap Richard Prum dilaporkan sebagai berikut:
“     Prum, tertipu oleh beberapa rekaman yang diambil di hutan Big Woods, Arkansas, yang mengatakan bukti yang sampai sekarang disangkal.     ”

Pada halaman 13 terbitan Assosiasi Unggas Amerika (AUA) berjudul "Winging it" ( November/Desember 2005), mengungkapkan:
“     Daftar nama Komisi AUA belum mengubah status Pelatuk Paruh Gading dari Kode 6 (punah) kepada tingkatan yang lain yang akan menggambarkan proses penyelamatan populasi yang sedikit. Komite sedang menantikan bukti tegas bahwa jenis ini masih tersisa.     ”

Sebuah komentar yang diterbitkan dalam The Auk pada bulan Januari 2006, Jerome Jackson mengungkapkan keragu-raguannya terhadap bukti Pelatuk Paruh Gading pada tidak adanya syarat-syarat yang tidak pasti:
“     Prum, Robbins, Brett Benz, dan aku tetap percaya pada kepercayaan kami bahwa burung dalam video Luneau adalah Pelatuk Jambul normal. Orang lain bebas memilih kesimpulan yang sama, dan terbitan tentang analisis pribadi mungkin akan segera muncul [...] Karena para ilmuwan memperlihatkan label laporan dan foto meragukan sebagai 'bukti' tentang rekaman luar biasa yang diselidiki 'berdasarkan keyakinan' Ornitologi dan melakukan tindakan merugikan untuk ilmu pengetahuan. (Jackson, 2006a), mencetuskan sisi perdebatan yang menjadikan tuduhan yang menimpa diri sendiri ( Fitzpatrick et al., 2006b,c; Jackson, 2006b).     ”

Pada Maret 2006, sebuah regu riset yang pimpin harmoni David A. Sibley, MA menerbitkan penemuannya dalam jurnal Science, mengatakan bahwa siaran ulang tersebut hampir bisa dipastikan seekor Pelatuk Jambul, dengan kekeliruan penafsiran pada tubuhnya. Mereka menyimpulkan bahwa burung pada rekaman itu memiliki kekurangan corak tertentu dari Pelatuk Paruh Gading, dan memiliki bagian lain yang konsisten dengan Pelatuk Jambul (Sibley pada al., 2006). Regu riset Cornell bertahan terhadap penemuan asli mereka dalam artikel tanggapan di jurnal Science yang sama, menyatakan:
“     Diakui bahwa burung dalam video Luneau adalah seekor Pelatuk Jambul normal yang salah penafsiran terhadap pola pada dalam sayap Pelatuk Jambul, penafsiran video buatan itu seperti pola pada bulu burung, dan model imitasi yang tidak akurat dan sikap terbang. Klaim ini dibantah oleh data eksperimen dan gagal menunjukkan bukti dalam video Luneau tetang bulu berwarna putih di punggungnya, sikap terbang yang berbeda, dan pelatuk yang bertengger dengan warna putih di bagian atas. (Fitzpatrick et al., 2006a)     ”

Bulan Mei 2006, diumumkan bahwa usaha pencarian besar-besaran yang dipimpin oleh regu Cornell telah dihentikan pada musim itu dengan hanya segenggam pengamatan yang dilaporkan. Kelihatannya rencana petugas konservasi untuk mengijinkan masyarakat kembali ke area Tempat Perlindungan Taman Nasional Sungai Cache terbatas sejak laporan penemuan-penemuan awal. Regu pencari melaporkan rencana-rencana untuk memulai lagi pencarian pada musim gugur setelah musim daun-daun berguguran, walaupun dalam skala yang agak sedikit dan mungkin memusatkan pada wilayah Sungai White.


Laporan Florida 2005 dan 2006

Bulan September 2006, klaim baru bahwa Pelatuk Paruh Gading tidak mungkin punah seperti yang diutarakan oleh kelompok riset terdiri dari anggota dari Universitas Auburn di Alabama dan Universitas Windsor di Ontario. Dr.Geoff Hill dari Universitas Auburn dan Dr.Daniel Mennill dari Universitas Windsor sudah mengungkapkan kumpulan bukti bahwa burung-burung itu masih tersisa dalam pohon seperti cemara rawa di jalur wilayah Florida. Bukti mereka meliputi 14 kali pengamatan burung dan 300 rekaman suara yang bahwa berasal dari Pelatuk Paruh Gading itu, namun juga meliputi kisah pencarian jejak dan ukuran pohon yang wajar untuk rongga sarang (Hill et al., 2006). Bukti tersebut menyisakan keyakinan seperti mengeluarkan fotografis atau bukti DNA yang banyak disebutkan para ahli sebagaimana diperlukan sebelum kehadiran spesies dapat ditetapkan. Ketika Dr. Hill dan Dr. Mennill berkeyakinan keberadaan burung itu di Florida, mereka cepat menyatakan bahwa mereka belum yakin pembuktikan keberadaan burung itu.[12] Regu riset saat ini sedang melakukan suatu peninjauan yang lebih terpadu di Sungai Choctawhatchee, dengan harapan memperoleh bukti fotografis keberadaan burung itu.[13]


Kepariwisataan

Dalam usaha perekonomian Arkansas timur, spekulasi kemungkinan kembalinya Pelatuk Paruh Gading telah menjadikan sumber yang bermanfaat untuk ladang ekonomi, dengan wisatawan yang membelanjakan 30%, terutama di dan sekitar kota Brinkley, Arkansas. "Festival" burung pelatuk, model rambut burung pelatuk (sejenis mohawk dengan warna merah, putih, dan celupan hitam), dan "Burger Pelatuk Paruh Gading" yang telah populer di wilayah itu. Ketiadaan bukti ditetapkan tentang keberadaan burung itu, dan kesempatan yang benar-benar sedikit untuk melihat burung itu sekalipun ada (terutama sejak lokasi tepat melaporkan peninjauan yang masih terjaga), sudah mencegah ledakan beberapa kepariwisataan lokal yang telah diantisipasi.

Brinkley, Arkansas, menjadi tuan rumah "Prayaan Panggilan Pelatuk Paruh Gading" bulan Februari 2006. Perayaan mencakup pameran benda-benda, tour menyaksikan burung, presentasi bidang pendidikan, pasar penjualan, dan masih ada lainnya lagi.


Fakta lain

Pelatuk Paruh Gading kadang-kadang dikenal sebagai Burung Grail, Burung Lord God (Lord God Bird), atau Good God Bird, semua itu berdasarkan seruan kagum para penonton.[14] NPR berwawancara mengenai penemuan kembali spesies itu yang diselenggarakan dengan penduduk Brinkley, Arkansas, dan kemudian bersama dengan musisi Sufjan Stevens menggunakan material untuk menulis lagu berjudul "The Lord God Bird".[15] Arkansas telah membuat lisensi gambar ciri-ciri yang grafis mengenai Pelatuk Paruh Gading.

No comments:

Post a Comment