Sham Panjabi, Pionir Bisnis Gorden di Jogja
Bisnis gorden di Jogja selalu identik dengan keberadaan pengusaha asal India yang menguasai sebagian besar usaha ini. Sejarah bisnis gorden di Kota Gudeg ternyata juga tak lepas dari sosok Sham Panjabi, pemilik gerai gorden Jaya Dewi.
Pria kelahiran New Delhi itu merupakan perintis perkembangan bisnis gorden di Jogja bahkan Indonesia.
Sham menceritakan bisnis gorden di Indonesia era 1970-an sangat langka. Bahkan di Jakarta, baru ada satu gerai penjualan gorden yang melayani pengukuran.
Pada 1978, Sham yang memang sudah tinggal bersama sanak saudara di Indonesia mencoba memulai bisnis gorden di Jogja setelah sebelumnya ia hanya bekerja sebagai sales penjualan tekstil. “Saya pilih gorden karena saat itu belum ada yang melayani penjualan gorden dengan ukur langsung. Kebetulan istri saya pandai menjahit pakaian,” ungkap bapak dua anak ini, beberapa waktu lalu.
Di Jogja pula, Sham dan keluarga terus berkreasi menciptakan gorden mengikuti tren perkembangan zaman. Bahkan untuk menciptakan desain gorden ia secara khusus mengikuti pelatihan di Amerika Serikat sembari terus mencari berbagai referensi.
Hingga sekarang inovasi model gorden tak hanya datang dari manajemen Sham, namun juga berkiblat pada tren Eropa dan Amerika. Sham mengklaim banyak pengusaha gorden di Jogja, awalnya pernah bekerja dengannya. “Banyak penjual gorden yang ada di Jogja sekarang dulu juga pernah bekerja di sini, lalu buka usaha sendiri, itu malah bagus,” tuturnya.
Meski besar di Indonesia, Sham lahir dan memperoleh pendidikan di New Delhi. Karena itu, ia tak melupakan akar tradisi negeri asal, termasuk dalam perilaku hidup dan berbisnis.
Salah satu ciri khas budaya India dalam berbisnis adalah ramah tamah dan jujur. “Di India tipe penjual berhadapan langsung dengan pembeli. Duduk dan bicara dulu, soal nggak beli itu nggak masalah. Dan yang penting itu bekerja dengan kejujuran,” ungkap ayah Veenu Sham Panjabi itu.
Bercerita soal keimanan. Sham dan keluarga memeluk agama Hindu layaknya kebanyakan warga India. Bahkan nama Jaya Dewi sengaja dipilih untuk membesarkan nama Dewi Sakti yang dipuja penganut Hindu. Untuk bahasa yang digunakan keluarga, sebagian masih menggunakan bahasa India. “Yang penting itu tradisi, budaya jangan dihilangkan. Nanti soal bagaimana berbisnis akan mengikuti,” lanjutnya. (*/Solopos)
No comments:
Post a Comment