Sunday, February 16, 2014

Tri Sumono: Pengalaman Bisnis Membuat Saya Kuat



Tri Sumono: Pengalaman Bisnis Membuat Saya Kuat




Artikel Bisnis. Pengalaman dengan berjualan aksesori sangat berbekas bagi Tri Sumono. Berkat pengalaman itu tekadnya terjun ke dunia bisnis menjadi sangat kuat. Ia pun merintis berbagai usaha seperti, toko sembako dan kontrakan. Sejak itu, naluri melakukan perjalanan bisnis nya menjadi semakin kuat. Pada tahun 2006, ia menambah bisnis minuman sari kelapa.


Selama empat tahun lamanya Tri berjualan produk-produk aksesori, seperti jepit rambut, kalung, dan gelang di Jakarta. Berbekal pengalaman dagang itu, tekadnya untuk terjun ke dunia bisnis semakin kokoh. Dagang aksesori itu merupakan awal pahit-pahitnya dalam menjalankan suatu usaha binis.

Makanya, setelah menjual kios aksesorinya di Mal Graha Cijantung dan pindah ke Bekasi, ia pun memutuskan merintis usaha baru.

Saat itu, ia langsung membidik usaha toko sembako. Ia melihat prospek dari peluang bisnis ini lumayan menjanjikan, karena untuk ke depannya daerah tempatnya bermukim itu bakal berkembang dan ramai. "Tapi tahun 1999, waktu saya buka toko sembako itu masih sepi," ujarnya.

Namun, Tri tidak kehabisan akal untuk berpikir dan mencari peluang yang lebih bagus. Supaya kawasan tempatnya tinggal kian ramai, ia kemudian membangun sebanyak 10 rumah kontrakan dengan harga miring. rumah kontrakan ini diperuntukkan bagi pedagang keliling, seperti penjual bakso, siomai, dan gorengan.

Selain mendapat pemasukan yang sangat baru dari usaha kontrakan, para pedagang itu juga nantinya menjadi pelanggan tetap toko sembakonya. "Maka dari itu cara tersebut sangat ampuh dan banyak warga di luar Pondok Ungu mulai mengenal toko yang kami bangun," katanya.

Seiring berjalannya roda perputaran waktu, naluri bisnisnya semakin meningkat kuat. Pada tahun 2006, Tri melihat peluang bisnis sari kelapa. Dirinya tertarik dengan peluang tersebut, maka dari itu ia memutuskan untuk mendalami proses pembuatan sari kelapa. Dari informasi yang didapatnya diketahui bahwa sari kelapa merupakan hasil fermentasi air kelapa oleh bakteri Acetobacter xylium.

Untuk keperluan produksi sari kelapa ini, ia membeli bakteri dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. "Untuk tahap awal saya hanya membuat 200 nampan sari kelapa," ujarnya.

Sari kelapa yang dibuatnya itu dipasarkan ke sejumlah perusahaan minuman. Beberapa perusahaan mau menampung sari kelapanya. Tapi, itu tidak sampai waktu yang lama.

Lantaran kualitas sari kelapa produksinya menurun, beberapa perusahaan tidak mau lagi membeli. Ia pun berhenti produksi dan memutuskan untuk belajar lagi.

Untuk meningkatkan dan memahami kualitas sari kelapa, ia mencoba berguru ke seorang dosen Institut Pertanian Bogor (IPB). Mulanya, dosen itu enggan mengajarinya karena menilai Tri bakal kesulitan memahami bahasa ilmiah dalam pembuatan sari kelapa. "Tanpa sekolah kamu sulit menjadi produsen sari kelapa," ucap Tri saat menirukan ucapan dosennya di kala itu.

Namun, melihat tingkat keseriusan Tri yang sangat maksimal, akhirnya sang dosen pun luluh dan mau memberikan les privat setiap hari Sabtu dan Minggu selama dua bulan. Setelah melalui berbagai serangkaian uji coba dengan hasil yang bagus, Tri pun melanjutkan kembali produksi sari kelapanya.

Saat itu, ia langsung membuat nilai produksi 10.000 nampan atau sebesar Rp 70 juta. Hasilnya lumayan memuaskan. Beberapa perusahaan bersedia menyerap produk sari kelapanya. Sejak itu, perjalanan bisnis nya terus berkembang dan maju. (*DI/Kontan)

No comments:

Post a Comment