Sunday, February 16, 2014

Soenarjo Adikoesoemo, Sang Pemilik Hwato Traditional Health Center



Soenarjo Adikoesoemo, Sang Pemilik Hwato Traditional Health Center



Salah satu kiat dalam menjalankan roda bisnis adalah melihat tren peluang jenis kegiatan usaha tertentu yang kiranya memiliki prospek bagus untuk dikembangkan. Kalangan pebisnis yang jeli tentu mampu melirik berbagai celah, termasuk peluang usaha di dunia kesehatan.

Teknik pengobatan akupunktur yang telah dikenal masyarakat sejak berabad-abad lampau tampaknya memberikan peluang tersendiri, sehingga layak dipilih sebagai sektor yang bisa mendatangkan pendapatan tidak kecil. Aspek yang dapat ditangani adalah menyiapkan/mencetak tenaga medis dalam pengobatan tersebut.


Masalahnya, minat masyarakat terhadap pengobatan tersebut kian besar. Bahkan sebagian orang yang menderita sesuatu penyakit tidak menjadikan akupunktur sebagai alternatif, melainkan tujuan utama mencari kesembuhan. Perkembangan tersebut otomatis membutuhkan tenaga akupunktur dengan jumlah sesuai kebutuhan pasien.

Peluang tersebut ditangkap oleh K.P. Soenarjo Adikoesoemo, dengan mendirikan lembaga pendidikan akupunktur di Surabaya di bawah bendera PT Hwato Traditional Health Center. Lelaki berputra empat itu sebelumnya bergerak di bisnis penyaluran alat-alat kesehatan serta mendirikan industri bola olahraga.

Sedangkan Hwato Traditional Health Center merupakan perpaduan program pendidikan akupunktur serta jasa layanan pengobatan akupunktur yang menerima pasien tanpa menginap. Dengan latar belakang sebagai pengusaha, sudah barang tentu Soenarjo telah menyiapkan dana investasi khusus bagi pengoperasian Hwato.

Namun tidak disebutkan berapa nilai dana yang dikucurkan untuk merealisasikan bisnis di bidang jasa pendidikan akupunktur dan layanan pengobatan akupunktur.

Program kursus akupunktur diselenggarakan pada tingkat dasar berjangka enam bulan. Kursus ilmu pengobatan tradisional Cina yang dimulai Agustus tahun lalu itu ternyata cukup diminati, dan pada Januari tahun ini telah diluluskan angkatan I sebanyak 44 orang. Selanjutnya membuka pendaftaran angkatan II.

Tak pelak lagi, program pendidikan ilmu pengobatan tradisional itu merupakan peluang baru dalam bisnis jasa yang tidak dapat diremehkan. Soalnya, biaya kursus setiap siswa dipatok Rp6,5 juta dengan jadwal kursus hanya sekali seminggu selama tujuh jam.

"Kami menerapkan program pendidikan akupunktur secara modern dengan mendatangkan tujuh staf pengajar asal Cina, sehingga kursus pengobatan tradisional itu mampu menarik minat para siswa," tutur Soenarjo kepada Bisnis di kantornya, belum lama ini.

Pengobatan akupunktur di Indonesia -semula dari Cina- selama ini dinilai tidak ada standarnya. Sementara ilmu akupunktur di Cina telah berkembang menggunakan teknologi maju, di mana diagnosanya memanfaatkan alat medik modern.

Ruang klas Hwato berkapasitas 50 orang menempati gedung Graha SA di bilangan Raya Gubeng Surabaya. Teknik pengobatan yang diajarkan menggunakan bahasa pengantar Mandarin.

Tentu saja Hwato dapat dibuka bagi siapa saja, karena Soenarjo telah merekrut penerjemah dari bahasa Mandarin ke bahasa Indonesia. Tenaga penerjemah itu merupakan bagian dari total staf di Hwato sebanyak 12 orang mencakup bagian administrasi dan staf pengajar.

Sementara siswa kursus teknik pengobatan akupunktur di Hwato terdiri para dokter [untuk mengembangkan keahlian di bidang pengobatan alternatif]. Sebagian lain merupakan lulusan sekolah lanjutan tingkat atas yang dibekali ilmu anatomi tubuh serta fisiologi agar mampu menyerap teknik akupunktur.

"Seluruh lulusan otomatis mampu bekerja sesuai kemampuannya," papar Soenarjo yang sangat mahir berbahasa Mandarin.

Untuk merintis lembaga pendidikan tersebut, Soenarjo terlebih dulu mengurus izin dari Departemen Kesehatan di Jakarta dan kini telah mengantongi izin Kepmen No. 1076/Menkes/SK/ VII/2003 tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional. Selain itu, dibutuhkan izin dari Dinas Pendidikan Kota Surabaya serta Dinas Kesehatan Kota Surabaya.

Kurikulum yang diterapkan di Hwato mengacu terhadap ilmu pengobatan Cina dibawakan oleh tujuh staf pengajar dengan jaminan sertifikat dari World Federation of Acupuncture-Moxibustion Society (WFAS) yang berpusat di Beijing. Tenaga pengajar yang didatangkan Soenarjo adalah dokter-dokter akupunktur dengan spesialis reproduksi wanita, penyakit otak, penyakit tulang dan otot, kencing manis, reproduksi lelaki.

Menurut Soenarjo, para tenaga pengajar asal Negeri Tirai Bambu itu telah diuruskan izin tinggalnya di keimigrasian yang dapat diperbarui setiap satu tahun. "Langkah kami ini awalnya tidak mulus disebabkan harus berurusan dengan birokrasi di beberapa instansi, tetapi legalitasnya kini telah jelas sesudah keluar izin dari Depkes."

Para pengajar/dokter akupunktur yang disebutkan bergelar S1, S2 dan S3 itu ditugaskan untuk mentransfer ilmunya kepada para siswa Hwato secara reguler pada setiap Sabtu pukul 08.00 hingga 15.00 selama enam bulan. Biaya pendidikan tersebut Rp6,5 juta.

Selain itu, diselenggarakan kelas semi intensif pukul 16.30 - 20.30 pada Senin dan Kamis selama enam bulan berbiaya Rp6,5 juta. Kelas intensif dilaksanakan dua bulan pada Senin-Jumat pukul 08.00 - 15.00 selama dua bulan berbiaya Rp7,5 juta.

Lulusan Hwato, kata Soenarjo, dapat sertifikat WFAS [lembaga yang beranggotakan 77 negara], tetapi belum bisa melakukan praktek di tingkat internasional. "Untuk mendapatkan lisensi praktek tingkat internasional harus mengikuti ujian WFAS disebabkan lembaga ini diakui WHO."

Tetapi Soenarjo tidak mengabaikan keberadaan kalangan ahli akupunktur lokal, maka dia juga menggandeng anggota Persatuan Akupunktur Indonesia (Paksi) untuk mendampingi dokter akupunktur Cina.

Dokter akupunktur lokal yang tergabung Persatuan Dokter Akupunktur Indonesia (PDAI) juga dilirik untuk mengoptimalkan pusat layanan pengobatan di klinik Hwato. Klinik tersebut berada satu payung dengan lembaga kursus akupunktur di bawah Hwato Traditional Health Center.

Kini Soenarjo menyiapkan program baru di tingkat advanced dengan jangka kursus hanya seminggu. Dua paket yang ditawarkan masing-masing berbiaya Rp2,5 juta dan Rp4 juta. Program yang ditawarkannya terdiri dari esthetic/kecantikan, endokrin, penyakit dalam, sistem reproduksi, sistem pencernaan, sistem kekebalan tubuh, bedah tulang dari Cina.

"Kami yakin peminat yang ingin memperdalam pendidikan tingkat advanced akan besar seiring dengan meningkatnya minat pengobatan alternatif sebab biayanya lebih rendah dibandingkan pengobatan modern," papar Soenarjo.

Terapi penusukan jarum akupunktur pada titik-titik vital tubuh itu tidak asing lagi bagi masyarakat luas di dalam negeri. Teknik pengobatan itu hanya salah satu dari aneka ragam penyembuhan tradisional. (*/CBN)

No comments:

Post a Comment