Sunday, February 23, 2014

Jatuh Bangun Bambang Krista, Bos Ayam Kampung Super



Jatuh Bangun Bambang Krista, Bos Ayam Kampung Super



Permintaan terhadap daging ayam kampung di daerah perkotaan sangat tinggi. Dan tidak diragukan lagi potensi bisnis nya begitu tinggi. Entrepreneur satu ini mencium dan memanfaatkan peluang bisnis ini dengan baik.

Bambang Krista, seorang entrepreneur asal Solo yang tinggal di Bekasi, dengan sigap menangkap peluang ini dengan mendirikan sebuah bisnis peternakan bernama " Citra Lestari Farm " seluas 6 ha dan membangun jaringan bisnis ayam kampung di daerah Jabodetabek. Tak kurang 5 ribu ekor ayam dan 10 ribu telur ayam ia mampu jual tiap minggu. Yang ia pasok berupa banyak jenis produk, dari ayam kampung siap potong, telur ayam kampung hingga bibit ayam kampung. Untuk produk daily old chicken (DOC) perusahaan Bambang sanggup menghasilkan 7 hingga 10 ribu ekor untuk tiap minggu. Tak ayal, omset mingguan puluhan juta pun ia raup. "Omset kami mencapai Rp 20 juta per minggu," terangnya.

Sebelum berwirausaha, pria 48 tahun ini sudah banyak makan asam garam di dunia peternakan ayam. Sejak tahun 1989 ia sudah mulai bekerja sebagai tenaga ahli di peternakan ayam broiler di Jakarta Timur. Usaha tempatnya bekerja itu kolaps di saat krisis 1998 dan ia terpaksa mencari nafkah dengan berdagang sembako. Ia mendapat tawaran beternak dengan seorang rekan di tahun 1999 dan berhasil mengecap untung meski akhirnya tahun 2003 usahanya kembali runtuh karena krisis Asia. Tahun 2008 ia kembali menapaki bisnis peternakan ayam namun kali ini bukan ayam broiler yang rentan krisis.

Bagaimana ia merintis bisnis tersebut? Awalnya lulusan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro itu memiliki niat yang tinggi untuk berbisnis . Bambang mengaku telah melakukan banyak persiapan matang sebelum terjun dalam bisnis peternakan ayam ini. Salah satu aspek yang ia persiapkan ialah kualitas bibit ayam kampung yang baik. Untuk itu, Bambang tak segan turun ke lapangan demi menemukan jenis induk berkualitas bagus.

Riset yang mendalam tentang kualitas induk ayam kampung mengantarnya pada DOC ayam kampung super yang siap panen hanya dalam 2 bulan. Ketekunannya teruji saat itu karena ia harus menempuh uji coba sebanyak 6 kali demi mendapatkan DOC ayam kampung super tersebut. Jadi dapat dikatakan aral yang melintang dalam perjalanan awalnya sebagai entrepreneur tidak sedikit. Banyak waktu dan tenaga serta uang tersedot ke dalamnya.

Dengan berbekal temuannya, Bambang melangkah mantap untuk membangun usaha peternakan ayam kampung di Bekasi. Tak cuma menghasilkan ayam kampung, ia juga melaksanakan upaya pembibitan sehingga dapat dijual kembali ke peternak lainnya yang ternyata juga menggemari ayam kampung supernya itu. Dari aspek produksi, jelas ia berada di atas angin dibandingkan para pesaingnya plus harga jual ayam kampung yang lebih baik. Di pasar, selisihnya bisa mencapai Rp 9.000 per kilogram. Tentu ini menggiurkan bagi para pengusaha lain.

Setelah sukses, Bambang melakukan upaya CSR dengan membina sejumlah peternak yang bersedia dibina di Jonggol, Bogor. Daripada hanya berdagang, kini mereka juga diajari memproduksi ayam kampung. Dengan modal DOC dari Bambang, peternak binaan ini merawat semua ayam itu dan setelah siap panen, Bambang akan bantu memasarkan. Masa panen ayam kampung ini berakhir setiap 2 bulan dan setidaknya 5 ribu ekor ayam kampung siap dijual.

Ia juga turut aktif berbagi ilmu dengan peternak pemula lain melalui training-training. Semua itu agar ilmu dan pengalaman yang ia miliki sejauh ini dapat dimanfaatkan orang lain yang membutuhkan. Bahkan ia menyempatkan menulis buku peternakan ayam.

Kunci sukses Bambang di antaranya ialah kecermatan dalam membuat kemasan. Dari pengalamannya berjualan telur, ia memastikan pentingnya kemasan yang baik bagi sebuah produk. Dengan kualitas yang terjaga baik, telur produknya yang terkemas dengan lebih elegan mendapatkan tempat di supermarket. Labanya melonjak berkat kemasan yang lebih baik.


Ia juga mengatakan pengelolaan peternakan juga harus dimodernisasi jika mau untung lebih banyak dan peternakan lebih maju. Peternakan ayam kampung jangan ikut ‘kampungan’. Cara tradisional harus ditinggalkan agar proses produksi lebih cepat dan baik. Nilai ekonomis ayam yang dihasilkan juga lebih meningkat jika peternakannya lebih modern. Jangan anggap bisnis ayam kampung bisnis recehan , ujarnya. Padahal di baliknya, perputaran uang bisnis ini begitu tinggi.(Kontan/ *AP)

No comments:

Post a Comment